Lembata – Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Pr melalui pertimbangan yang matang dengan berbagai pihak, akhirnya memutuskan, Perayaan Semana Santa di Larantuka, Wureh dan Kongan dibatalkan, sebagai sebuah tindakan konkrit mencegah Virus Corona (Covid 19), yakni membela hak hidup manusia. Keputusan ini dikeluarkan Uskup Larantuka dengan Nomor : KL.144/V.l/lll/2020, 23 Maret 2020.
Menurut Uskup Fransiskus Kopong Kung, keputusan ini diambil setelah mendengan masukan dari Panitia Perayaan Semana Santa, Pihak Kerajaan Larantuka, Confreria Renha Rosari, Para Pastor dari kelima Paroki Kota bersama Ketua Dewan Pastoral Paroki, Pemerintah daerah yang diwakili Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur, bahwa perayaan tersebut harus dibatalkan demi pertimbangan kemanusiaan.
“Tindakan yang kita ambil ini adalah juga merupakan satu bentuk konkrit dari pelaksanaan Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan kita tahun ini, yakni “Membela Hak Azasi Manusia Adalah Tanggungjawab kita”.
Hak atas hidup, atas kesehatan dan hak keselamatan, adalah hak azasi setiap orang. Ketika hak itu terancam oleh bahaya virus Corona, kita berkewajiban membelanya, kita berkewajiban mencegahnya. Ini adalah panggilan kemanusiaan dan panggilan iman semua murid Yesus”, tulis Uskup Frans pada point 10 dari keputusan tersebut.
Uskup Frans dalam keputusannya menjelaskan, berhadapan dengan situsi global dan nasional di Tanah Air kita saat ini khususnya di NTT dan secara lebih khusus lagi di Wilayah Keuskupan Larantuka yang meliputi dua kabupaten, yakni Flores Timur dan Lembata, dimana Covid 19 telah menjadi bahaya dan ancaman bagi semua, maka perlu dibangun solidaritas untuk suatu gerakan untuk mengatasi dan menanggulanginya secara bersama-sama.
Dalam kaitan dengan ini, urai Uskup Frans, Gereja Lokal Keuskupan Larantuka mengambil sikap dan langkah-langkah konkrit untuk mencegah masuknya, virus ini ke wilayah Keuskupan Larantuka. Disatu sisi kami mengajak umat untuk tetap tenang dan tidak panic, dan tetap berdoa memohon kepada Tuhan Yang Maharahim.
Berbelaskasih melalui Bunda Maria dan para kudus serta malaikat agung, agar wabah ini segera berakhir dan Tuhan memberikan kesembuhan kepada mereka yang sedang sakit, dan keselamatan kekal bagi mereka yang telah meninggal. Pada sisi lain kita harus tetap waspada dengan menjaga kesehatan diri dan keluarga masing-masing dengan mengikuti petunjuk atau pedoman yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Keputusan ketiga, kita mendukung peringatan yang disampaikan oleh Pemerintah untuk tidak boleh mengadakan pertemuan atau kegiatan yang melibatkan banyak orang, karena dengan berkumpulnya banyak orang disuatu tempat atau ruangan, peluang penyebaran virus ini menjadi lebih mudah dan lebih cepat.
Dijelaskan dalam point keempat, Perayaan Tradisi Semana Santa di Larantuka, kita perlu member “Makna Baru” perayaan semana Santa sesuai situasi konkrit saat ini yang dihadapi dunia, juga dihadapi oleh Negara kita, wilayah dan masyarakat banyak. Kita tetap merasa bangga dengan tradisi kita yang unik di Larantuka, kita mencintai tradisi Semana Santa.
Saat ini kita sebetulnya berada pada situasi Yesus tuhan yang disalibkan. Yesus yang menderita sengsara disalib, dan wafat di kayu salib, karena Dia mau membela dan menyelamatkan umat manusia. Yesus solider dengan semua orang yang sakit dan menderita.
