ADVERTISEMENT
google.com, pub-9566902757249236, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Putra Lembata Jadi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT

KUPANG: WARTA-NUSANTARA.COM-Pekerja keras. Itulah frasa yang pantas disematkan pada lelaki kelahiran Desa Waiwaru, Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata, 28 September 1972. Senin (3/8/2020), dia dilantik menjadi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Boleh jadi, dia adalah Kadis termuda yang dilantik oleh Wagub NTT, Josef A. Nae Soi di Aula Fernandez, Gedung Sasando, Kantor Gubernur NTT, dan dihadiri Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat.

Bukan soal usianya yang masih belum genap setengah abad, tapi perjuangannya hingga mencapai puncak kariernya sekarang memang boleh dibilang luar biasa. Di masa muda mahasiswa, lelaki yang punya nama lengkap Linus Lusi Making itu adalah seorang loper koran. Dia punya pelanggan Harian Kompas, Harian Jawa Pos, Harian Surya, dan berbagai majalah yang tersebar dari kawasan Kuanino, Naikoten, Oepura hingga ke Penfui. Setiap sore, dia harus mengantar koran ke para pelanggannya.

Semua dilakukan dengan tekun tanpa kenal lelah. Linus nekad berjalan kaki setiap hari, hingga malam menjemput perjalanannya.

Tak cuma urusan antar koran. Linus juga seorang aktivis mahasiswa, baik Angkatan Muda Mahasiswa Pelajar Asal Ile Ape (AMMAPAI), Aktivitas Pendalaman Iman (API) Reinha Rosari Mahasiwa Dioses Larantuka – Kupang maupun Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Santu Fransiskus Xaverius Kupang. Dia harus membagi waktu secara cermat dan tepat agar tidak ada aktivitas yang keteter.

google.com, pub-9566902757249236, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Ini belum termasuk dengan kesibukan kuliahnya. Linus kuliah di dua program studi pada waktu bersamaan. Dia kuliah Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), sekaligua Pendidikan Sejarah FKIP Undana. Diploma PGSD diselesaikan lebih dulu, sebelum wisuda sarjana Pendidikan Sejarah.

Karier birokrasi dimulai dengan menjadi guru sekolah dasar. Mantan Ketua API Reinha Rosari ini berhasil menjabat Kepala SD di Kota Kupang. Dari situ dia bergeser menjadi ASN pada Dinas Dikbud NTT. Dan, kehadiran Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat dan Wagub Josef Naisoi rupanya me;lapangkan langkahnya menjadi pejabat teras di lingkup birokrasi Provinsi NTT.

Linus dipromosikan menjadi Kepala Badan Pengelola Perbatasan Provinsi NTT yang berkedudukan di Atambua, Kabupaten Belu.

RelatedPosts

Bekal pengetahuan dan keterampilan menulis yang diperoleh semasa jadi aktivis mahasiswa dipakai untuk menuangkan berbagai gagasannya dalam bentuk opini yang dimuat berbagai media baik cetak maupun elektronik. Dia fokus menulis masalah pendidikan di NTT. Dan, kumpulan tulisannya tentang pendidikan dibukukan oleh Sandro Balawangak menjadi sebuah buku berjudul: Garis Merah Pendidikan seri Benarkah Orang NTT Itu Bodoh ?

“Saya memilih fokus menulis opini pendidikan karena saran dari pak Toni Kleden dan Dion (Dion DB Putra). Stanly Boymau juga selalu mendorong saya untuk fokus di opini pendidikan,” kisah Linus.

Terkait buku yang diakan diluncurkan pada pertengahan Oktober 2016 mendatang, Linus menjelaskan, buku ini sebagai otokiritik dirinya sebagai seorang guru Sekolah Dasar yang tidak mau mendengar bahwa orang NTT itu bodoh.

Apa yang salah dari pendidikan di NTT.? Menurut Linus, kurikulum boleh bagus, kesejahteraan guru boleh baik, sarana pra sarana boleh bagus, program boleh mentereng tapi kalau miskin komitmen, pendidikan di NTT akan tetap berada di garis merah. “Kita orang NTT, miskin komitmen,” tegas Linus.

Kini, Linus Lusi sudah memegang tampuk tertinggi pendidikan di NTT. Dia sudah dilantik dan diambil sumpah jabatan menjadi Kepala DInas Pendidikan dan Kebudayaan NTT. Semua orang tentu saja menanti gebrakannya untuk memajukan pendidikan di provinsi ini.

Apalagi, Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat dalam sambutan pelantikan sudah mengatakan, tujuan ditempatkan para pejabat itu agar terjadi percepatan dan perubahan sesuai dengan kehendak dan visi pimpinan. “Dalam evalusi kinerja tahun depan, kalau kinerja tidak sampai maka istirahat dan kita ganti yang lain,” ungkap Gubernur Laiskodat.

Dikatakan, aset terbesar dan utama Pemerintah Provinsi NTT saat ini adalah birokrasi. “Birokrasi merupakan aset utama provinsi ini, sehingga kegagalan birokrasi, maka itu kegagalan provinsi NTT. Sehebat apapun gubernur, jika aparat di bawah, baik kadis dan perangkatnya tidak mampu beradaptasi untuk melakukan inovasi, maka mimpi besar kita tidak akan terwujud,” ujarnya.

Disinilah tantangan yang harus dijawab Linus Lusi, bukan dengan kata dan kalimat, tapi dengan kerja keras dan inovasi. Semoga saja, anak Lewohala ini mampu mendongkel mutu pendidikan NTT menjadi lebih baik kedepan. ***(AN/freddy wahon/WN-02).**

Related Posts

Next Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *