KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM-Advokat Peradi/ Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Wilayah NTT (TPDI-NTT), Meridian Dewanta menilai dan berpendapat bahwa pada masa Kejaksaan Tinggi NTT masih dipimpin oleh Kajati NTT sebelumnya atas nama Pathor Rahman yang kini menjabat sebagai Direktur Bidang Perdata pada Kejaksaan Agung RI, saat Kajati NTT Pathor Rahman sedang melakukan penyelidikan atas kasus dugaan korupsi Pembangunan Gedung IGD RSUD W.Z. Johannes Kupang dengan nilai kontrak sebesar Rp 38.997.442.000,-, maka Kajati NTT Pathor Rahman saat diwawancarai wartawan pada bulan Oktober 2019 menegaskan bahwa pihaknya memiliki aturan dimana jika sebuah kasus masih dalam tahap penyelidikan atau penyidikan tentu saja belum bisa dipublikasikan. Demikian Rilis dari Advokat, Meridian Dewanta yang diterima WARTA NUSANTARA, Jumat, 2/4/2021.
Selanjutnya Dewanta mengungkapkan, sejak Kejaksaan Tinggi NTT dipimpin oleh Yulianto yang menggantikan Kajati NTT sebelumnya atas nama Pathor Rahman itu, Kajati NTT Yulianto justru selalu mempertontonkan gaya dan karakter publikasi yang hantam kromo, terkesan tidak profesional dan tidak proporsional serta kurang hati-hati dalam menyampaikan berbagai pernyataannya ke media massa mengenai proses penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus korupsi di wilayah Provinsi NTT, sehingga publik justru menilai bahwa Kajati NTT Yulianto sedang melakukan apa yang disebut dengan pencitraan demi suatu ambisi tertentu lalu menjadi kurang fokus terhadap pengumpulan alat-alat bukti guna penyelesaian perkara yang berkepastian hukum dan berkeadilan.
Gaya dan karakter Kajati NTT Yulianto yang selalu mempertontonkan publikasi yang hantam kromo ke media massa mengenai proses penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus korupsi di wilayah Provinsi NTT itu telah pula diingatkan oleh Komisi Kejaksaan RI dimana Komisi Kejaksaan RI meminta Kajati NTT Yulianto agar tetap berhati-hati, bersikap profesional, dan proporsional terkait beberapa pemeriksaan perkara korupsi yang tengah dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi NTT.
Komisi Kejaksaan RI mengingatkan Kajati NTT Yulianto agar jangan sampai ada kesan main tembak sana-sini melalui pernyataan di media massa yang akhirnya menimbulkan dampak kontraproduktif terhadap penegakan hukum itu sendiri.
Menurut Meridian Dewanta, Fakta-fakta berbagai pernyataan Kajati NTT yang terkesan hantam kromo dan terpublikasi secara bombastis serta cenderung tendensius di media massa mengenai proses penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus korupsi di wilayah Provinsi NTT, yaitu : Lima Point Penting yang diturunkan secara lengkap.
Pertama, gembar-gembor Kajati NTT Yulianto tentang perkiraan nilai kerugian keuangan negara yang sangat bombastis senilai Rp. 3 triliun saat awal proses penyidikan kasus dugaan korupsi Pengalihan Lahan Milik Pemkab Manggarai Barat seluas 30 hektare (ha) di Keranga / Toro Lema Batu Kallo, Kelurahan Labuan Bajo – Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat – Provinsi NTT, yang mungkin saja mengundang decak kagum bagi sebagian kalangan, namun pada sisi yang lain gembar-gembor yang bombastis itu telah menggiring opini publik pada kesesatan informasi dan merupakan sikap tindak dari Kajati NTT Yulianto yang justru secara gegabah telah mendahului terbitnya hasil audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari lembaga audit yang berwenang. Faktanya kemudian hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari lembaga audit yang berwenang adalah bukan senilai Rp 3 triliun, tetapi cuma Rp 1,3 triliun.
