Oleh : Germanus S. Atawuwur
Alumnus STFK Ledalero, Flores, NTT
KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih,
Kita memasuki Minggu Biasa I, dengan pesta Pembaptisan Tuhan. Dalam pesta ini kita dihadapkan dengan dua tokoh yang sangat Populer. Yohanes Pembaptis dan Yesus.
Yohanes Pembaptis bukanlah sebarang tokoh. Dalam ingatan orang-orang, dialah adalah tokoh suci mempesona. Dia tokoh kharismatis. Orator ulung yang menyeruhkan pertobatan di sungai Yordan. Mendengar kotbah-kotbahnya, orang banyak berbondong-bondong datang kepadanya. Mereka meminta nasehat-nasehatnya. Mereka mencari kejernihan bathin di padang gurun. Pada akhirnya, mereka meminta untuk dibaptis agar siap mendapatkan pengampunan dosa. Dalam ingatan orang-orang banyak,
Yohanes Pembaptis adalah seorang nabi, utusan Tuhan yang datang mendahului dan mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Di sungai Yordan itu dia mewartakan bahwa sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus. Pernyataan Yohanes secara tegas menunjuk kepada Yesus. Penginjil mencatat, pada waktu itu datanglah Yesus dari Nazaret di tanah Galilea, dan Ia dibaptis di sungai Yordan oleh Yohanes. Pada saat Ia keluar dari air, Ia melihat langit terkoyak, dan Roh seperti burung merpati turun ke atas-Nya Lalu terdengarlah suara dari sorga: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi , kepada-Mulah Aku berkenan.”
Meskipun Yesus lebih besar daripada Yohanes, namun Yesus bersedia untuk dibaptis. Ini merupakan tanda kerendahan hati-Nya. Dengan ini, dimulailah karya Sang Putra. Dan Ia mendapat dukungan dari Bapa dengan berkata, “Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepada-Mulah aku berkenan.”
Yesus itu adalah Anak Allah yang Kudus, lalu pertanyaannya, mengapa Yesus mau dibaptis juga? Ia bukan pendosa! Alkitab jelas mengatakan bahwa Ia adalah Anak Allah yang kudus, tak berdosa. Dari Injil Matius kita dapat mengetahui bahwa itu memang rancangan Allah bagi Yesus, yakni sebagai identifikasi diri dengan manusia yang berada dalam keberdosaan, kegagalan, dan kelemahan. Jadi keputusan Yesus untuk dibaptis berasal dari ketaatan-Nya. Baptisan merupakan perlambang dari pelayanan yang akan Yesus masuki: memungkinkan pendosa untuk bertobat, menemukan pengampunan, dan memasuki kehidupan baru. Baptisan-Nya di sungai Yordan menggambarkan penderitaan yang akan Dia alami di kayu salib, ketika Ia memikul dosa dunia. Baptisan Yesus di sungai Yordan merupakan pernyataan kasih-Nya pada dunia yang terhilang.
Air yang dipakai dalam baptisan Yohanes di sungai Yordan mengingatkan kita bahwa air itu adalah kebutuhan vital. Yesus dalam Injil Yohanes menyebut diriNya sebagai Air Kehidupan. Artinya, Yesus menjadi sumber hidup manusia yang percaya kepada-Nya. Maka penggunaan air dalam baptisan di Sungai Yordan, oleh Yohanes sebenarnya mau menunjukkan kepada orang-orang yang hadir saat itu bahwa Yesus adalah Air Hidup yang senantiasa selalu hadir dan ada dalam diri setiap orang yang percaya kepada-Nya. Jadi air sebenarnya adalah simbol keselamatan yang dijanjikan dan ditawarkan Allah kepada manusia sebagaimana nabi Yesaya menulis “ hai semua orang yang haus , marilah dan minumlah air, dan hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah! Terimalah gandum tanpa uang pembeli dan makanlah, juga anggur dan susu tanpa bayaran! Mengapakah kamu belanjakan uang untuk sesuatu yang bukan roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan? Dengarkanlah Aku maka kamu akan memakan yang baik dan kamu akan menikmati sajian yang paling lezat.”
