ADVERTISEMENT
google.com, pub-9566902757249236, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Advokat Meridian Dewanta: “Kajati NTT Yulianto Sibuk Bidik Jonas Salean, Lupa Usut Frans Lebu Raya Dalam Kasus NTT Fair”

KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM-Advokat Peradi/ Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Wilayah NTT (TPDI-NTT), Meridian Dewanta,menilai Kejaksaan Tinggi NTT dipimpin oleh Yulianto yang menggantikan Kajati NTT sebelumnya atas nama Pathor Rahman yang kini menjabat sebagai Direktur Bidang Perdata pada Kejagung RI, maka Kajati NTT Yulianto terkesan selalu menjadikan mantan Walikota Kupang Jonas Salean yang juga merupakan Anggota DPRD Provinsi NTT itu sebagai fokus sasaran bidikan dalam sejumlah kasus korupsi yang terjadi di Kota Kupang – Provinsi NTT, sehingga seolah-olah seperti tidak ada pejabat atau mantan pejabat lain lagi yang bisa dijerat hukum oleh Kajati NTT Yulianto dalam kasus-kasus korupsi lainnya. Demikian Rilis yang dikirim Advokat Meridian Dewanta ke Redaksi Warta Nusantara, Kamis, 1/4/2021.

Meridian Dewanta lebih jauh mengungkapkan, kita bisa saksikan bersama pada bulan Oktober 2020 Kajati NTT Yulianto telah menetapkan Jonas Salean dan mantan Kepala BPN Kota Kupang selaku tersangka kasus korupsi Pembagian Aset Tanah milik negara yang terletak di depan Hotel Sasando, Kelurahan Kelapa Lima – Kota Kupang. Dalam kasus korupsi itu Kajati NTT Yulianto mengatakan bahwa negara mengalami kerugian sebesar Rp 66 miliar lebih. Penilaian dan pandangan hukum Advokat Meridian Dewanta, diturunkan secara lengkap sebagai berikut.

Saat kasus korupsi Pembagian Aset Tanah milik negara yang terletak di depan Hotel Sasando itu disidangkan di Pengadilan Tipikor Kupang ternyata Kajati NTT Yulianto tidak sanggup membuktikan dakwaannya terhadap mantan Wali Kota Kupang Jonas Salean setelah yang bersangkutan divonis bebas dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Kupang pada tanggal 17 Maret 2021.

google.com, pub-9566902757249236, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Sidang putusan itu dipimpin Hakim Ari Prabowo didampingi Hakim Anggota, Nggilu Liwar Awang dan Ibnu Kholiq. dan dalam amar putusannya, Majelis Hakim menetapkan terdakwa Jonas Salean tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi serta memvonisnya bebas. Hakim memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan termasuk juga dari tahanan.

Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan tanah dengan Sertifikat Hak Pakai Nomor 5 tahun 1981 bukan milik Pemerintah Kota Kupang. Ketika Kota Kupang menjadi daerah otonom, tanah tersebut tidak pernah diserahkan kepada Pemkot Kupang.

RelatedPosts

Hak pakai tanah tersebut sudah dihapus karena sudah dilepaskan secara sukarela. Tanah tidak ikut diserahkan kepada Pemkot Kupang, maka tanah akhirnya mejadi tanah negara. Majelis Hakim juga berpendapat, tidak terdapat bukti adanya peralihan hak tanah karena tanah tersebut bukan aset Pemkot Kupang. Adapun hak pakai tanah menjadi tanah negara.

Dalam kasus yang sama, Pengadilan Tipikor Kupang dengan Majelis Hakim yang dipimpin hakim Ari Prabowo didampingi hakim anggota, Nggilu Liwar Awang dan Ibnu Kholiq. juga memvonis bebas mantan Kepala BPN Kota Kupang, Thomas More. 

Meski sudah divonis bebas dalam kasus korupsi Pembagian Aset Tanah milik negara yang terletak di depan Hotel Sasando, Kajati NTT Yulianto kembali membidik Jonas Salean terkait kasus dugaan korupsi Pengalihan Aset Negara di Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang.

Saat ini, kasus dugaan korupsi Pengalihan Aset Negara di Kelurahan Fatululiitu telah ditingkatkan statusnya dari peyelidikan menjadi penyidikan. Tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejaksaan Tinggi NTT menemukan unsur perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara dalam kasus tersebut.

