KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM-Advokat Peradi dan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Wilayah NTT (TPDI-NTT), Meridian Dewanta, SH menyatakan sikap dan pandangan hukum bahwa ada lima alasan Kejati NTT, Yulianto layak dicopot oleh Jaksa Agung. Mengapa ? Karena, Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT Yulianto didaulat oleh Jaksa Agung RI Burhanuddin untuk menempati jabatan sebagai Kajati NTT menggantikan Pathor Rahman berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Kep-IV-307/C/05/2020 tertanggal 30 April 2020. Namun hampir setahun berlalu sejak Kajati NTT Yulianto menduduki jabatannya tersebut, kami justru memiliki alasan-alasan yang memadai bagi Jaksa Agung RI Burhanuddin agar segera mencopot Kajati NTT Yulianto dari jabatannya tersebut. Demikian Rilis yang dikirim Advokat, Meridian Dewanta ke Redaksi WARTA NUSANTARA, Senin, 22/3/2021.
Menurut Meridian Dewanta, Alasan kesatu, pada pertengahan tahun 2020 saat Kejaksaan Tinggi NTT memulai proses penyidikan terhadap kasus korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya yang merugikan negara senilai Rp 127, Kajati NTT Yulianto tidak mampu mencegah terjadinya konflik kepentingan dalam proses penyidikan perkara korupsi dimaksud, sebab Kajati NTT Yulianto tetap memberi keleluasaan terhadap keberadaan Jaksa Henderina Malo yang merupakan Koordinator pada Kejaksaan Tinggi NTT yang bertanggung jawab kepada Kajati NTT serta mempunyai tugas melaksanakan kajian operasi intelijen yustisial, penyelesaian perkara pidana umum, pidana khusus serta perdata dan tata usaha negara. Sementara pada sisi lain pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban hukumnya oleh Kejaksaan Tinggi NTT dalam penyidikan kasus korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya adalah suami dari Jaksa Henderina Malo yaitu Absalom Sine selaku Direktur Pemasaran Kredit PT. Bank NTT Kantor Pusat yang merupakan pejabat pemutus kredit tertinggi dalam penyimpangan pemberian kredit kepada 7 (debitur) di PT. Bank NTT Cabang Surabaya tersebut.
Membiarkan keberadaan Jaksa Henderina Malo yang merupakan Koordinator pada Kejaksaan Tinggi NTT, namun pada saat yang sama Kajati NTT Yulianto tengah memimpin proses penyidikan kasus korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya yang melibatkan suami dari Jaksa Henderina Malo yaitu Absalom Sine, maka disitulah terjadi yang namanya konflik kepentingan, sebab Kajati NTT Yulianto selaku pemegang kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam penyidikan kasus korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya, yaitu diduga kuat adalah demi menyelamatkan suami dari Jaksa Henderina Malo, Absalom Sine dari jeratan hukum.
Pemeriksaan penyidikan kasus korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya oleh Kejaksaan Tinggi NTT bisa berlangsung independen dan efektif apabila dilaksanakan oleh para Jaksa yang bebas dari kepentingan atas jalannya pemeriksaan, sehingga bila Koordinator pada Kejaksaan Tinggi NTT yaitu Jaksa Henderina Malo merupakan bagian dari pihak yang menyidik kasus yang menjerat suaminya atas nama Absalom Sine itu maka cita-cita pemeriksaan penyidikan yang obyektif, independen dan efektif sulit tercapai.
Alasan kedua, setelah kasus korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tipikor Kupang dengan hukuman pidana penjara bervariasi dari 7 tahun sampai 18 tahun bagi sembilan (9) terdakwa yang merupakan para debitur (Muhammad Ruslan cs) dan pimpinan serta wakil pimpinan di PT. Bank NTT Cabang Surabaya (Didakus Leba cs), ternyata Kajati NTT Yulianto tidak menindaklanjuti substansi Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang dalam Putusan Nomor 31/Pid.Sus-TPK/2020/PN Kpg tertanggal 20 November 2020 atas nama terdakwa Didakus Leba, dimana pada halaman 545 Putusan itu berisi Pertimbangan Hukum sebagai berikut :
“Menimbang, bahwa Saksi Benny R. Pellu selaku Kepala Divisi Pemasaran Kredit dan Saksi Absalom Sine selaku Direktur Pemasaran Kredit sebagai pejabat pemutus terhadap permohonan kredit PT. Indoport Utama/Ilham Nurdiyanto, PT. Mulia Badja Karya Bersama/Lo Mei Lien, CV. Makmur Berkar Jaya/Willyan Kodrata, CV. Luis Panen Berkat/Siswanto Kodrata, CV. Titan Cellular/Rudi Lim, CV. MM Linen Indonesia/Yohanes Ronald Sulayman dan UD. Makmur Jaya Prima/Muhammad Ruslan telah mengabaikan prinsip kehati-hatian (prudential banking) tanpa
menganalisa lagi secara mendalam terhadap kelayakan pemberian kredit dan memastikan kebenaran serta kecukupan nilai agunan kredit yang diusulkan atau direkomendasikan oleh PT. Bank NTT Cabang Surabaya tetapi justru menyetujui dan
memberikan Surat Persetujuan Kredit”;
“Menimbang, bahwa Saksi Benny R. Pellu selaku Kepala Divisi Pemasaran Kredit dan Saksi Absalom Sine selaku Direktur Pemasaran Kredit PT. Bank NTT Kantor Pusat memiliki kewenangan untuk menolak terhadap permohonan kredit yang diusulkan atau direkomendasikan oleh PT. Bank NTT Cabang Surabaya, tetapi hal tersebut tidak pernah dilakukan, sehingga Saksi Benny R. Pellu dan Saksi Absalom Sine sudah
seharusnya ikut bertanggung jawab terhadap penyimpangan yang terjadi dalam pemberian kredit kepada 7 (debitur) di PT. Bank NTT Cabang Surabaya tersebut”;
Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang dalam Putusan Nomor 31/Pid.Sus-TPK/2020/PN Kpg tertanggal 20 November 2020 atas nama terdakwa Didakus Leba yang mengurai peran dan pertanggungjawaban hukum Absalom Sine selaku Direktur Pemasaran Kredit dan Benny R. Pellu selaku Kepala Divisi Pemasaran Kredit PT. Bank NTT Kantor Pusat itu, adalah sama dan serupa dengan Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 1114K/Pid/2006 tertanggal 13 September 2007 yang justru menghukum mantan Direktur Utama Bank Mandiri E.C.W. Neloe serta Direktur Risk Management I Wayan Pugeg, dan Direktur Corporate Banking M. Sholeh Tasripan masing-masing 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan dalam kasus pengucuran kredit senilai Rp 160 miliar ke PT. Cipta Graha Nusantara.
Oleh karena itu sungguh aneh bin ajaib bila dalam kasus korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya, Kajati NTT Yulianto justru tidak juga menggelar proses penyidikan terhadap Absalom Sine dan Benny R. Pellu, padahal segenap alat bukti sudah memenuhi syarat bagi Kajati NTT Yulianto untuk menetapkan pihak-pihak tersebut sebagai tersangka.
Alasan ketiga, sampai saat ini Kajati NTT Yulianto tidak juga menetapkan Notaris / PPAT atas nama Erwin Kurniawan dan Maria Baroroh sebagai tersangka dalam Kasus Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya, padahal keduanya berperan besar dalam proses pembuatan akta-akta sebagai bagian dari proses persyaratan kredit serta proses pencairan kredit di Bank NTT Kantor Cabang Surabaya, tetapi anehnya dalam kasus dugaan korupsi Pengelolaan Aset Tanah Pemda Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektare (ha) di Kerangan / Toro Lema Batu Kallo, Kelurahan Labuan Bajo – Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat – Provinsi NTT yang merugikan negara senilai Rp. 1,3 triliun, Kajati NTT Yulianto justru telah memposisikan Notaris / PPAT atas nama Theresia Dewi Koroh Dimu sebagai salah satu tersangka (kini terdakwa) terkait peran Notaris / PPAT itu dalam pembuatan akta-akta peralihan hak atas tanah pada Aset Tanah Pemda Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektare (ha) tersebut.
Sikap ngotot Kajati NTT Yulianto yang telah memposisikan Notaris / PPAT Theresia Dewi Koroh Dimu sebagai salah satu pesakitan dalam kasus dugaan korupsi Pengelolaan Aset Tanah Pemda Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektare (ha) di Kerangan / Toro Lema Batu Kallo, Kelurahan Labuan Bajo – Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat – Provinsi NTT, tentu saja bertolak belakang dengan sikap tumpul Kajati NTT Yulianto yang tidak pernah menetapkan Notaris / PPAT atas nama Erwin Kurniawan dan Maria Baroroh sebagai tersangka dalam Kasus Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya, sehingga dengan memperbandingkan proses penanganan kedua kasus itu sudah tampak dengan jelas bahwa Kajati NTT Yulianto telah bersikap atau bertindak diskriminatif dalam pelaksanaan tugas profesinya.
