Oleh : Germanus S. Atawuwur
Alumnus STFK Ledalero, Flores, NTT.
Kej. 22:1-2.9a.10-13.1-18; Rom.8:31-34; Injil Mrk.9:2-10
KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih,
kita memasuki minggu prapaska II. Injil menceritakan tentang transfigurasi Yesus, – perubahan rupa Yesus-. Ketika menyaksikan perisiwa itu, Petrus begitu terpesona. Ia langsung berkata kepada Yesus:” Rabi, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.”
Saat transfigurasi, terdengar suara yang memberikan konfirmasi tentang identitas Yesus sebagai Anak Allah (ayat 7). Ini menegaskan pernyataan yang terdengar pada saat Yesus dibaptis (Mrk. 1:11). Konfirmasi ini mau menyatakan bahwa kemuliaan Kristus melebihi Musa dan Elia (bdk. Ul. 18:15; Mzm. 2:7; Yes. 42:1). Sebagai Anak Allah, kuasa dan otoritas-Nya mengatasi para nabi.
Pasca Kemuliaan di Tabor, Yesus melarang agar para murid jangan menceriterakan kepada seorangpun apa yang telah mereka lihat itu, sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati. Mereka memegang pesan tadi sambil mempersoalkan di antara mereka apa yang dimaksud dengan “bangkit dari antara orang mati.” Kepada mereka yang tidak mengerti itu, Yesus bertanya kepada Petrus, bagaimanakah dengan yang ada tertulis mengenai Anak Manusia, bahwa Ia akan banyak menderita dan akan dihinakan?
Apakah pertanyaan ini kemudian dimengerti oleh Petrus dan kedua murid saat itu juga? Tidak. Lalu, apakah kita para pembaca sekaligus pendengar ini mengerti tentang apa yang dikatakan oleh Yesus kepada mereka? Bila kita memeriksa metodologi tulisan Markus untuk dapat memahami maksud Yesus, kelihatannya semakin sulit. Karena Markus menulis injilnya tanpa memperhatikan runutitas kisah Yesus. Markus tidak menulis kisah tentang Yesus secara runut. Jadi dari sisi ini, kita mengalami kesulitan untuk memahami maksud Yesus di atas.
Untuk dapat memahami maksud Yesus yang mengatakan bahwa Anak Manusia akan banyak menderita dan akan dihinakan, satu-satunya jalan adalah memeriksa inti pewartaan Markus dalam injil ini. Inti Pewartaan Markus tentang Yesus Krisus adalah, Yesus sebagai Ebed Yahwe, – Hamba Allah yang menderita -.
Sebagai Ebed Yahwe, Yesaya melukiskan dalam nubuatnya:” Banyak orang akan tertegun melihat dia begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.
Oleh ahli tafsir Kitab Suci, Ebed Yahweh adalah Hamba Tuhan yang menderita. Ebed Yahwe itu mereka mempersonifikasikan dalam diri Yesus Putra Allah sendiri. Bahwa melalui penderitaan-Nya Dia sebenarnya mengambil alih tempat banyak orang yang seharusnya menderita, sehingga penderitaannya bukan dari dirinya sendiri.
Masih dalam suasana kemuliaan Tabor, Yesus menunjukan salah satu misi ilahi khusus yang Dia harus laksanakan adalah kematian-Nya.
Maka mereka tidak berhenti pada pemuliaan-Nya di Tabor oleh Bapa-Nya sendiri. Dia harus turun dari Tabor, untuk menjalankan missi-Nya sebagai Hamba Yahwe yang menderita. Karena iu Yesus mulai membuka mata murid-murid-Nya bahwa ada tertulis mengenai Anak Manusia, bahwa Ia akan banyak menderita dan akan dihinakan.
Saudara-saudara……
Penegasan Allah bahwa Yesus adalah Anak Allah yang kepada-Nya Dia berkenan di satu pihak untuk tetap menguatkan Yesus, bahwa apapun kondisi Yesus terlebih-lebih ketika Dia mengalami penderitaan yang begitu keji, Dia tetap Putra terkasih. Dia tetap berkenan di hati Allah. Allah sebagai Bapa-Nya, tidak akan meninggalkan Dia. Tafsir ini tentu relevan dengan kegelisahan bahkan ketakutan dan kegentaran Yesus yang dialami Yesus di taman Getsemani, sebagaimana dikatakan-Nya kepada ketiga murid-Nya:” Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. (Mrk. 14:34). Dalam ketakutan itu Dia berdoa kepada Bapa-Nya:” Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini daripada-Ku tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki melainkan apa yang Engkau kehendaki.” (Mrk. 14: 36). Yesus berdoa agar sekiranya mungkin saat itu berlalu daripada-Nya.
Sekali lagi, Markus menulis injilnya dengan tidak mengacu pada sebuah metodologi yang baik. Maka dari itu berkenaan dengan beradanya kita pada masa puasa untuk memperingati penderitaan Yesus ini, kita patut bertanya dalam konteks Yesus sebagai Hamba Allah yang menderita, sesudah turun dari gunung Tabor, Yesus ke mana? Dalam konteks ini tidak bisa tidak, dari Gunung Tabor Yesus bersama para murid-Nya pergi ke Taman Getzemani, untuk memulai penderitaan-Nya (dk. Mrk. 14:32-15:47).
“Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia,” dapat ditafsir bahwa ucapan Allah ini mau mengatakan kepada murid-murid Yesus bahwa Yesus itu adalah Anak-Nya sendiri yang sangat Dia kasihi. Karena sangat dikasihi-Nya, maka Ia sendiri memuliakan Putra-Nya sendiri. Kemuliaan yang diberikan Bapa kepada Putra-Nya tidak sebanding dengan kemuliaan siapapun manusia di muka bumi. Karena kemuliaan yang diberikan ini adalah kemuliaan ilahi.
Karena kekuatan kemuliaan Tabor inilah, sehingga pasca doa Yesus di Getsemani, Dia menjadi teguh-kuat untuk menunaikan missi penyelamatan-Nya. Karena itu, Yesus dengan tegar mengatakan kepada ketiga murid-Nya:” Saatnya sudah tiba, lihat, Anak Manusia diserahkan ke tangan orang-orang berdosa. Bangunlah, marilah kita pergi, Dia menyerahkan Aku sudah dekat.” (Mrk. 14.41-42).
Bapa, ibu, saudara-saudari,
Karena rahmat permandian, kita, anda dan saya adalah juga Putra Allah. Menjadi orang yang dikasihi Allah. Tetapi bila kita jujur, kita kadang kurang berkenan di hati Allah.
Karena bukankah kita adalah orang yang turut berkontribusi untuk ikut menambah berat Salib Yesus? Bukankah kita bahkan turut memaku Yesus melalui perkataan dan perbuatan kita?
Terus, bagaimana kita menjadi Putra Terkasih dan Berkenan di Hati Allah? Pada masa puasa ini mari kita renungkan pesan Uskup Sorong:” Swab hatimu dengan Firman Tuhan, Vaksin jiwamu dengan berdoa, maskerlah mulutmu dari ujaran kebencian dan fitnah, cucilah tanganmu dari berbagai kotoran dan jagalah selalu jarak dari dosa-dosa yang sering dilakukan.” ***