Oleh : Germanus S. Atawuwur
Alumnus STFK Ledalero
KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, saudara, saudari ytks,
Minggu Pra Paskah III menampilkan kisah Yesus membersihkan / mengembalikan fungsi Bait Allah sebagai Rumah Allah yang Kudus. Maka hemat saya, injil hari ini adalah rangkuman injil minggu prapaskah I dan II yang mau mengatakan kepada kita bahwa Bait Allah adalah “Padang Gurun Baru”, tempat perjumpaan kita dengan Allah untuk memuliakan nama-Nya yang Kudus.
Hari ini injil mencatat bahwa mendekat hari Paskah orang dari berbagai penjuru dunia berbondong-bondong datang ke Bait Allah di Yerusalem. Mereka akan beribadah kepada Tuhan. Karena bagi orang Yahudi, peristiwa Paskah adalah peristiwa yang sangat besar di dalam sejarah hidup orang Israel karena Tuhan telah membebaskan mereka dari perbudakan Mesir dan menghantar mereka keluar dari perbudakan Mesir.
Di Bait Suci, para peziarah ini harus mempersembahkan sejumlah uang dan binatang yang harus melewati proses “uji kepatutan dan kelayakan” oleh otoritas Bait Suci, sebagaimana yang ditetapkan oleh Hukum Taurat. Binatang untuk korban persembahan itu harus diinspeksi oleh inspektur departemen kehewanan pada waktu itu. Kalau inspektur itu mengatakan binatang ini tidak lewat uji cacat, maka binatang yang dibawa atau yang sudah ada di tangan itu tidak bisa dikorbankan di Bait Allah.
Bila persembahan mereka tidak lolos uji maka mereka harus menggantikannya dengan binatang lain, – yang tentu musti lolos seleksi -. Inilah yang dilihat sebagai kesempatan oleh para pedagang itu. Bukankah lebih mudah jika mereka yang menyediakan korban itu? Jadi orang-orang yang datang dari jauh tidak usah repot-repot bawa sendiri. Tinggal beli di Bait Suci. Apakah yang salah dari hal ini? Bukankah mereka menolong orang lain dengan menyediakan binatang untuk dikorbankan bagi mereka? Semua ini merupakan argumen yang akan dikemukakan untuk membuat kegiatan mereka sah. Argumen ini yang kita namakan rasionalisasi , – pembenaran diri – untuk “membenarkan” perbuatan mereka.
Di Pelataran Bait Suci itu sebagai tempat beribadah orang Yahudi, dialih-fungsikan dan peruntukannya serta diubah menjadi tempat jual beli dan tempat penukaran mata uang resmi yang diakui oleh otoritas Bait Allah pada waktu itu.
Pada waktu Yesus masuk ke Bait Suci, para pedagang berjualan beraneka jenis hewan piaraan dan penukaran uang di pelataran bait suci. Padahal pelataran itu diperuntukkan bagi orang non Yahudi ( orang Yuniani) untuk beribadah kepada Tuhan dan mengenal Tuhan. Hari itu Yesus melihat tempat itu menjadi “sarang penyamun.”
Yohanes dengan teliti mencatat kalimat dari Yesus Kristus, “Engkau menjadikan rumah doa Bapa-Ku menjadi sarang penyamun!”
Kondisi yang hingar-bingar dan hiruk pikuk dengan suara-suara binatang, bunyi gemerincing uang yang ditukar, memicu kemarahan Yesus. Dia mengambil cambuk dan dengan cambuk di tanganNya Yesus menyatakan kemarahan-Nya. Yohanes mencatatnya, murid-murid mengingat kalimat yang ada di dalam kitab suci.” Cinta untuk RumahMu menghanguskan Aku (Yohanes 2:17). Kalimat ini muncul di Mazmur 69:10 “Sebab cinta untuk RumahMu menghanguskan aku dan kata-kata yang mencela Engkau telah menimpa aku.” Yesus menyatakan kemarahan-Nya.
