(Polisi Harus Obyektif Melihat Persoalan Mendasar dari Sengketa Tanah)
JAKARTA : WARTA-NUSANTARA.COM –Direktur Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, Klemens M. Ghawa mengatakan, Korban yang dikenai stigmatisasi sebagai mafia tanah di kawasan Bungur, Kemayoran, Jakarta, mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pengaduan itu karena merasa ada pelanggaran HAM dan berharap para aparat penegak hukum mencari dalang dari mafia tanah yang sesunguhnya. Demikian Rilis Padma Indonesian yang diterima Warta Nusantara, Selasa, 23/3/2021.
Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia yang mendampingi para korban stigmatisasi itu telah menyampaikan pengaduan ke Komnas HAM dengan melampirkan sejumlah bukti.
Direktur Padma Indonesia Klemens M Ghawa dalam keterangan tertulisnya mengatakan pihaknya menilai stigmatisasi sebagai mafia tanah dari aparat penegak hukum tidak mempunyai dasar dan diduga telah melanggar HAM para korban. “Kami sudah mengadukannya ke Komnas HAM beberapa hari lalu agar pihak kepolisian perlu melihat lebih obyektif atas persoalan tanah sebagai pokok permasalahannya. Jangan sampai mafia tanah yang sebenarnya malah luput dalam sengketa tersebut.
Padma Indonesia sangat mendukung upaya berbagai pihak dalam memberantas mafia tanah,” jelasnya.
Penegasan itu disampaikan karena Polres Metro Jakarta Pusat menahan beberapa oknum yang dituding terkait lahan di kawasan Bungur, Kemayoran, Jakarta Pusat. Penahanan itu diduga terkait dengan adanya praktik mafia tanah.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, Burhanuddin, pada Rabu (10/3/2021) mengatakan modus operandi mafia tanah itu karena ADS (salah satu yang ditahan) ternyata juga mendapat perintah dari seorang oknum lainnya. Namun, oknum tersebut belum berhasil ditangkap.
Menurut Burhanuddin, para mafia tanah ini mengancam penghuni rumah dengan melakukan kekerasan fisik. “Masih ada pelaku-pelaku lain dalam pengejaran, termasuk dalang dari tindakan ini,” ujarnya.
Pernyataan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat itu mempertegas penjelasan Kapolres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Polisi Hengki Haryadi terkait lahan di Jalan Bungur Raya Nomor 50, Kemayoran, Jakarta Pusat. Adapun lahan yang disengketakan sebenarnya milik dari Induk Koperasi Kopra Indonesia dengan sertifikat Hak Guna Bangunan No.567 atas nama JAJASAN KOPRA.
Pengaduan ke Komnas HAM tersebut sejalan dengan agenda Padma Indonesia yang mendorong jajaran kepolisian lebih obyektif dan memegang teguh prinsip hukum dalam menyelesaikan berbagai kasus sengketa tanah. Banyak aparat penegak hukum cenderung terkecoh dan membela para mafia tanah, tetapi pemilik yang sah justru menjadi korban dan diberikan stigmatisasi sebagai mafia tanah.
Gabriel Goa selaku Dewan Pembina Padma Indonesia menegaskan hal tersebut karena dalam sejumlah pendampingan yang dilakukan pihaknya, hal-hal mendasar terkait kasus pertanahan justru tidak disentuh. Untuk itu, dalam menyelesaikannya perlu pendekatan yang komprehensif dan tidak sekadar membuat tudingan premanisme dan mafia tanah.
“Jangan sampai mengaburkan substansi persoalan yang sebenarnya, lalu aspek legalitas tidak disentuh dan pemilik yang sah dari lahan yang bersengketa itu justru jadi korban. Inilah permainan dari mafia tanah yang sesugguhnya,” kata Gabriel.
Salah satu fakta hukumnya, berdasarkan penetapan pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 1200/PDT.P/1985/PN.JKT.PST menetapkan barang-barang inventarisasi dan kekayaan Yayasan Kopra tersebut adalah merupakan inventarisasi/kekayaan INDUK KOPERASI KOPRA INDONESIA’(dalam hal ini adalah sertifikat HAK Guna Bangunan No.567 atas nama JAJASAN KOPRA). Adapun pihak-pihak yang distigmatisasi tersebut justru membantu mengamankan aset-aset dari pemegang sertifikat tersebut. (**(WN-01).**