Aku bahagia…???
Tidak…!!!
Puisi : Lukas Onek Narek
KEFAMENANU-TTU : WARTA-NUSANTARA.COM-Kelamnya subu, beranjak pergi. Dentuman gunung berapi mengingat jagat. Ngaungan sirene ambulans mengusik jaga. Siulan burung di pepohonan koli menggoda kantuk. Ajak bangun, bersujud syukur memuji sang Khalik.
Hari yang lalu sudah tertelan waktu. Mentari pagi menyingsing cerah. Mengumbar senyum songsong harapan baru. Tanda telah berganti hari. Sontak sadar. Selasa 20 April 2021, kini menyingkap misteri. Seramah kebangkitan sang Raja Damai, kala aku dilahirkan. Dusun sepih, Posiwatu, kaki gunung Labalekan dekat nelayan pemburu paus. Aku disapih penuh cinta karena dilahirkan dari cinta untuk menjadi cinta bagi cinta. Kamu jualah cinta. Maka aku patut mencintaimu seutuhnya.
Apa gerangan hari ini. Nyata usia-ku bertambah satu. Lima Puluh Tujuh tahun, tidak banyak, pun tidak sedikit. Syukur….!!!
Aku bahagia…???
Tidak….!!!
Ijinkan aku cukup bersyukur penuh cinta
Syukur pada-Mu, TUHAN atas segala anugerah cinta dan berkat-berkat-MU.
Terimakasih ayah-bunda yang telah almahrum-almahrumah, pun istri dan anak-anakku, bersaudaraku semua atas cintamu.
Cinta-Nya, cintamu, citaku, cinta kita telah menjadi HIDUP-ku, hidup kita bersama.
Perjalanan waktu telah kita toreh bersama. Ada kegembiraan dan suka cita, salah dan kilaf, ada luka dan kecewa; namu pasti selalu ada maaf dan ampun. Ada keluh dan gerutu, namu ada untaian DOA melambung. Modal menapak langkah lebih jauh. Menelusuri jalan hidup penuh misteri. Rezeki dan berkat, sehat dan umur panjang menjadi impianku, impian kita bersama.
Aku bahagia…???
Tidak…!!!
Hari ini aku cuman pilih untuk bersyukur dan berterimakasih.
Sungguh…, aku tidak merasa bahagia dan bersuka cita di tengah penderitaan mereka yang sedang kehilangan nyawah.
Covid kejam merenggut paksa, erupsi gunung memanggang raga, gerusan bah menelan nyawah. Rumah hunian dan lahan hidup tinggal puing, bahkan tanpa bekas. Banyak raga saudara masih dalam pencarian tanpa henti. Lenyap dari banjir bandang mengganas.
Aku bahagia…?
Tidak…!
Aku menetes air mata, dari kejauhan, MEREKA TAK LAGI MERAYAKAN HARI ULANG TAHUNNYA sama seperti aku. Sedih menusuk dada. Membayang kesedihan dan hancurnya hati mereka.
Aku bahagia…???
Tidak…!
Ada anggota keluarga duka yang tidak bisa merayakan hari ulang tahunya di saat- saat sedih ini…
Ada yang tidak punya rumah lagi sebagai tempat berpijak merayakan kebahagiaannya.
Tidak punya apa-apa lagi untuk mensyukuri suka citanya. Semua telah ludes terhanyut.
Aku bahagia…???
Tidak…!
Aku hanya cuma berserah dan mohon ampun.
Ampunilah segala salah-dosa kami semua.
Kami lebih takut covid dan berlari menjauh dari MESBAH SUCI-MU.
Kami lebih takut erupsi gunung dan beranjak pergi dari adat ritual PENYEMBAHAN KEPADA-MU.
Kami lebih takut air bah, angin topan, tanah longsor, lalu berlari menghindar dari adat budaya kami yang sangat RAMAH LINGKUNGAN.
Kami telah tenggelam dalam praktek hidup HEDONISME, mengabdi kenikmatan, penuh nafsu serakah menumpuk harta, praktek barbarisme merajalela, dengan gampang menghilangkan nyawah sesama demi kekuasaan dan harta. Alam terus dieksploitasi, dirusak demi harta para elit (ekonomi-kekuasaan). Semua orang menjadi bungkam terhipnotis kekuatan semu.
Kami benar-benar berdosa, TUHAN. Kami mohon ampun…! Kami mau bertobat dan bermetanoia. Ampunilah kami, TUHAN…!!!
Aku bahagia…???
Tidak…!
Kami mohon keselamatan abadi bagi hamba-hambaMu yang telah Engkau panggil secara masal dalam bencana-bencana ini, TUHAN…!
Aku bahagia…???
Tidak…!
Aku tidak bahagia, tetapi aku tetap bersyukur atas anugerah besar TUHAN atas hidupku. Jadikanlah aku alatmu TUHAN, untuk membawah berkat, sukacita dan kebahagiaan bagi sesama, pun pula kelestarian harmonisasi hidup bersama umat manusia dan alam lingkungan hidup, tempat persemayaman-Mu.
Semoga peristiwa mulia kebangkitan-Mu, Tuhan menjadi simbol kebangkitan kami semua dari keterpurukan akibat dosa kami.
Amin…!
Kefamenanu, 20 April 2021
Refleksi HUT-ku yang ke 57 Tahun di tengah bencana-bencana. ***