LEMBATA: WARTA-NUSANTARA.COM- – Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur menampik tudingan bahwa pembabatan pohon pandan di Pantai Mingar, Desa Pasir Putih, Kecamatan Nagawutung, sebagai aksi merusak. “Pemerintah menata ini. Tidak mungkin juga pemerintah merusak. Kalau merusak tuh, banyak orang juga sudah ambil pasir, di rumah-rumah juga ada koq. Kalau kita mau ngomong itu.”
Hal itu disampaikan Bupati Sunur kepada wartawan di Pantai Mingar, Senin (5/6/2020) setelah menyerahkan peralatan pendukung volley pantai berupa bola volley, net, garis batas lapangan, dan papan skor. Ratusan warga dan pengunjung memadati pantai Mingar, untuk menyaksikan pertandingan volley pantai
Menurut Bupati Sunur, pembabatan pohon pandan tidak sampai sepanjang 100 meter. Bahkan, tidak satupun pohon pandan yang dibabat di lapangan volley. Karena lapangan dibangun di atas lokasi yang tidak ditumbuhi pohon pandan.
“Jadi ini penataan semua. Tempat yang kita injak ini tanah. Pasir yang sudah padat sekali. Ini kan debu, hampir sama yang sebelah sana. Dia memang sudah tinggi begini. Diambil pasir untuk timbun supaya bisa main volley pantai. Ini paling (tebal pasir) 20 centi koq,” tandas Yentji Sunur.
Dijelaskan pula bahwa tidak ada pohon pandan yang digusur di belakang bangunan SD Mingar. Ya, “Tidak sampai di belakang sekolah. Yang lain masih ada akar tuh,” tegasnya.
Dia juga meminta wartawan untuk tidak memanasi situasi. “Kalian wartawan ikut bertanggungjawab kepada daerah, jangan mengipas-ngipas. Kita bangun supaya ada daya saing. Kalau semuanya sama kan tidak ada daya saing. Eventnya harus dibuat. Jadi bukan di lapangan ini yang dibabat. Tidak satupun pandan di atas lapangan ini yang dibabat. Dan, tidak sampai 100 meter. Kalau kau ukur 100 meter, saya bayar kau uang. Tapi, kalau tidak sampai 100meter, kau kasih saya uang,” ujar Yentji Sunur, berkelakar dengan wartawan.
Lebih lanjut, Bupati Sunur menjelaskan bahwa pemerintah akan membangun kuliner di kawasan Watan Raja, Mingar. Termasuk, di atas lokasi milik gereja Katolik Mingar. “Kita akan bicara dengan pihak gereja (pemilik lahan) untuk bangun kuliner, untuk membangkitkan ekonomi umat,” ungkapnya.
Menjawab pertanyaan wartawan soal kepentingan pemerintah kabupaten di lokasi wisata Mingar, Bupati Sunur mengatakan, “Ini kan spotnya, entertainnya. Tidak ada kepentingan kabupaten. Ini untuk kepentingan masyarakat. Supaya ekonominya bisa berkembang.”
Apakah ini diserahkan ke desa dalam pengelolaannya? “Ya memang ini desa punya. Kita hanya memberi penguatan terhadap perencanaan kebijakan yang dibuat oleh desa supaya sinergi dengan kabupaten,” jelas Bupati Sunur.
Dengan begitu, sambung Bupati Sunur, “Desa ini menjadi desa tematik wisata. Nah, supaya kompetitifnya baik orang kan tidak hanya main di pantai, salah satunya yang belum ada di Lembata kan volley pantai. Lokasi ini kan cocok, saya lihat. Jadi punya karakter yang beda.”
Jadi, lanjut Bupati dua periode ini, “Seluruh asset yang dibangun kabupaten adalah asset milik desa. Kita beri dukungan dana ini untuk membangun asset desa.”
Dia menambahkan bahwa apa yang dikerjakan di Pantai Mingar sangat bagus. “Masa Covid masuk New Normal, kita melakukann aktivitas dengan memperhatikan protocol kesehatan. Nah sekarang daya ungkitnya sudah ada, tinggal masyarakat memanfaatkan ini dengan baik.”
Menurut Bupati Sunur, wisata selalu berkaitan dengan uang. Ya, “Bicara wisata itu bicara uang, ekonomi, bukan gratis kalau wisata. Kalau piknik iya, tapi namanya wisata tidak. Tour, traveling, makan (harus dengan) uang, ke toilet uang. Semuanya uang berlaku disini,” tandasnya.
Ada sinyalemen bahwa ini ada kepentingan partai tertentu? “Tidak ada. Bupati kan di atas partai seluruhnya. Kalau bupati punya kepentingan, ya seluruh jalan yang saya bangun untuk kepentingan partai saya, kan tidak kan? Kan yang bangun ini saya dari partai tertentu, kan tidak. Bangun ini kan untuk kepentingan semua. Masak bangun dengan uang Negara kita bilang partai A, partai B, kan tidak. Buang jauh-jauh pikiran seperti itu. Kita harus bekerja sama. Perjuangan partai adanya di lembaga DPRD. Setelah selesai semua masyarakat.”
Masih ada warga yang menolak, apa himbauan Bupati? “Silahkan kalau mereka punya ekspresi sendiri untuk membangun daerahnya. Itu ada yang pasang (tulisan) “dilarang tembus”, “dilarang loncat”, “dilarang tertawa”. Ya, silahkan mereka punya ekspresi sendiri untuk membangun daerahnya. Itu namanya dinamika dalam membangun daerah. Jadi lebih kaya lagi.”
“Masyarakat dari luar datang lihat eh itu ada tulisan dilarang tertawa, ada apa, kita jangan tertawa. Itu bagian daripada kegiatan koq itu.”
Dia malah berharap agar aksi-aksi serupa dilakukan lagi minggu depan. “Lakukan yang sama kan jadi tontonan orang. Kan menarik itu. Yang penting jangan menghambat pembangunan desa. Karena ini untuk kepentingan semua masyarakat disini dan Lembata,” ujarnya, santai.
Ditanya soal ancaman abrasi, Bupati Sunur malah menyebut kalau abrasi selalu terjadi sepanjang tahun. “Kan dari dulu juga abrasi. Kita jangan mendoakan. Namanya malapetaka, badai kan kita tidak bisa mengundang. Tempat yuang tadinya di ketinggian, tiba-tiba tzunami datang. Tidak bisa diprediksi kalau itu. Tapi kita hidup jangan dalam ketakutan sehingga tidak bisa melakukan apapun. Semua wilayah pantai punya potensi dan potensial untuk terjadinya tzunami. Terus kita larang semua aktivitas di pantai, terus mau jadi apa kita. Nah sekarang kita beradaptasi dengan itu,” ujarnya.
Bupati Sunur menegaskan bahwa dirinya sangat memperhatikan isu lingkungan. “Orang mau tanam saja kan harus merusak tanah. Kan orang bajak itu kan merusak tanah, baru dia tanam. Dari hasil rusak itu baru dipulihkan untuk kehidupan kita. Kan filosofinya seperti itu,” jelasnya.
“Ini kita menata supaya menjadi menarik, menjadi hal yang baik. Semua pantai kan punya potensi (abrasi). Bagaimana dengan orang yang membangun rumah langsung di pinggir laut? Itu kan potensi (abrasi) juga. Ya sama dengan ini,” tegasnya.(icon kolin)/AN-WN)-02