SOLOR BARAT : WARTA-NUSANTARA.COM-Puskesma Ritaebang, Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur (Flotim) bertekad menargetkan Zero Stunting atau Bebas Stunting pada Tahun 2024 mendatang. Hal serupa juga dilakukan Pemerintah Kabupaten Flores Timur hingga kini masih menaruh perhatian pada kasus stunting di wilayahnya.
Pemkab Flotim sebetulnya sudah menggerakkan aksi mengurangi kasus stunting sejak Tahun 2018 dengan Program Gempur Stunting dan PMT Gerobak Cinta, Upaya yang telah dilakukan dengan pemberian bantuan makanan bergizi bagi bayi balita, Stunting under weigh, dan wasting di Puskesmas Puskesmas Berada di Flores Timur dan juga Desa Desa di sejumlah pelosok terus ditingkatkan, contohnya Puskesmas Ritaebang gelar penyuluhan Stunting di Desa Lamaole Kecamatan Solor barat Kabupaten Flores Timur NTT” Sabtu 06/21
“Pengelola Gizi Puskesmas Ritaebang, Fransika Ida suyati, menjelaskan,total secara kecamatan di Solor Barat Kabupaten Flores Timur NTT, 111orang anak mengalami stunting di antaranya, 30 orang anak berusia dibawah 2 tahun dan 81 Anak berusia diatas 2 Tahun Adapun Desa Penyumbang angka Stunting tertinggi yaitu Desa ongalere dengan Total 15 orang anak dan Desa kalelu 13 orang anak”
Melihat hal tersebut, ” Fransiska mengatakan seluruh kecamatan Solor barat khususnya Desa ongalere dengan Angka 15 orang anak dan yg ke dua Desa kalelu angka 12 orang anak perlu mengambil langkah inovatif untuk tetap berupaya menekan angka stunting.
“Harus dilakukan inovasi mesikpun di era covid-19 kita bisa melakukan percepatan penurunan stunting namun dalam kondisi aman,” kata Ahli Gizi Fransiska Ida suyati Tenaga Pengelola Gizi Puskesmas Ritaebang,dalam wawancara bertajuk Inovasi Percepatan Penurunan Stunting di Era Pandemi Covid-19.
Sementara itu, Fransiska berharap harus Dukungan kerja sama berbagai lintas sektor agar dapat menekan Angka stunting ini menjadi” zero Stunting di wilayah Kecamatan Solor barat. “Kita harus berpikir inovasinya apa. Jangan berpikir dan bertindak seperti biasa saja. Kita harus bertindak yang tidak seperti biasa,” kata Fransiska”
Kuncinya, pola asuh, karena pola asuh akan mempengaruhi Pola makan, kepatuhan orang tua atau keluarga sasaran untuk mau memperbaiki status Gizi anak dari hari ke hari karena anak adalah aset, perhatikan makan harus berfariasi sesuai pedoman isi piringku, perhatikan 3 J ( jadwal makan, jenis makanan harus berfariasi, jumlah harus sesuai dengan kebutuhan per usianya, ketersediaan air bersih dan haigene sanitasi, diperhatikan dan perilaku hidup bersih dan sehat Ketahanan pangan keluarga termasuk asupan makanannya,” lanjutnya.Adapun, semua pihak mulai dari pemerintah, fasilitas pelayanan kesehatan, hingga masyarakat harus mendukung hal tersebut
“Ibu dan keluarga, kader kesehatan, hingga kepala desa, perlu membangun model desa tahan gizi,” ungkapnya.Selain itu, puskesmas dan posyandu juga harus menerapkan metode jemput bola agar pemantauan tumbuh kembang anak tetap bisa dilakukan di masa pandemi covid-19. **(WN-PP).**