Sejumlah Tokoh Adat Marind foto bersama usai memberikan keterangan pers keoada sejumlah wartawan – FOTO: Fransiskus Labi Kobun
PAPUA, WARTA NUSANTARA– Sejumlah tokoh adat Marind angkat bicara terkait para calon bupati dan wakil bupati Merauke yang akan berlaga dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) tanggal 9 Desember 2020 mendatang.
Para tokoh adat yang bicara itu diantaranya Ignasius Ndiken, H. Waros Gebze, Hendrikus Hengky Ndiken, Harry Ndiken, Gery Mahuze,Marthinus Ndiken, Leonardus Mahuze serta Tito Kapisa.
Dalam jumpa pers yang dihadiri sejumlah wartawan tadi pagi , Leonardus Mahuze mengatakan, dirinya bicara tentang hak kesulungan bagi orang Marind di negeri ini. “Kami dibentuk tim ad-hock dari Lembaga Masyarakat Adat (LMA) untuk melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan hak kesulungan bagi orang Marind maju dalam Pilkada Merauke,” ujarnya.
Dimana, lanjut Leonardus, digelar tikar adat di Kantor Bupati Merauke tanggal 13 Juni 2019 dengan adat Marind yang dihadiri empat golongan adat. Dalam tikar adat itu, dibacakan pernyataan sikap dan secara simbol adat diserahkan atribut empat golongan adat dari Sosom, Imo, Mayo dan Esam kepada Bupati Merauke, Frederikus Gebze.
Penyerahan disaksikan perwakilan DPRP, MRP serta Rektor Uncen serta ratusan masyarakat Marind. Jadi, perjuangan menuntut hak kesulungan orang Marind terutama kursi afirmatif DPRD Merauke serta calon bupati dan wakil bupati telah dinyatakan dalam tikar adat.
Harusnya, jelas dia, dilanjutkan dalam kurun waktu satu tahun. Sehingga ada regulasi yang mengatur dan memberikan ruang kepada anak Marind maju sebagai calon bupati dan wakil bupati.
Selain itu juga, katanya, dilakukan rapat bersama tim serta tokoh-tokoh adat maupun ketua paguyuban yang dihadiri bakal calon bupati waktu di Hotel Megaria 14 September 2019. Lalu dibacakan pernyataan sikap yang mendukung sepenuhnya apa yang menjadi keinginan bersama yakni hak kesulungan bagi orang Marind maju dalam pilkada.
“Terkahir sebelum pelantikan Ketua DPRD Merauke, dimana dibuat sasi di kantor dewan dan disampaikan DPRD setempat diberikan kesempatan 100 hari kerja menindaklanjuti aspirasi masyarakat adat terkait calon bupati dan wakil bupati orang Marind,” tegasnya.
Mestinya,lanjut Leonardus, dilakukan setahun silam dan ada regulasi yang mendukung. “Sekarang sudah masuk proses politik, baru kita mulai mempersoalkan,” katanya.
Tokoh Adat Marind lainnya, Gerry Mahuze mengaku menjelang pilkada, berbagai isu muncul sehubungan dengan calon bupati-wakil bupati. “Ada yang mempersoalkan peranakan maupun pendatang. Saya ingin menyampaikan bahwa orangtua kami orang Marind dari Kondo sampai Digul, menerima dengan baik dan tak mempersoalkan,” ujarnya.
Ignasius Ndiken, tokoh adat Marind lainnya meminta semua orang menghargai hak kesulungan orang Marind. Lalu harus menjaga kedamaian di bumi Anim Ha.
“Tidak boleh saling sikut menyikut. Mari kita menjaga dan menciptakan daerah ini tetap kondusif menjelang Pilkada,” pintanya.
Hal serupa disampaikan Tokoh Adat Marinf lain, H. Waros Gebze. “Kami adalah pemilik negeri dalam kota ini. Jadi siapapun yang akan maju, harus mendapat izin serta restu dari kami terlebih dahulu,” pintanya.
Tokoh Adat Marind lainnya, Hendrikus Hengky Ndiken juga angkat bicara. “Kami orang Marind sudah menerima semua orang untuk datang dan tinggal disini. Jadi apa yang disampaikan, harus didengar oleh semua orang,” pinta Hengky.
“Kita semua menginginkan dan mengharapkan Pilkada Merauke berjalan dengan baik dan lancar. Siapapun yang terpilih, itulah pemimpin untuk semua rakyat di Kabupaten Merauke.
Intelektual Marind, Harry Ndiken meminta agar negeri ini harus dijaga dan ‘dirawat’ dengan baik. “Kita semua harus menyukseskan pilkada dan siapapun terpilih, itulah pemimpin untuk lima tahun kedepan dan menjadi milik semua masyarakat di bumi Anim Ha,” katanya. (WN-kobun)