Tuhan solider dengan kita manusia yang lemah, rapuh dan berdosa. Yesus dating untuk membebaskan dan menyelamatkan kita. Di mata dan hati Tuhan, nilai kesehatan dan keselamatan manusia adalah sangat penting.
Maka tidak segan-segan Yesus menyembuhkan orang sakit, meskipun pada hari sabat. Yesus dianggap melanggar hokum sabat, melawan Tradisi Yahudi, karena menyembuhkan orang pada hari sabat. Kepada orang-orang Farisi, Yesus berkata; “Hari sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat” (Mark 2;27).
“Apa yang kami umumkan sekarang ini mengenai Perayaan semana Santa tahun 2020 ini, sama sekali tidak bermaksud melanggar tradisi atau tidak menghargai tradisi. Tidak. Kita tidak melanggar tradisi dan tidak meremehkan tradisi. Kita mau member makna baru pada tradisi kita, yang sudah berlangsung ratusan tahun itu dalam situasi konkrit saat ini,”tulis Uskup Frans.
Lebih lanjut Uskup Frans menguraikan, tahun ini perayaan Semana Santa dengan devosi-devosi khusus yang biasa terjadi di Larantuka, Wureh, Kongan dan banyak tempat lainnya kita tiadakan. Perayaan Minggu Palem dengan arak-arakan daun palma, tradisi khus di Kapela Tuan Ma dan Tuan ana, di Kapela tuan Manino, dan di Wureh, Konga dll. Kita batalkan.
Juga tidak diadakan prosesi laut untuk menhantar Tuan Manino, upacara cium salib Yesus di Gereja pada Jumat Agung, dan prosesi Jumat Agung keliling kota, kita batalkan. Kita mengadakan prosesi bathin dalam hati kita masing-masing dengan mengadakan puasa, doa, pantang dan mati raga pribadi dan dalam keluarga masing-masing.
Misa Perayaan Pekan Suci yang dimulai dengan hari Minggu Palem, dan Tri Hari suci (Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Santu dan Minggu Paskah) tetap dirayakan di Gereja Katedral dan gereja-gereja paroki, tanpa kehadiran umat. Umat dihimbau tetap tinggal dirumah masing-masing mengadakan doa dan ibadah keluarga dirumah (doa Rosario, membaca dan merenungkan Kitab Suci) berdoa bagi kepentingan Gereja, dunia, bangsa dan Negara dan memohon segera berlalunya wabah ini.
Para Imam diwajibkan setia merayakan Ekaristi di Gereja, di komunitas-komunitas pastoran dan biara, dan berdoa bagi umat serta menghadirkan umat secara rohani.
Uskup Frans juga mengatakan, kegiatan misa hari minggu dan hari-hari biasa, pengakuan dosa, jalan salib, juga pertemuan-pertemuan umat di komunitas Basis Gerejawi dan dalam kelompok-kelompok kategorial lainnya, sejak surat ini dikeluarkan dan diumumkan, mulai dihentikan sampai saat ada pemberitahuan baru.
“Kami menyadari bahwa keputusan ini kemungkinan besar menimbulkan gejolak bathin bagi sebagian besar umat. Kami sendiri pun mempunyai perjuangan bathin yang cukup berat dalam mengambil keputusan ini. Namun demi iman dan nilai keselamatan orang banyak, dan demi kecintaan kepada Tuan Ma dan Renha Larantuka, kecintaan kepada tanah air tercinta Indonesia, kami harus mengambil keputusan ini.
Saya mengajak seluruh umat Keuskupan Larantuka, marilah kita ikut serta dalam misteri salib Tuhan, turut berbela rasa dengan penderitaan dunia dan bangsa, saya mengajak agar kita rela mengorbankan kepentingan diri dan tradisi kita untuk keselamatan umat manusia, termasuk diri kita serta keluarga kita masing-masing, “ajak Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung. *(MN/01).