Oleh : Lukas Onek Narek, SH.
(Sebuah Refleksi Politik di awal Tahun, di tengah hajatan Politik Pilkada di sejumlah wilayah kabupaten/kota wilayah NTT)
Bagian Keempat
Praktek Tender Fee Proyek
SOE-TIMOR TENGAH SELATAN-NTT : WARTA-NUSANTARA.COM-Agaknya lucu membaca terminologi Praktek Tender Fee Proyek. Lazim orang tauh hanyalah istilah Tender Proyek. Pengajuan penawaran kerja secara tertulis disertai kelengkapan dokumen kepada pihak pemilik proyek. Kalau memenuhi syarat makan akan dibuat dokumen kontrak kerja. Itu yang dipahami sebagai Tender Proyek. Beda jauhnya dengan istilah Tender Fee Proyek. Praktek Tender Fee Proyek sesungguhnya merupakan salah satu akibat dari Praktek Politik “Tender Politik”.
Sesungguhnya apa itu Fee Proyek ? Kata Fee berasal dari bahasa Inggris asal kata Feondo bahasa Latin artinya biaya atau ongkos. Sangat bertautan dengan imbalan kerja jasa.
Fee Proyek artinya biaya yang didapat dari jasa mengerjakan sebuah proyek. Bagi pemilik proyek artinya, biaya yang dikeluarkan untuk membiayai sebuah proyek.
Anehnya, istilah Fee Proyek di sejumlah wilayah di NTT termasuk kabupaten Lembata sendiri Fee Proyek menjadi istilah yang santer sekali diperbincangkan. Agaknya terbalik. Praktek fee proyek ini seharusnya diberikan pemilik proyek kepada jasa kontraktor karena jasa mengerjakan proyek, tetapi justru kontraktor yang seolah wajib memberikannya kepada pemilik proyek. Kontraktor siapa pun wajib menyetor fee proyek kepada pemilik proyek. Penyetorannya pun, bukannya dilakukan di akhir pelaksanaan proyek namun dilakukannya di awal pengerjaan sebuah proyek.
Praktek Fee Proyek ini menjadi sangat marak. Mustahil, kontraktor dapat mengerjakan sebuah proyek tanpa didahului dengan penarikan fee proyek. Kontraktor tidak menyerakan fee proyek di awal pengerjaan proyek, jangan pernah harap kontraktor akan dapat mengerjakan proyek tersebut walau sudah memenangkan tender. Proyek dapat dengan mudah beralih tangan ke kontraktor lain hanya karena lamban atau tidak menyetor fee proyek.
Banyak kontraktor, apalagi kontraktor kecil menjadi tak berdaya ketik mendengar kata fee proyek. Fee proyek semacam sudah menjadi kewajiban bagi kontraktor untuk menyetornya ke pihak pemilik proyek. Praktek haram ini berlangsung lama namun sulit diungkap, bagai bauh kentut yang hanya bisa dicium namun susah untuk dijamanya.
Lebih kejamnya lagi praktek fee proyek ini ditenderkan. Semacam Praktek Tender Fee Proyek. Jadi, bukan saja fisik proyeknya ditenderkan tetapi fee proyek yang ditarik pemilik proyeknya pun ditenderkan. Kontraktor mana yang menyetor fee proyek lebih besar, dialah yang akan berhak mengerjakan proyeknya.
Misalkan standar fee proyek bagi pemilik proyek 15 persen dan ada kontraktor yang sudah menyetorkannya tetapi ada kontrktor nakal yang menyalib kontraktor tersebut dengan menyetor fee lebih dari 20 persen maka kontraktor tersebut berhak mengerjakan proyek tersebut walau dokumen penawarannya yang diduga tidak lolos dapat diloloskan.
Itulah mafia mal praktek Tender Fee Proyek.
Mal praktek tender-tenderan proyek di nusa ini berakibat pengerjaan proyek asal-asalan, mutuh proyek sangat rendah, proyek berantakan, kontraktor lari meninggalkan proyek di lapangan karena merugi dan beragam masalah lainnya. Baik kontraktor pelaksana maupun penerima fee proyek serasa tak ada beban moril. Gambaran manusia yang tak bernurani. Kasihan nusaku yang terus tertinggal dalam era kompetitif ini.
Mafia mal praktek tender proyek ala Tender Fee Proyek ini sesungguhnya dapat dibasmi. Butuh peran semua pihak. Kejujuran dan keberanian kontraktor untuk mengungkapkannya ke publik atau berani membawahnya ke rana hukum. Kalau kontraktor bersinergi dengan masyarakat, maka kasus praktek fee proyek maupun praktek tender fee proyek ini dapat dibasmi. Rakyat bersama kontraktor memproses hukum pemilik proyek yang gandrungan memungut fee proyek atau melakukan praktek tender fee proyek.
Harapan semua kita juga adalah peran besar para tokoh agama untuk membangun mentalitas, moralitas dan komitmen keterpanggilan aparatut negara, aparat kepolisian, aparat kejaksaan, kehakiman, para auditor BPK, aparat KPK dan elemen masyarakat lainnya untuk membangun nusa tercinta dengan totalita pelayanan dirinya. Peran besar tokoh agama dalam pendekatannya sangat penting membawah kembali umatnya ke jalan yang benar. Hal ini sangat diharapkan tokoh-tokoh agama selalu bersikap netral dan selalu bersih diri, tidak terjebak praktek persekutuan busuk dengan kaum kapitalis dan para penguasa agar dapat didengar dan diteladani oleh umatnya. Artinya punya wibawah yang bisa dapat disegani, dihormati, dihargai, bahkan diteladani oleh semua pihak. Mudah-mudahan tahun 2021, tahun penuh rahmat buat nusa Flobamora tercinta.
Soe, 23 Januari 2021
LUKAS ONEK NAREK, SH