ADVERTISEMENT
google.com, pub-9566902757249236, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Pesta Keluarga Kudus 2020 “Ia Menyambut Anak Itu”

Oleh : Germanus S. Atawuwur

Alumnus STFK Ledalero, Maumere-Flores

KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih,Hari ini Gereja Katolik sejagat merayakan Pesta Keluarga Kudus: Yesus Maria dan Yosef.Berkaitan dengan perayaan ini, kita mendengar kisah Maria dan Yusuf mempersembahkan Anaknya di Bait Suci. Tindakan ini mau menunjukkan bahwa mereka taat benar pada ajaran Yahudi. Bahwa setiap anak laki-laki sulung harus dibawa ke Bait Suci untuk dikuduskan bagi Allah, menurut hukum Taurat Musa. Bait Allah menjadi tujuan ziarah mereka. Karena mereka yakin sungguh bahwa di Tempat Suci itu akan ada perjumpaan kudus antara mereka dengan Bapa sebagai penyelenggara hidup dan kehidupan mereka. Perjumpaan itu ternyata menjadi sebuah perjumpaan sukacita penuh berkat.

google.com, pub-9566902757249236, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Di Bait Kudus itu sudah menunggu Simeon yang dibawa Roh Kudus.Ia seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel.  Kepadanya telah dinyatakan oleh Roh Kudus, bahwa ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan. Ia datang ke Bait Allah oleh Roh Kudus. Ketika Yesus, Anak itu, dibawa masuk oleh orang tua-Nya untuk melakukan kepada-Nya apa yang ditentukanhukum Taurat,  ia menyambut Anakitu dan menatang-Nya sambil memuji Allah, katanya:  “Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatanyang dari pada-Mu,  yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa,  yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel.” 

Simeon yang menyambut Anak itu dan menatang-Nya sambil memuji Allah melukiskan perjumpaan itu penuh sukacita. Sukacita yang membawa berkat. Mereka saling memberkati di dalam Roh Kudus. Karena itu mereka menjadi Kudus. Tidak hanya Yesus, Sang Anak, melainkan juga Maria dan Yusuf. Mereka ikut terberkati. Karena itu maka keluarga Nazareth menjadi Keluarga Kudus yang Terberkati, yang menjadi prototipe bagi keluarga kristen.

RelatedPosts

Untuk itukeluarga harus menjadi locus salvadicus,– tempat keselamatan -, menjadi sumber sukacita, bahkan menjadi berkat, tidak saja bagi penghuni dalam keluarga itu melainkan juga bagi siapa saja yang datang bertamu, siapa saja yang datang berkunjung di dalam rumah ini, baik itu kawan, bahkan lawan sekalipun. Dalam konteks itulah maka keluarga tidak bisa tidak dituntut untuk menjadi “Bait Suci”. Semua keluarga  katolik harus menjadi Ecclesia Domestica, – Gereja Rumah Tangga -.

Ketika pandemi corona virus ini mulai mewabah, kita mengalami kecemasan yang sangat, maka muncullah kebijakan strategis nasional: Bekerja dari Rumah, Belajar dari Rumah dan Ibadat di Rumah. Ketika Rumah sebagai Gereja, maka pusat perhatian setiap anggota rumah tangga ada di dalam rumah. Ketika Ruang Keluarga berubah menjadi Altar Kudus, segala suka duka hidup para anggota keluarga dipersembahkan di atas mesbah itu. Jadi bila ibadat di rumah dilakukan baik pada masa pandemi corona virus ataupun pada ibadat pada waktu-waktu lainnya sejatinya mau mengingatkan dan menyadarkan para anggota keluarga bahwa Rumah adalah Ecclesia Domestica. Maka siapapun yang ada di dalam rumah ini, baik tuan rumah maupun tamu mereka semua adalah Kudus.

Bila rumah menjadi Gereja Domestik yang berdampak pada dikuduskannya seluruh anggota keluarga  maka, anggota keluarga bertanggungjawab, untuk saling menguduskan baik dalam perkataan maupun perbuatan. Dan untuk dapat menunaikan tugas mulia itu, mereka mustinya terlebih dahulu menjadi kudus, seperti Keluarga Kudus di Nasaret.

Maka, perayaan Keluarga Kudus adalah kesempatan untuk mengintrospeksi sekaligus meretrospeksi diri. Perayaan yang menjadi kesempatan emas kita lakukan refleksi massal secara bersama-sama di Rumah Tuhan ini. Apakah Keluarga kita sudah mencontohi Keluarga Kudus Nasaret?

Sebagai cermin saya kutip tulisan yang berjudul: “Berumah Tangga Itu Ibarat Mengopi” 

“Berumah tangga itu ibarat mengopi, takarannya tidak melulu pas. Terkadang manisnya lebih terasa, tetapi pada kesempatan lain mungkin pahitnya lebih dominan. Jangan kamu hindari. Nikmati saja sampai suatu saat kamu menjadi terbiasa. Ketika rumah tanggamu sudah jadi candu bagimu, maka percayalah bahwa tidak ada tegukan yang lebih nikmat dari yang di luar sana.

Berumah tangga itu ibarat mengopi. 

Jika kamu hanya mau manisnya saja, janganlah mengopi, tapi minumlah sirup. Sirup adalah rasa manis yang dinikmati oleh mereka yang memutuskan pilihan hidup single, jomblo. Tidak ada pilihan lain, selain manis. Memang manis, tetapi tentu saja tidak senikmat kopi. Demikin pula apabila kamu hendak menikmati sensasi pahitnya saja, janganlah mengopi. Tapi minumlah jamu. Nah, itulah jomblo.

Berumah tangga itu ibarat mengopi,

para penikmat kopi adalah  orang-orang yang terlatih dalam menakar hidup. Istri pemasak airnya, suami berasnya.Dibutuhkan kerjasama yan cermat dari mulai proses hingga hasil. Orang-orang di luar sana hanya boleh melihat asap yang mengepul dan aoma wangi, tanpa perlu tahu bagaimana berantakannya dapurmu.

Berumah tangga itu ibarat mengopi,

Kadang ada pihak ketiga  yang mencampuri, otomatis menambah gurih, tapi bisa pula sebaliknya. Pihak ketiga, bisa saja ipar atau mertua. Anggaplah mereka itu krimer atau susu. Takaran mereka tentu tidak mematikan.

Namun yang perlu diwaspadai adalah campuran yang mematikan. Racun sianida. Kalo jenis ini hampir pasti mantan, atau pengagum. Maka buang jauh-jauh itu. Pastikan gelasnya bersih sebelum menuang kopi yang baru.

Berumah tangga itu ibarat mengopi…

Kamu tentu tidak suka  jika ada yang mencoba mengaduk kopi di gelas istrimu. Tapi sebaliknya, coba tanyakan juga pada dirimu, apakah kamu yakin,  bahwa kamu tidak pernah menikmati adukan kopi yang lain?

Demikianlah cemburu, Akarnya adalah ketidaknyamanan dan lebih dari itu adalah ketidakpercayaan. Karena itu, jangan sepelekan  selingkuh-selingkuh kecil, karena ia adalah awal pengkhianatan terhadap kasih sayang.

Bapa. ibu, saudara, saudari,

kopi boleh pahit, rumah tanggamu janganlah!! Agar kita tetap mengopi dalam suasana ceria penuh berkat maka mari kita tiru sikap Simeon, Menyambut Yesus Sang Bayi Natal dalam hati kita masing-masing. Sambil itu kita teladani Keluarga Kecil Nasaret, yang senantiasa pergi ke Bait Allah, untuk selalu menguduskan diri dan menerima berkat. Pada gilirannya, kita akan menjadi berkat bagi banyak orang, agar mereka pun ikut terberkati.***

Related Posts

Next Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *