Oleh : Germanus S. Atawuwur
Kotbah Minggu Biasa V/B/2021
KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM-Adalah Muder Teresa dari Kalkuta-India. Berawal ketika ia bepergian ke Biara Loreto di Darjeeling untuk retret tahunan via kereta. Saat itu, dia mendengar adanya panggilan dari Yesus Kristus. Kristus menyuruhnya untuk menanggalkan jabatan sebagai guru, dan fokus berkarya di Kalkuta untuk menolong orang miskin dan sakit. Terhadap panggilan itu Muder Teresa menyebutnya: “Panggilan di atas panggilan.”Dia kemudian menulis dalam catatan hariannya:” Itu adalah perintah. Tidak melakukannya sama artinya dengan saya mengingkari iman saya,” kata Teresa saat itu.
Dia memulai tugasnya sebagai misionaris pada 1948, dengan menanggalkan pakaian biara, dan mengenakan kain shari putih dengan pinggiran biru untuk melayani orang lapar, telanjang, tunawisma, orang cacat, orang buta, penderita kusta dan semua orang yang merasa tidak diinginkan,tidak dicintai, tidak diperhatikan seluruh masyarakat, orang yang telah menjadi beban bagi masyarakat dan dihindari oleh semua orang.
Dia kemudian menulis dalam diarynya: “Tuhan ingin saya masuk dalam kemelaratan. Hari ini saya mendapat pelajaran yang baik. Kemelaratan para orang miskin pastilah sangat keras. Ketika saya mencari tempat tinggal, saya berjalan dan terus berjalan sampai lengan dan kaki saya sakit. Saya bayangkan bagaimana mereka sakit jiwa dan raga, mencari tempat tinggal, makanan dan kesehatan. Kemudian kenikmatan Loreto datang pada saya. ‘Kamu hanya perlu mengatakan dan semuanya akan menjadi milikmu lagi, kata sang penggoda.
Sebuah pilihan bebas, Tuhanku, cintaku untukmu, aku ingin tetap bertahan dan melakukan segala keinginan-Mu merupakan kehormatan bagiku. Aku tidak akan membiarkan satu tetes air mata jatuh karenanya.”
Muder Teresa mendapatkan izin dari Vatikan pada tanggal 7 Oktober 1950 untuk memulai sebuah kongregasi, yang kemudian menjadi Konggregasi Misionaris Cinta Kasih yang mempunyai misi untuk merawat orang – orang sebagaimana saya sebutkan di atas.
Selama lebih dari 45 tahun, ia berkarya di India, melayani mereka yang miskin, sakit, yatim piatu dan sekarat, sambil membimbing ekspansi Konggregasi Misionaris Cinta Kasih dari India ke seluruh dunia. Selama hidupnya Muder Teresa telah menjalankan 610 misi di 123 negara, yang menjalankan berbagai karya amal seperti Panti jompo, Rumah penampungan para penderita HIV/AIDS, lepra dan TBC, program konseling untuk anak dan keluarga, panti asuhan, dan sekolah. Karena karya kemanusiaannya ini, Muder Teresa sempat mendapatkan Hadia Nobel.
Dia meninggal pada 5 September 1997. Jenazahnya disemayamkan di St Thomas, Kolkata, selama sepekan sebelum dimakamkan. Dia mendapat pemakaman negara sebagai bentuk terima kasih atas jasanya terhadap warga miskin. Terhadap kematian Teresa tahun 1997, Ratu Elizabeth II dari Inggris mengatakan bahwa Teresa “akan terus hidup dalam hati semua orang yang merasakan sentuhan kasihnya.”
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih,
Setelah minggu yang lalu kita mendengar Yesus mengajar di Bait Allah di Kapernaum dan mengusir roh jahat, hari ini penginjil yang sama melanjutkan kisah perjalanan Yesus dengan karya-karya kemanusiaan yang dilakukan-Nya, seperti cerita injil hari ini:” Sekeluarnya dari rumah ibadat di Kapernaum, Yesus dengan Yakobus dan Yohanes, pergi ke rumah Simon dan Andreas. Ibu mertua Simon terbaring karena sakit demam. Yesus pergi ke tempat perempuan itu, dan sambil memegang tangannya Yesus membangunkan dia, lalu lenyaplah demamnya. Menjelang malam, dibawalah kepada Yesus semua orang yang menderita sakit dan yang kerasukan setan. Yesus menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit, dan mengusir banyak setan.”
Yesus tidak berhenti mewartakan injil dan menyembuhkan orang di Kapernaum. Yesus berkeliling sambil berbuat baik. Karena itu injil terus mencatat:”Keesokan harinya, waktu hari masih gelap, Yesus bangun dan pergi ke luar. Tetapi Simon dan kawan-kawannya menyusul Dia. Waktu menemukan Yesus, mereka berkata, “Semua orang mencari Engkau.” Jawab Yesus, “Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana pun Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang.” Lalu pergilah Yesus ke seluruh Galilea, memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat mereka dan mengusir setan-setan.”
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih,
Yesus benar-benar komitmen pada misi perutusan-Nya sebagaimana terlukis dalam cerita penginjilhari ini. Komitmen ini kemudian diikuti secara total oleh Paulus, sebagaimana pernyataannya dalam bacaan II tadi:” Celakalah aku jika tidak memberitakan Injil. Sebab hal itu adalah keharusan bagiku.Maka pemberitaan itu adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku.”
Paulus merasa adalah sebuah kewajiban baginya untuk terus-menerus mewartakan Sabda Tuhan. Seperti Yesus Kristus Sang Guru, Dia total mewartakan Sabda Allah. Dia mewartakan injil tanpa upah. Bahkan dia sampai mengatakan celakalah dia apabila dia tidak mewartakan injil. Karena dia mempunyai keyakinan kuat bahwa pemberitaan tentang injil adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggung Allah kepadanya, ketika awal mula dia dipanggil di Damsyik.
Bahkan kemudian, Paulus menyebut dirinya sebagai “rasul bagi bangsa-bangsa non-Yahudi” (Roma 11:13). Dia membuat usaha yang luar biasa melalui surat-suratnya kepada komunitas non-Yahudi untuk menunjukkan bahwa keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus adalah untuk semua orang, bukan hanya untuk orang Yahudi saja.
Oleh karena pekerjaannya yang luar biasa inilah Paulus dijadikan seorang Santo (orang suci) oleh seluruh gereja yang menghargai santo: Katolik Roma, Ortodoks Timur, dan Anglikan, dan beberapa denominasi Lutheran. Dia berbuat banyak untuk kemajuan Kristen di antara para orang-orang bukan Yahudi, dan dianggap sebagai salah satu sumber utama dari doktrin awal Gereja, dan merupakan pendiri kekristenan bercorak Paulin/bercorak Paulus. Surat-suratnya menjadi bagian penting Perjanjian Baru. Banyak yang berpendapat bahwa Paulus memainkan peranan penting dalam menjadikan agama Kristen sebagai agama yang berdiri sendiri, dan bukan sebagai sekte dari Yudaisme.
Bapa, ibu, saudara dan saudari yang terkasih,
Muder Teresa yang kemudian digelari orang kudus, santu Paulus yang menyebut dirinya sebagai rasul para bangsa dan Yesus Kristussendiri adalah tiga figur yang komitmennya tidak main-main terhadap pewartaan sabda Allah. Mereka mewartakan Injil melalui perkataan dan perbuatan.
Jika demikian maka pertanyaannya adalah, bagaimana dengan kita yang menyebut diri Pengikut Kristus? Disebut apakah kita ini? Rasul-Rasul post modern? Pewarta milenial? Rasul-rasul di tengah wabah covid?
Dalam konteks menjadi pewarta di era pandemi corona virus, Paulus jauh-jauh hari sudah nasehati muridnya Timotius:
“Beritakanlahfirman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran. (2 Tim.4:2)” Jadi, biar kita sedang berada dalam badai pandemi corona virus, sebagai era yang sangat tidak baik, kita tetap menjadi pewarta Allah, dengan selalu berkiblat pada ajakan Yesus dalam injil hari ini:”Marilah kita pergi ke tempat lain, supaya di sana pun Aku memberitakan Inji.”Maka kapan pun, di mana pun anda dan saya berada, ingatlah pesan penting Paulus:”kamu adalah kitab terbuka yang dikenal dan dibaca oleh semua orang” (2 Kor 3:2).”*** |