ADVERTISEMENT
google.com, pub-9566902757249236, DIRECT, f08c47fec0942fa0

POLITIK TENDER POLITIK

Oleh : Lukas Onek Narek, SH.

(Sebuah Refleksi Politik di awal Tahun, di tengah hajatan Politik Pilkada di sejumlah wilayah kabupaten/kota wilayah NTT)

Bagian Kedua

google.com, pub-9566902757249236, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Politik itu MEMBUNUH atau DIBUNUH

OETALU-NUSA TENGGARA TIMUR : WARTA-NUSANTARA.COM-Pertarungan politik pada umumnya, baik itu Pilpres, Pemilihan Legislatif maupun Pilkada sudah pasti seruh. Setiap kompetitor politik akan bersaing ketat. Berbagai jurus dan strategi sudah pasti dikeluarkannya. Baik cara halal maupun haram sekalipun, itu sudah politik baginya. Semua jurus dihalalkannya. Politik bagi mereka adalah menghalalkan segala cara. Politik itu MEMBUNUH atau DIBUNU.
Esensi politik demi kebaikan umum (bonum.comune) diabaikannya.

RelatedPosts

Dalam berpolitik, kita dihadapkan pada dua pilihan di atas yaitu MEMBUNUH atau DIBUNUH, dalam konteks perpolitikan. Tentunya orang akan lebih memilih untuk membunuh dari pada dibunuh. Mendingan musu politik dihabisin dari pada dihabisin. Politik memang kejam.

Beragam cara yang digunakan para kompetitor politik untuk merebut kekuasaan, meskipun cara haram sekali pun. Prinsip mereka, yang penting kekuasaan dirai. Apapun caranya, pokoknya menang dulu. Inilah realita perpolitikan di NTT, bahkan secara nasional bahkan mendunia.

Kandidat berduit dapat mencekali kandidat lainnya atau kompetitornya dengan membeli habis partai-partai pengusung. Kandidat atau lawan politiknya tak berdaya karena semua partai pengusung sudah dibeli habis. Ada partai yang sudah putuskan untuk mengusung kandidat tertentu, namun dalam beberapa waktu kemudian, bahkan detik berubah pilihan ke kandidat lainnya karena lebih besar setorannya. Tidak ada pilihan lain adalah dengan memilih independen. Namun hal ini sudah terlambat karena jadwal pemilu sudah bergeser agendanya. Inilah Politik Tender Politi ala partai-partai.

Cara kejam lain yg dilakukan kompetitor politik untuk membunuh lawan politik dengan merebut, mengambil alih semua tim sukses lawan dengan bayaran mahal melebihi kandidat yang diusungnya awal. Tim sukses berpura2, seolah-olah tim sukses handalnya. Ternyata telah berkhianat, menjadi yudas bagi calonnya sendiri. Dia berpura-pura setia menjadi tim sukses namun hanya untuk memeras habis uangnya kandidat. Praktek politik semacam ini kita sebut Praktek Politik Kaki Seribu atau lazim orang sebut Politik Dua Kaki.

Inilah realita moral politik bangsa inl
Realita praktek politik ini sesungguhnya menggambarkan betapa kerdilnya moralitas politik bangsa ini. Praktek politik sudah tidak beradab, tidak bermoral dan bermartabat lagi. Apalagi pemilihan legislatif dominasi pemilihan figur perseorangan dari pada partai itu sendiri.

Hal ini sangat berpotensi saling menginjak, saling menjilas, saling membunuh walau sedang berada dalam satu partai. Egoisme diri menjadi begitu dominannya sehingga teman sekali pun dilibasnya karena uang, barang atau pembunuhan karakter lawan menjadi andalan. Kasihan figur berkualitas terpaksa terkapar tak berdaya karena keterbatasan duit atau berpolitik santun. Bagi masyarakat pemilih, konstituen, uang, menjadi segalanya sehingga yang dipilihnya adalah kandidat atau calon yang berduit.

Menghadapi realitas praktek politik partai-partai dan masyarakat yang kian meninggalkan peradaban dan moralitas manusia maka peran penting para pengambil kebijakan, para tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat menjadi sangat-sangat penting.
Bilakah semua komponen ini dapat berjalan sinergis mengatasi realitas politik tender politik ini. Semua kembali kepada diri kita sendiri atau kembali pada keterpanggilan semua elemen masyarakat.

Oetalu, Kupang 20 Januari 2021

LUKAS ONEK NAREK, SH

Related Posts

Next Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *