Renungan Minggu : Germanus Attawuwur
Injil minggu yang lalu tentang pengakuan Petrus atas pertanyaan Yesus, “Menurut Kamu, Siapakah Aku ini?” Petrus dengan tegas menjawab:” Engkau adalah Mesias, Putra Allah yang hidup.” Pengakuan Petrus ini meyakinkan murid-murid lain bahwa Yesus Manusia tetapi serentak Allah. Bahkan Dia adalah Putra Allah yang Hidup. Maka dari sisi manusia, Yesus itu Manusia hebat yang luar biasa. Manusia yang tiada tandingan-Nya. Manusia Super yang tiada duanya. Maka Yesus itu tak terkalahkan oleh manusia manapun di dunia ini.
Namun Injil hari ini, bagai petir di siang bolong untuk Petrus. Karena bagi Petrus, bagaimana mungkin baru seminggu yang lalu, Yesus mengaffirmasi pengakuan Petrus sebagai Mesias, Anak Allah yang Hidup, tetapi justru hari ini Yesus menyampaikan bahwa IA harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh.
Maka begitu selesai kata-kata Yesus, Petrus kemudian menarik Yesus ke sampingnya dan menegor Dia katanya, “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali tak kan menimpa Engkau.” Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
Adegan singkat dalam dialog yang penuh emosional itu tak begitu gampang diterima oleh Petrus. Bagaimana mungkin Yesus adalah Mesias, Putra Allah yang hidup harus menderita sengara di tangan manusia bahkan akhirnya harus dibunuh? Masa Yesus Putra Allah yang hidup itu harus kalah malah oleh pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat? Putra Allah yang Hidup macam manakah Yesus Mesias ini? Petrus sepertinya tak habis pikir dengan kata-kata Yesus barusan. Belum habis berpikir, Yesus sudah omong hal yang lain lagi:” Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.”
Petrus belum sepenuhnya terima kata-kata Yesus itu, ternyata Yesus membombardir Petrus dengan kata-kata peringatan. Sebuah awasan untuk setiap orang yang mau mengikuti Yesus. Syaratnya tidak main-main. Nyawa taruhannya! Sebagai manusia biasa nyali tentu ciut. Tapi Petrus, bukanlah murid biasa. Dulunya dia bernama Simon yang berarti:” Buluh Yang Terkulai,” sudah punya “nama baru.” Petrus, yang berarti Batu Karang. Dia Sang Wadas. Gelar yang seminggu lalu disematkan Yesus kepada dirinya, tatkala dia menerima mandat penggembalaan dari Yesus Sang Guru untuk menjadi Dasar, berdirinya Gereja Kristus sendiri. “Engkaulah Petrus, di atas Batu Karang ini akan Ku-dirikan Gereja-Ku dan kekuatan jahat tidak mungkin mengalahkannya.”
Petrus tokh akhirnya paham bahwa pikiran dia, bukanlah pikiran Tuhan. Maka dia menjadi Primus Inter Pares dalam hal urusan menjadi Pengikut sekaligus Pewarta Kabar Gembira. Petrus sadar itu. Karena dia percaya akan kata-kata Yesus dalam injil tadi:” Barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya.
Menurut tradisi (yang dicatat oleh Hieronimus, Petrus akhirnya kehilangan nyawanya dengan cara disalibkan terbalik kepala di bawah, kaki di atas) di Roma
Menjadi muridTuhan itu gampang. Tetapi menjadi murid Tuhan yangsungguh- sungguh tidak gampang. Banyak ancaman dan tantangan. Hal yang s dialami oleh Petrus, ternyata jauh-jauh hari, sebelum Yesus lahir, nabi Yeremia sudah mengalaminya sebagaimana yang kita dengar dalam bacaan pertama tadi. Ia mengalami penderitaan tidak hanya karena menghadapi Israerl sebagai bangsa yang bebal dan kepala batu. Penderitaannya tidak berhenti disitu saja, ia bahkan dipenjara dengan cara dimasukkan dalam sebuah perigi yang berisi lumpur (Yer. 38:6). Kenabiannya ditentang dan ia begitu putus asa, Maka dia ingin menghindar. Namun dia tak mampu berpaling dari Tuhan, sebagaimana yang dikatakannya dalam bacaan I.
“Engkau telah membujuk aku , ya TUHAN, dan aku telah membiarkan diriku dibujuk; Engkau terlalu kuat bagiku dan Engkau menundukkan aku. Aku telah menjadi tertawaan sepanjang hari, semuanya mereka mengolok-olokkan aku. Sebab setiap kali aku berbicara, terpaksa aku berteriak, terpaksa berseru:
“Kelaliman! Aniaya! ” Sebab firman TUHAN telah menjadi cela dan cemoohan bagiku, sepanjang hari. Tetapi apabila aku berpikir: “Aku tidak mau mengingat Dia dan tidak mau mengucapkan firman lagi demi nama-Nya “, maka dalam hatiku ada sesuatu yang seperti api yang menyala-nyala, terkurung dalam tulang-tulangku; aku berlelah-lelah untuk menahannya, tetapi aku tidak sanggup”
Di ujung keluhan Yeremia, ia tokh mengakui “kekalahannya” di hadapan Tuhan. Maka dia menutup keluhannya dengan berkata:” tetapi aku tidak sanggup.” Dia tidak sanggup berpaling dari Tuhan.
Maka tidak main-main, Yeremia melakukan tugasnya sebagai nabi selama pemerintahan lima raja Yehuda, yaitu pada masa raja Yosia, Yoahas, Yoyakim, Yoyakhin dan Zedekia.
Yesus tadi dalam injil mengingatkan bahwa setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.
Maka Petrus dan para murid yang lainnya bahkan sampai dengan murid-murid Yesus zaman ini, banyak yang mengalami penganiayaan dan penindasan hingga akhirnya mati dibunuh. Mereka itu kemudian dihormati oleh Gereja Katolik sebagai martir-martir Kristus. Mereka sungguh memberikan dirinya, bahkan merelakan nyawanya demi keselamatan sesama dan demi kemuliaan Tuhan. Orang-orang ini, sejatinya telah mengejawantahakan nasehat Paulus dalam bacaan kedua tadi, “aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup , yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.”
Nasehat Paulus masih relevan untuk kita yang juga membaca renungan ini:” Persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup dan kudus.”
“