Kedua, Kajati NTT Yulianto dengan sangat tendensius, berlebihan dan tidak berdasarkan hukum melalui berbagai pernyataannya menyebut Klien kami atas nama Afrizal alias Unyil sebagai Mafia Tanah dalam kasus dugaan korupsi Pengelolaan Aset Tanah Pemda Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektare (ha) di Kerangan / Toro Lema Batu Kallo, Kelurahan Labuan Bajo – Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat – Provinsi NTT, padahal pernyataan-pernyataan Kajati NTT Yulianto tidak sesuai dengan kenyataannya dimana Klien kami atas nama Afrizal alias Unyil hanyalah warga masyarakat biasa yang menghidupi keluarganya dengan bekerja membanting tulang, salah satunya menjadi perantara jual beli tanah di wilayah Kabupaten Manggarai Barat dan sekitarnya.
Ketiga, terkait pemanggilan-pemanggilan Kejaksaan Tinggi NTT terhadap Saksi Gories Mere dan Saksi Karni Ilyas saat proses penyidikan kasus dugaan korupsi Pengelolaan Aset Tanah Pemda Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektare (ha) di Kerangan / Toro Lema Batu Kallo, Kelurahan Labuan Bajo – Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat – Provinsi NTT, Kajati NTT Yulianto telah memberikan pernyataan-pernyataan yang terpublikasi secara luas di media massa seolah-olah Gories Mere dan Karni Ilyas terlibat dalam kasus korupsi dimaksud, padahal faktanya Gories Mere dan Karni Ilyas tidak pernah menguasai atau memiliki sebagian atau seluruh tanah yang diklaim sebagai milik Pemda Manggarai Barat itu.
Keempat, sejak awal proses penyidikan terhadap 2 (dua) kasus korupsi, yaitu kasus korupsi Pembagian Aset Tanah milik negara yang terletak di depan Hotel Sasando, Kota Kupang dan juga penyidikan kasus dugaan korupsi Pengalihan Aset Negara di Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo – Kota Kupang, Kajati NTT Yulianto secara bombastis dan tendensius mengatakan bahwa proses penyidikan kedua kasus korupsi itu mengarah pada satu subjek yang sama sehingga kedua kasus itu akan digabungkan menjadi satu pada saat proses penuntutan.
Pada kenyataannya pernyataan Kajati NTT Yulianto yang terpublikasi di media massa itu tidak sejalan dengan fakta di lapangan sebab akhirnya kasus korupsi Pembagian Aset Tanah milik negara yang terletak di depan Hotel Sasando disidangkan terlebih dahulu di Pengadilan Tipikor Kupang, dan ternyata Kajati NTT Yulianto justru tidak sanggup membuktikan dakwaannya terhadap mantan Wali Kota Kupang Jonas Salean setelah yang bersangkutan divonis bebas dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Kupang pada tanggal 17 Maret 2021.
Kelima, dalam penyidikan kasus dugaan korupsi Pengalihan Aset Negara di Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang yang saat ini sedang berlangsung, Kajati NTT Yulianto menegaskan kepada media massa bahwa ada perbuatan melawan hukum dalam kasus tersebut dan saat ini sedang dilakukan proses perhitungan kerugian keuangan negara oleh lembaga audit yang berwenang, padahal faktanya perihal Pengalihan Aset Negara di Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang itu saat ini sedang dalam proses persengketaan keperdataan di tingkat Mahkamah Agung RI (Kasasi), dimana dalam putusan peradilan tingkat pertama dan tingkat banding Jonas Salean menang atas Pemkab Kupang.
Oleh karena saat ini sedang berlangsung persengketaan secara keperdataan di tingkat Mahkamah Agung RI (Kasasi) perihal Pengalihan Aset Negara di Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, maka sesuai Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956 (“Perma 1/1956”) dalam Pasal 1 dinyatakan : “Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.”
Penyidikan kasus dugaan korupsi Pengalihan Aset Negara di Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang yang dikomandoi oleh Kajati NTT Yulianto layak dipertangguhkan pemeriksaannya demi menunggu
adanya suatu putusan Pengadilan dalam perkara perdata untuk memastikan status kepemilikan atas tanah di Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang tersebut. **(*/WN-01).**