Apakah kemarahan Yesus kali ini harus ditafsirkan sebagai wujud hilangnya belas kasihan-Nya kepada para pedagang dan penukar uang di Bait Suci? Kepada orang yang emosionalnya tinggi, kita gampang maklum dan mengerti kalau orang itu marah-marah. Tetapi kemarahan Yesus yang berkarakter sabar, murah ampun, gampang menerima, suka berkorban dan selalu berusaha mencari yang terbaik, tiba-tiba marah, kita cepat berkesimpulan bahwa pasti ada yang tidak beres dan sudah keterlaluan. Dengan kacamata pandang seperti itu kiranya kita harus melihat dan menilai kemarahan Yesus sebagai kemarahan kudus, karena bagi Yesus, Bait Suci telah dicemarkan. Secara tidak langsung artinya Allah yang adalah Bapa-Nya telah dihina; Bait Allah, tempat pelataran telah didesakralisasi sedemikian rupa; Bait Suci ini telah didesakralisasi menjadi sarang penyamun. Inilah alasan utama kemarahan Yesus.
Kemarahan Suci Yesus mau menyadarkan mereka bahwa tempat yang kudus tidak boleh berubah fungsi, Bait Allah tidak bisa dialih-fungsikan karena ini adalah tempat yang kudus yang didedikasikan untuk beribadah kepada Tuhan. Jadi kemarahan Yesus untuk mengembalikan fungsi yang sebenar-benarnya bahwa Bait Suci adalah tempat yang kudus, di mana umat Tuhan datang kepada-Nya untuk berdoa, untuk memuji Tuhan dan untuk memandang kepada Dia, Tuhan yang tidak kelihatan.
Yesus menilai bahwa Bait Allah adalah “Padang Gurun Baru”, yang sejatinya memiliki keheningan agung untuk berjumpa dengan Tuhan dan memuliakan-Nya sembari menimba inspirasi bagi hidupnya.
Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih,
Pada masa pandemi corona virus yang masih mendera dunia ini, acapkali gereja-gereja ditutup rapat. Pintu-pintu gereja digembok. Ibadat dilakukan di rumah masing-masing. Rumah menjadi Gereja Domestic. Maka rumah kita masing-masing adalah juga Bait Suci. Karena sebagai Bait Suci, rumah harus punya saat teduh, anggota keluarga patut menciptakan saat hening untuk berjumpa dengan Tuhan dalam doa-doa keluarga. Bapa keluarga menjadi imamnya. Kamar Keluarga menjadi Pelataran Suci dan setiap anggota keluarga adalah tabernakel. Karena setiap orang menurut santu Paulus dalam (2 Kor. 6:16) mengatakan bahwa kita adalah bait-bait Allah yang hidup. Tubuh ini adalah bait Allah dimana Roh Allah berdiam di dalam diri kita.
Bila kita adalah Bait Allah yang hidup, maka marilah dengan jujur kita memeriksa diri: apakah kita sudah secara pantas melaksanakan firman Tuhan sebagaimana yang kita dengar dalam bacaan I tadi? Apakah kita sudah menjadikan Firman Tuhan sebagai pedoman hidup dan terang bagi langkah kita sebagai cara kita memuliakan Tuhan sebagai penenun hidup kita?
Di samping itu, mari kita memeriksa diri, ketika kita sedang berada di dalam Gereja, ketika kita sedang bersama-sama memuliakan Tuhan. Apakah kita sudah benar-benar menjadikan Gereja sebagai perjumpaan mesra dengan Tuhan dalam seuntai doa dan nyanyian puji-pujian? Bila kita jujur kadang sikap dan perbuatan kita bisa mencemarkan Rumah Allah. Rumah Tuhan secara sadar sudah beralih fungsi menjadi “pasar”, di mana orang tanpa malu berbicara atau berbisik-bisik dalam perayaan ekaristi. Rumah Tuhan berubah fungsi jadi “rumah makan” di mana anak-anak berkesempatan untuk makan jajan.
Rumah Tuhan juga kadang berubah fungsi jadi tempat perlombaan koor. Bila bernyanyi baik mendapat applause yang meriah yang anehnya dimotori imam sendiri; Rumah Tuhan kadang berubah jadi counter HP, di mana ada orang tertentu merasa bebas untuk bermain hp. Rumah Tuhan kadang berubah jadi fashion show, di mana ada ibu dan gadis tertentu yang berlomba-lomba dengan mode rambut terkini, dengan memakai blus “you can see” dibalut dengan rok di atas lutut plus sepatu hak tinggi.
Inilah “litani” bentuk pencemaran masa kini, oleh kita terhadap rumah Tuhan. Maka adalah saat yang tepat Yesus patut menegur sekaligus mengingatkan kita bahwa Rumah Tuhan adalah Rumah Doa. ***