FLORES TIMUR : WARTA-NUSANTARA.COM- Setelah sukses dengan single pertama mereka dengan judul ‘Jaga Cinta’, kini Estrata Band yang digawangi oleh Arkes Olik dan Tantry Botan (vocal), Ar Tatu (bass), Ama Tonggana (keyboard), Uster Jako L. Leyn ( drum) dan Edyson L. Leyn (gitaris) akan merilis single ke dua mereka dengan judul ‘ Jaga Cinta ll’.Â
Band yang sudah berdiri sejak 1988 ini, hadir dan tetap mempertahankan culture musik lokal mereka ‘Lamaholot’. Demikian ulasan Wartawan Warta-Nusantara.Com, Tarwan Stanis dari Larantuka.
Dalam lagu-lagu yang sudah dikeluarkan sebelumya, Estrata Band mempunyai karakter musik yang kuat dengan mengkolaborasikan warna musik masa kini dan musik lokal.
“Dengan single ke dua ini, kami berharap dapat diterima di oleh masyarakat Flores Timur pada umumnya,” kata Edison, gitaris Estrata Band kepada media ini, Selasa (20/10/2020).
Lirik lagu dalam single kedua ini, Estrata Band menggunakan bahasa ‘Nagi’ dengan sentuhan instrumen musik yang enak dinikmati.
Estrata Band akan merilis official music video mereka yang rencananya akam segera tayang di Estrata Band Beloto.Â
Ikuti Estrata Band melalui
https://youtu.be/fSlwL9WCIzQ
Catatan Corner Abon Tabi buat Estrata(Ketua KPU Kabupaten Flores Timur)
Estrata : Autodidak, Lampu Gas dan Aki Yuasa
TAPI Tidak dengan Estrata Band. Anak anak muda maupun bapa bapa muda yang tau main Gitar, mereka latih, main senyap-senyap di kampung Beloto Waimatan yang slalu manja digendong Bukit Plontos Ile Ludu.
Desau nada Gitar, desah hela nafas dan merdu suara penyanyi, sayup terdengar di antara gemerincik air kali seribu rimba, Loma Lungu, Mereka latih autodidak dalam diam, dalam kesenyapan malam nan dingin menunggui fajar pagi dari Woka Tanjung Loang Lembata sana.
Ada yang baru pulang rantau sabah malaysia dan bermodal pernah main gitar di kem-kem, main dulu, lain lihat lalu mulai coba coba ikut petik gitar. Â
Ada juga beberapa guru, tamatan SMA di kampung mereka pernah main Gitar waktu bersekolah dulu dan sudah pulang kampung mereka ini jadi instruktur yang autodidak. Mereka main gaya-gaya, lain lihat, lalu lain mulai ikut latih begitu dapat kesempatan pegang gitar.
Ada yang tabu saja. pokoknya bunyi dulu. lagipula, kesempatan pegang gitar terbatas, karena jumlah cuma satu dua, juga karena barang baru, tidak sembarang orang boleh sentuh. Â
Pemuda Pemudi Beloto Waimatan tidak butuh waktu lama berlatih di kesenyapan. Mereka mau tampil, sorong muka di panggung. Digelarlah malam panggung hiburan.Â
Dan, tersiar Kabar di kampung kami, akan ada pertunjukan musik Estrata Band. Kami berbondong bondong jalan kaki ke Beloto kira kira 3 kilo meter. Waktu itu kami umur umur kelas 1 SMP. Kami baru masuk kota, mulai latih pakai celana panjang.Â
Karena Bujang dan anak baru naik badan, kami sedikit gaya gaya apalagi menonton Band di kampung orang. Kami ke Beloto dengan ku’ung ( nyala api dari ikatan daun kelapa kering), ada pula yang pakai senter. Yang punya Senter hanya orang baru pulang rantau.Â
Baterey nya baru, merek eveready warna putih biru. Selain Senter dan Kuung, perjalanan juga ditemani pijar rokok dari satu dua pemuda. Rokok Bentoel Biru. Aromanya enak, jauh tercium .Â
Estrata malam itu menghentak panggung. Panggung beralas Papan. Dinding panggung dari daun kelapa muda hijau hijau dan ditempeli kain layar ( tirai) warna warni. Panggung sangat semarak warna warni.Â
Panggung hiburan itu digelar di Namang Beloto Waimatang. Para tetua, tokoh tokoh kampung disiapkan kursi sice, kursi terhormat di garis paling depan. Kami yang lain pakai berdiri, duduk atau berdiri di atas batu jika tidak kebagian kursi.
Anak anak seumuran SD, berdiri pas dibawah bibir panggung. Kami sekampung datang nonton. Orang sekampung di Bloto menonton. Rame sekali malam itu. Panggung dan Namang disinari beberapa lampu gas, sedang alat musik Estrata dipasok dari Aki merk Yuasa satu warna hitam, dua warna putih baru dicas di Toko ES Waiwerang.