Alasan keempat, Kajati NTT Yulianto gagal mempertanggungjawabkan Surat Dakwaannya terhadap Advokat Ali Antonius selaku terdakwa kasus pemberian keterangan palsu saat Sidang Praperadilan terkait pengujian penetapan tersangka terhadap mantan Bupati Mabar Agustinus Ch Dula dalam kasus dugaan korupsi Pengelolaan Aset Tanah Pemda Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektare (ha) di Kerangan / Toro Lema Batu Kallo, Kelurahan Labuan Bajo – Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat – Provinsi NTT.
Advokat Ali Antonius didakwa dengan dakwaan menghalang-halangi penyidikan dan pemberian keterangan palsu sesuai Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Namun demikian dalam persidangan tertanggal 16 Maret 2021, Majelis Hakim Tipikor Kupang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fransiska Paulina Nino, SH., MH memutuskan dengan Amar Putusan sebagai berikut :
- Mentatakan keberatan dari Penasehat Hukum terdakwa Ali Antonius tersebut diterima;
- Menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum Nomor Reg Perkara : PDS – 04/N.3.10/Ft.1/02/2021 tanggal 22 Februari 2021 batal demi hukum;
- Memerintahkan mengembalikan berkas perkara ini kepada Penuntut Umum;
- Memerintahkan Penuntut Umum untuk mengeluarkan Terdakwa Ali Anthonius dari Tahanan;
- Membebankan biaya perkara kepada Negara.
Majelis Hakim yang diketuai Fransiska Paulina Nino, SH., MH dan Ngguli Liwar Mbani Awang, SH serta Gustaf P. M. Marapaung, SH masing-masing sebagai Hakim Anggota, dalam pertimbangan hukumnya menyebutkan bahwa dakwaan Penuntut Umum tidak didasari atas perintah dari hakim dan Berita Acara yang dibuat oleh panitera sebagaimana diatur dalam Pasal 174 KUHAP.
Hakim juga menyebutkan ketidakcermatan JPU menerapkan Pasal 22 jo pasal 35 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena Pasal 22 jo pasal 35 diperuntukan bagi keterangan saksi yang tidak benar dalam sidang pengadilan pemeriksaan pokok perkara, bukan dalam sidang praperadilan.
Begitupun atas dua terdakwa lainnya dalam kasus yang sama yaitu Fransiskus Harum dan Zulkarnain Djuje juga diputus serupa oleh Pengadilan Tipikor Kupang seperti putusan terhadap Advokat Ali Antonius, sehingga dengan demikian tampak secara terang benderang bahwa Kajati NTT Yulianto telah nyata-nyata keliru menerapkan hukum dan bertindak sewenang-wenang terhadap para pihak yang disidik dan didakwanya.
Alasan kelima, Kajati NTT tidak sanggup membuktikan dakwaannya terhadap mantan Wali Kota Kupang Jonas Salean setelah yang bersangkutan divonis bebas dalam sidang kasus korupsi pembagian aset tanah milik Pemerintah Kota Kupang di Pengadilan Tipikor Kupang pada tanggal 17 Maret 2021.
Sidang putusan itu dipimpin Hakim Ari Prabowo didampingi Hakim Anggota, Nggilu Liwar Awang dan Ibnu Kholiq. dan dalam amar putusannya, Majelis Hakim menetapkan terdakwa Jonas Salean tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi serta memvonisnya bebas. Hakim memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan termasuk juga dari tahanan.
Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan tanah dengan Sertifikat Hak Pakai Nomor 5 tahun 1981 bukan milik Pemerintah Kota Kupang. Ketika Kota Kupang menjadi daerah otonom, tanah tersebut tidak pernah diserahkan kepada Pemkot Kupang.
Hak pakai tanah tersebut sudah dihapus karena sudah dilepaskan secara sukarela. Tanah tidak ikut diserahkan kepada Pemkot Kupang, maka tanah akhirnya mejadi tanah negara. Majelis Hakim juga berpendapat, tidak terdapat bukti adanya peralihan hak tanah karena tanah tersebut bukan aset Pemkot Kupang. Adapun hak pakai tanah menjadi tanah negara.
Dalam kasus yang sama, Pengadilan Tipikor Kupang dengan Majelis Hakim yang dipimpin hakim Ari Prabowo didampingi hakim anggota, Nggilu Liwar Awang dan Ibnu Kholiq. juga memvonis bebas mantan Kepala BPN Kota Kupang, Thomas More.
Kelima alasan tersebut menurut Advokat, Meridian Dewanta telah mencukupi untuk mempertegas bahwa Kajati NTT Yulianto telah gagal dalam melakukan upaya-upaya pemberantasan korupsi yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat di Provinsi NTT, oleh karena itu sangat beralasan bagi Jaksa Agung RI Burhanuddin agar segera mencopot Kajati NTT Yulianto dari jabatannya, dan menggantikannya dengan figur lain yang lebih kredibel serta berintegritas. **(WN-01).**