Dengan demikian maka, Baptisan Yesus yang dialami-Nya di sungai Yordan berbeda dengan baptisan kita dewasa ini. Bahwa Yesus adalah Anak Allah yang Kudus maka baptisan Yesus bukan sebagai baptisan untuk penghapusan dosa. Yesus boleh sama seperti manusia dalam segala hal, kecuali dalam hal dosa. Sedangkan baptisan manusia dewasa ini adalah baptisan untuk penghapusan dosa, baik itu dosa asal untuk baptisan anak-anak maupun baptisan untuk penghapusan dosa asal dan dosa pribadi untuk pembaptisan orang dewasa. Baptisan Yesus menunjukkan ketaatan-Nya kepada Allah, karena itu maka ketika dibaptis Ia mendapat dukungan dari Bapa dengan berkata, “Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepada-Mulah aku berkenan.” Baptisan Yesus di Sungai Yordan adalah juga bentuk maklumat, pengumuman kepada banyak orang bahwa Yesus adalah Anak Allah yang Dikasihi Tuhan, yang diberi misi khusus oleh Allah untuk menyelamatkan manusia. Misi itu dimulai-Nya dari sungai Yordan.
Sedangkan baptisan manusia dewasa ini adalah penyatuan seseorang dengan anggota gereja, di mana orang yang dipermandikan menjadi anggota gereja. Orang yang sudah menjadi anggota gereja itu disatukan dalam keluarga besar Allah. Maka orang yang sudah masuk dalam keluarga besar Anak-anak Allah mustinya menyandang predikat:” Anak yang Allah Kasihi dan karenanya harus berkenan di hadapan Allah.
Sampai di sinilah kita akhirnya berkaca sambil bertanya pada diri sendiri:” Apakah kita, anda dan saya adalah anak-anak yang sungguh di kasihi Allah dan berkenan kepada-Nya? Bila kita jujur, mungkin kita masih jauh disebut sebagai yang dikasihi Allah, apalagi berkenan di hadapan Allah.
Menjadi orang yang berkenan di hadapan Allah bila kita menciptakan relasi yang mengalirkan hidup dengan sesama, orang yang kesepian didatangi, orang yang terkucil dirangkul. Mereka yang tidak terpandang atau malahan yang terpandang sebagai bukan seseorang, menjadi ‘seseorang.’
Saudara-saudara….Gereja meletakan Minggu Biasa I bertepatan dengan Pembaptisan Tuhan untuk menyadarkan kita bahwa sepanjang ziarah hidup kita dalam lingkaran masa liturgi ini, kita harus selalu menyadari diri bahwa kita adalah orang katolik oleh karena baptisan Air dan Roh Kudus. Karena kita adalah anak-anak Allah oleh baptisan itu, maka kita dituntut untuk menjadi orang katolik yang militan. Bukan jadi katolik abal-abal. Kita dituntut untuk menjadi orang katolik yang seratus persen, tetapi juga menjadi 100 % warga negara yang baik. Sebagai orang katolik yang seratus persen dan dan warga negara yang seratus persen pula, tugas orang katolik itu bukan untuk membaptis orang menjadi katolik, karena menjadi katolik atau tidak adalah urusan Roh Kudus; tetapi tugas orang katolik adalah bagaimana membuat baik negara dan bangsa Indonesia. Bila tugas ini diemban dengan baik maka, kita, anda dan saya adalah orang-orang katolik yang bukan biasa-biasa saja, melainkan orang katolik yang luar biasa karena kita telah masuk dalam barisan ” Orang yang Dikasihi Tuhan” dan pada akhirnya berkenan di hadirat-Nya.”