Rombongan kami bujang-bujang baru naik badan, sedikit terlambat masuk ke arena pertunjukan. Kami harus membersihkan kaki dan celana dari ” kerorot” ( bunga dari rumpun rerumputan yang menempel di kaki atau di celana selama perjalanan) dulu. Kami harus masuk necis necis ke arena.Â
Dari jauh, kami mendengar orang menabuh drum ( jes) di antara bunyi gitar stil. Kami penasaran. ” Estrata sudah ada Jes ( drum)?” kami saling bertanya.Â
Benar.!!. Drum bergemuruh di panggung papan. Penabuhnya pakai ikat kepala merah. Rambutnya sedikit Gondrong. Tangan Kanannya dibelit Saputangan, mungkin dari kekasih hatinya.Â
Karena sedikit jauh jarak kami dengan panggung, apalagi panggung disinari lampu Gas, kami tidak bisa pastikan apakah itu drum sesungguhnya. Sepintas di panggung terlihat menyerupai Bass Drum, Snare Drum, Tom Tom, Hi hat, Ride Cymbal, Hihat Stand, Piringan Perunggu, drum stik. Bunyinya memang seadanya.Â
EH, tau tau , itu bukan drum yang sesungguhynya. Drum ternyata dirakit dari rupa rupa macam alat maupun musik kampung yang sudah ada. Ada bawa ( bedug) disulap jadi tom tom atau Bass Drum. Tiang mike rusak dipakai untuk Hihat Stand, ada juga pedal kontrol.
Yang menyolok dari semua aneka drum rakitan ini, adalah kap lampu gas/ petromak disulap menjadi cymbal/ piringan perunggu. Kap lampu gas sebagai pengganti piringan ini warna putih, merek Bougenvile. Cap Bougenville diicetak pakai warna Merah. Mudah dibaca. Semua itu dirakit dan dipasang persis drum saat ini.Â
Kami bersorak sorai mengelu elukan penabuh drum  dan selalu ingin kap lampu gas cepat cepat ditabuh., tidak peduli ikut irama atau saat kapan baru ditabuh .Â
Malam itu, ada pemandangan yang unik, natural. Bikin gemas di samping ada tawa ledekan. Estrata Band malam itu dibanjiri pujian, rasa kagum, tapi ada lengking ledekan. Malam itu malam penuh pesona, malam paradoks. Ada pujian tapi ada ledekan.Â
Malam itu kami BUJANG BUJANG BOLETALA berjingkrak unjuk kebolehan joget di namang entah dengan kawan kawan atau sila kebarek, nana ana ( meminta kebarek, anak om/ paman, joget bersama).
Beberapa senior kami kebetulan punya kekasih hati kebarek Beloto, ami rasa nyaman karena mereka mereka itu bisa jadi pelindung bila bila kacau. Kami semalam suntuk menari nari lenggak lenggok seperti tali kecapi. Pinggang kami gemulai laksana Biola buatan Prancis. Kami tidak pulang ke pertiduran malam itu. Jika sudah keringat mengguyur di badan, kami jedah hela nafas sedikit dulu sambil strom tuak dan arak diler tuak Bloto, di rumahnya Bos Eveready, nama samaran Om Frans Kapitan waktu itu.
Siapa sangka, malam itu, malam paradoksal itu, Estrata memulai panggung. Malam Estrata bermetamorfosa : Sebermula dari KAP LAMPU GAS disulap persis Piringan Perunggu.Â
Saya mengingat ada beberapa nama lekat Estrata awal awal. Ada Om Agong, si Gondrong penggebuk Bass, Om Philipus, Om Senus, Om Pius Tatu, Om Jonas, Om Ans Payong, Abang Minggus (alm) dan penyanyi yang sering melucu naik panggung, Om Nabas Bebo.Â
Om Agong dan Om Binus pernah kami “bon” ( boyong orang lain di luar kampung ) untuk mengiringi Tamasa Band waktu menyelingi acara Pementasan Drama/Sandiwara mencari titipan Kasih oleh Pemuda Pemudi Boletala di Tana Pukeng, Lewobele Adonara Tengah beberapa tahun silam.
Sandiwara itu disutradarai Venty Lamamayan ( Tino Lamamayan), penjaga gerbang Rimba Raya Papua saat ini.Â
Lepas dari situ, saya tidak tahu persis sejak kapan ESTRATA Band punya alat music sedikit lengkap, bahkan sudah ada drum, tidak pakai lagi KAP Lampu Gas. Â
Pas misa pengresmian Kapel Amsal di kampung tahun 2008, Estrata Band naik panggung lagi. Saya kebetulan pulang liburan. Saya terpesona menyaksikan anak muda hebat hebat main band. Saya tidak bergeser dari Panggung selama Estrata menghibur. Anak anak dekat dekat sound system dan panggung. Â
Terakhir kali, saya menonton Estrata dari jarak sangat dekat, duduk di kursi para tetamu terhormat pas pesta Kristus Raja Waiwerang wilayah barat yang digelar terpusat di Kapel Beloto, Nopember 2019 lalu saat sebelum Virus Brutal Corona menghantam.Â
Di tengah tengah Estrata ada juga eks pentolan Tamasa dan Beringin Band Lelenbala. Kami menyanyi, berdolo dolo berpuas hati. Mereka yang bisa nyanyi mendendang sejumlah lagu menghibur kami. kami tak kuasa menahan rasa gembira .
Pada saat itu, Protokol ( MC/Peng-acara) mengumumkan Estrata akan meluncurkan lagu Duet perdana mereka “JAGA CINTA” dan memintakan semua boleh mendukung dengan like dan subscribe di Youtube. Siang itu, bahkan Duet Estrata, Olik dan Tantry Bothan dua kali menyanyikan lagu itu diiring punggawa Estrata, Uster, Tari, Devas, D. Tatu dll.Â
Tak lama JAGA CINTA dilaunching ke telinga pendengar, Estrata kini sudah mengirim satu buah lagu baru “MATA PEKEN” sebagai ungkapan ESTRATA kehilangan seorang sahabat baik mereka yang mungkin saja pernah menggendong speaker atau merentang kabel ke panggung Estrata. Nama sahabat mereka itu, Bernadinus Swanga.Â
Selamat untuk ESTRATA BAND.
Emma Soron Taan Rame Lewotana !
**(WN-Ola)**