KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM — Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto menegaskan Provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi masa depan Indonesia dan dunia dalam pengembangan energi listrik tenaga matahari. Sumber energi baru terbarukan ini sangatlah murah, handal dan berkelanjutan. Berdasarkan penelitian para ahli, intensitas Sinar Matahari terbaik di Indonesia, ada di Pulau Suba dan Timor.
“NTT jadi masa depan Indonesia dan bahkan dunia untuk energi listrik tenaga surya karena menurut penelitan para ahli, intensitas sinar matahari terbaik di Indonesia, ada di pulau Sumba dan Timor. Apa yang sering didengungkan oleh Gubernur NTT tentang hal ini bukan sebuah statement bombastis, tetapi sebuah fakta yang tentunya memerlukan kreativitas. Suatu potensi yang perlu dikelola secara baik supaya bisa diaktualisasikan,” kata Sugeng saat memberikan keterangan pers kepada para wartawan di Kantor Gubernur NTT, Jumat (25/9) usai bertemu dengan Gubernur NTT. Turut mendampingi pada kesempatan tersebut adalah perwakilan dari Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia (PJCI) yang merupakan perkumpulan para ilmuwan dari berbagai perguruan tinggi dan praktisi kelistrikan.
Sugeng mengungkapkan kebutuhan listrik Indonesia saat ini adalah sekitar 62 gigawatt atau 62 ribu mega watt. Sementara potensi energi matahari di dua pulau ini bisa mencapai 60 gigawatt.
“Betapa besar potensi energi matahari ini, bisa penuhi sebagian besar kebutuhan listrik nasional. Karena itu potensi ini harus bisa jadi action plan dengan perhatikan dimensi teknis, ekonomi dan sosial. Kita tidak mungkin berinvestasi menguntungkan secara ekonomi, sementara sosial tidak. Ini harus dirumuskan dengan baik,” kata mantan wartawan Kompas dan Metro TV tersebut.
Menurut Sugeng potensi energi matahari yang besar ini harus bisa dikembangkan secara optimal. Dunia internasional saat ini cenderung mengharuskan energi baru terbarukan karena murah, handal, suistanable dan bersih. Apalagi Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi Paris Agreement dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement.
“Dalam Paris Agreement ini, Indonesia dengan prakarsa sendiri harus menurunkan 29 persen emisi Karbon tahun 2030. Dengan rincian misalnya harus kurangi energi fosil sekian. Termasuk misalnya Pertamina akan kurangi drastis bensin ron rendah, bensin pertalite, ron 91 ke bawah karena ron rendah ini polutif. Demikian pun dengan pembangkit listrik, PLN masih gunakan 60 persen pembangkit dari batubara yang murah namun polutif. Dunia dengan skema aturan yang tegas memaksa kita untuk gunakan energi baru terbarukan. Produk-produk yang diekspor ke Eropa ke depannya harus dihasilkan dari energi baru terbarukan,” jelas politisi Nasdem tersebut.
Ditambah lagi, jelas Sugeng, cadangan minyak bumi Indonesia sesuai penelitian tinggal 3 miliar barel sementara setiap hari konsumsi minyak kita sekitar 800 ribu barel. Ini berarti kalau tidak ada shifting ke energi baru terbarukan, dalam 10 sampai 12 tahun sumber minyak ini akan habis.
“Energi fosil sudah the end of history atau berakhir. Sudah harus shifting ke energi baru terbarukan.Untuk pembangkit listrik dari energi baru terbarukan, sumbernya ada di NTT,” kata Sugeng.
Lebih lanjut Sugeng mengungkapkan Komisi VII DPR selain melaksanakan fungsi umum yakni legislasi, anggaran dan pengawasan juga ditambah fungsi problem solving. Potensi besar NTT ini harus bisa dikembangkan untuk tahap awal sebagai piloct projetnya sekitar 2.000 megawatt untuk pengembangan industri di NTT.
“Kita berobsesi NTT harus bisa jadi pusat pengembangan tenaga matahari dunia. Maka sumberdaya manusia harus disiapkan termasuk perlu dirikan akademi dan balai latihan kerja bertaraf internasional. Sehingga bisa jadi pusat belajar dunia, bahkan tenaga kerja kita bisa dikirim ke luar negeri untuk hal ini.Karena dunia sekarang mengarah ke sana. Arab Saudi dengan semakin turunnya harga minyak, mulai pikir manfaatkan energi matahari. Tidak boleh terjadi kutukan Sumber Daya Alam (SDA) di NTT,” jelas Sugeng.
Untuk mewujudkan ini, lanjut Sugeng, pada hari kelistrikan nasional tanggal 27 Oktober nanti, Komisi VII bersama Gubernur NTT dan pihak terkait lainnya akan menghadap Presiden agar bisa jabarkan potensi ini jadi keputusan politik nasional.
“Ini adalah pintu dan peluang untuk bangkit dalam ekonomi di masa covid19 maupun pascacovid. Hari ini dunia berebutan ingin berinvestasi di bidang energi baru terbarukan. Bank-bank besar sudah tidak lagi membiayai pembangkit berbasis batubara ,” pungkas Sugeng.
Sementara itu, Eddie Widono selaku Pendiri dan Ketua Pembina PJCI mendukung penuh upaya Gubernur untuk mengembangkan Pulau Sumba sebagai pusat energi matahari. Dalam kajian PJCI, Sumba dengan potensi energi matahari bisa jadi pengungkit ekonomi bila dioptimalkan.
“Potensi ini bisa diekspor ke Jawa. Industri di pulau Jawa butuh pasokan energi baru terbarukan sekitar 90 sampai 100 miliar kwh per tahun. Semenya yang mampu dipasok hanya sekita 8,5 miliar kwh pertahun energi terbarukan. Dampaknya, industri ini akan sulit mengekspor produknya ke negara yang inginkan produk dari energi baru terbarukan,” jelas mantan Dirut PLN 2001-2008 itu.
Lanjut Eddy, untuk tahap awal pihaknya akan fokus pada pengembangan 20 ribu megawatt yang akan dibangun dalam beberapa tahap. Tahap pertama sekitar 2.000 megawatt yang ditranmisikan lewat kabel laut dan udara ke Payton. Jaraknya sekitarnya sekitar 850 kilo meter. 180 Km diantaranya akan lewat kabel dalam laut dan sisanya saluran udara.
“Dalam taksasi kami secara kasar, butuh biaya sekitar 1,2 sampai 1,5 milliar dollar. Untuk lahan, 1 mega watt butuh 1,2 hektar. Tapi dari kegiatan ini potensi pertumbuhan Gross Domestic Bruto (GDP) untuk 2.000 megawat sekitar 1,2 milliar dollar. Pertambahan kesempatan kerja setiap 500 megawatt bisa capai sekitar 25 ribu pekerja.Tentu ini kegiatan yang langsung menggerakan perekonomian di Sumba dan Indonesia.Dampak ikutannya banyak sekali baik konsumsi, akomodasi dan lain sebagainya.Ini butuh investasi swasta,” jelas Eddi.
Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat dalam kesempatan tersebut mengatakan, ini merupakan proyek monumental dan membanggakan bagi Indonesia umumnya maupun NTT.
“Ini punya dampak besar bagi aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya,semuanya akan bertumbuh dengan pesat,” jelas Gubernur Viktor.
Dalam kesempatan tersebut pihak PJCI menyerahakn hasil laporan dan kajian teknis tim tentang potensi tenaga surya dan pengembangannya kepada Gubernur NTT.** (Hms ntt/WN-1)**