Pada sisi lain, Kajati NTT Yulianto semestinya jangan pura-pura lupa untuk segera mengembangkan penyidikan terhadap mantan Gubernur NTT Frans Lebu Raya dalam kasus korupsi Pembangunan Gedung NTT Fair TA 2018 yang menelan anggaran bersumber dari APBD Provinsi NTT senilai Rp 29.919.120.500,-, dimana proyek itu dikerjakan oleh PT. Cipta Eka Puri sebagai Kontraktor Pelaksana dan diawasi oleh Konsultan Pengawas dari PT. Dana Consultant dengan masa pelaksanaan proyek selama 220 hari kalender yang dimulai dari tanggal 14 Mei 2018 sampai 29 Desember 2018, namun hingga berakhirnya kontrak, berdasarkan audit BPK, realisasi fisik proyek hanya mencapai 70 persen.

Pihak-pihak yang menjadi pesakitan dalam kasus korupsi Pembangunan Gedung NTT Fair, dan telah diputus terbukti bersalah oleh peradilan tipikor pada saat itu adalah mantan Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Rakyat NTT, Yulia Arfa, mantan Pejabat Pembuat Komitemen (PPK) Dinas Perumahan dan Permukiman Rakyat NTT, Dina Tho, pemilik PT Ciptra Eka Puri yaitu Hadmen Puri, Linda Liudianto yang menjabat Kuasa Direktur PT Cipta Eka Puri, Barter Yusuf yang menjabat Direktur Konsultan Pengawas, dan Fery Johns Pandie yang menjabat konsultan pengawas. Sementara mantan Gubernur NTT Frans Lebu Raya yang namanya disebut-sebut kecipratan uang sebanyak Rp 568 juta dalam Pertimbangan Hukum putusan hakim untuk terdakwa Yulia Arfa, justru sama sekali tidak tersentuh hukum sampai dengan saat ini. 

Dalam amar putusan hakim atas terdakwa Yulia Arfa ditemukan bukti bahwa pada saat itu Gubernur NTT, Frans Lebu Raya menerima dana sebesar Rp 568 juta dan Sekda Provinsi NTT Ben Polo Maing menerima dana sebesar Rp 100 juta, sehingga Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendrik Tiip dalam berbagai keterangannya kepada wartawan menegaskan bahwa berdasarkan dakwaan dan fakta-fakta persidangan JPU meyakini ada uang proyek Pembangunan Gedung NTT Fair yang mengalir ke Frans Lebu Raya dan Ben Polo Maing.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang yang terdiri dari Hakim Ketua Dju Johnson Mira Mangngi, didampingi Ali Muhtarom dan Ari Prabowo sebagai Hakim Anggota, dalam pertimbangan hukum putusan atas terdakwa Yulia Arfa yang dibacakan pada persidangan tanggal 21 Januari 2020 menyatakan telah menemukan bukti petunjuk ada aliran dana kepada Frans Lebu Raya. Bukti petunjuk itu didapat karena dalam fakta persidangan ada kesesuaian keterangan dari terdakwa Yulia Afra yang meminta fee kepada Direktur PT Cipta Eka Puri, Hadmen Puri sebesar 5 persen. Kemudian Hadmen Puri menyerahkan uang itu kepada terdakwa Yulia Afra melalui transfer kepada Fery Johns Pandie.

Terdakwa Yulia Afra mengambil uang itu dari Fery Johns Pandie secara bertahap kurang lebih tujuh sampai delapan kali melalui stafnya Boby Lanoe. Selanjutnya terdakwa Yulia Arfa menyerahkan uang itu, kepada Frans Lebu Raya melalui ajudan Gubernur NTT yaitu Ariyanto Rondak. Ariyanto Rondak setelah menyerahkan uang itu kepada Frans Lebu Raya di ruang kerjanya langsung melaporkan kepada terdakwa Yulia Afra melalui telepon seluler jika sudah menyerahkan uang itu kepada Frans Lebu Raya.

Majelis Hakim pun menyebut bahwa perbuatan terdakwa Yulia Afra turut menguntungkan Frans Lebu Raya sebesar Rp 568 juta, Ben Polo Maing sebanyak Rp 100 juta dan Syamsul Rizal Rp 25 juta. Oleh karenanya sungguh sangat janggal dan memilukan publik bila Kajati NTT Yulianto tidak juga menerbitkan Surat Perintah Penyidikan terhadap Frans Lebu Raya dan atau pihak-pihak lainnya dalam kasus korupsi Pembangunan Gedung NTT Fair, sebab bila hanya Jonas Salean yang terus menerus dibidik dalam berbagai kasus korupsi maka publik bisa saja menilai bahwa Kajati NTT Yulianto tengah bekerja atas dasar tekanan politik pihak tertentu dan bukan murni demi penegakan hukum. **(WN-01).**

Related Posts

Next Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *