KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM-Advokat Peradi/ Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Wilayah NTT (TPDI-NTT), Meridian Dewanta, SH,. menyatakan keyakinannya, bahwa Kuasa Hukum yanik 100 persen Advokat Ali Antonius akan divonis bebas oleh Pengedilan Tipikor Kupang. Pernyataan Advokat Median Dewanta tersebut disampaikan dalam Rilisnya ke Redaksi Warta Nusantara, Rabu, 28/4/2021.
Advikat Meridian Dewanta lebih lanjut menjelaskan, Anggota Tim Kuasa Hukum Advokat ALI ANTONIUS) dalam persidangan tertanggal 16 Maret 2021, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fransiska Paulina Nino, SH, MH dan Ngguli Liwar Mbani Awang, SH serta Gustaf P. M. Marapaung, SH masing-masing sebagai Hak Tim Pembela Demokrasi Indonesia Wilayah NTTim Anggota, menyatakan batal demi hukum Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Advokat Ali Antonius selaku terdakwa dalam kasus pemberian keterangan palsu saat Sidang Praperadilan terkait pengujian penetapan tersangka terhadap mantan Bupati Mabar Agustinus Ch Dula dalam kasus dugaan korupsi Pengelolaan Aset Tanah Pemda Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektare (ha) di Kerangan / Toro Lema Batu Kallo, Kelurahan Labuan Bajo – Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat – Provinsi NTT.
Klien kami, jelas Meridian Dewanta, yaitu Advokat Ali Antonius telah didakwa dengan dakwaan menghalang-halangi penyidikan dan pemberian keterangan palsu sesuai Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Amar Putusan Pengadilan Tipikor Kupang Nomor : 30/Pid.Sus – TPK/2021/PN. KPG tertanggal 16 Maret 2021, yaitu sebagai berikut :
- Menyatakan keberatan dari Penasehat Hukum terdakwa Ali Antonius tersebut diterima;
- Menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum Nomor Reg Perkara : PDS – 04/N.3.10/Ft.1/02/2021 tanggal 22 Februari 2021 batal demi hukum;
- Memerintahkan mengembalikan berkas perkara ini kepada Penuntut Umum;
- Memerintahkan Penuntut Umum untuk mengeluarkan Terdakwa Ali Anthonius dari Tahanan;
- Membebankan biaya perkara kepada Negara.
Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya menyebutkan bahwa dakwaan Penuntut Umum tidak didasari atas perintah dari hakim dan Berita Acara yang dibuat oleh panitera sebagaimana diatur dalam Pasal 174 KUHAP.
Hakim juga menyebutkan ketidakcermatan JPU menerapkan Pasal 22 jo pasal 35 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena Pasal 22 jo pasal 35 diperuntukan bagi keterangan saksi yang tidak benar dalam sidang pengadilan pemeriksaan pokok perkara, bukan dalam sidang praperadilan.
Begitupun atas dua terdakwa lainnya dalam kasus yang sama yaitu Fransiskus Harum dan Zulkarnain Djuje juga diputus serupa oleh Pengadilan Tipikor Kupang seperti putusan terhadap Advokat Ali Antonius.
Atas putusan Pengadilan Tipikor Kupang Nomor : 30/Pid.Sus – TPK/2021/PN. KPG tertanggal 16 Maret 2021 yang menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum Nomor Reg Perkara : PDS – 04/N.3.10/Ft.1/02/2021 tanggal 22 Februari 2021 batal demi hukum, JPU Kejati NTT lalu menyatakan perlawanan ke Pengadilan Tinggi Kupang atas putusan tersebut, selanjutnya pada bulan April 2021 Pengadilan Tinggi Kupang dalam putusannya menyatakan menerima perlawanan banding dari JPU dan membatalkan putusan Pengadilan Tipikor Kupang pada Pengadilan Negeri (PN) Kupang Nomor : 30/Pid.Sus – TPK/2021/PN. KPG pada tanggal 16 Maret 2021 yang dimintakan banding tersebut, menolak permintaan banding dari kuasa hukum terdakwa, memerintahkan Pengadilan Tipikor Kupang pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Kupang, untuk membuka kembali sidang untuk memeriksa dan mengadili perkara atas nama terdakwa Ali Antonius dengan surat dakwaan alternatif kesatu pasal 22 Jo Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP.
Atau alternatif kedua Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Pada hari Selasa tanggal 27 April 2021, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fransiska Paulina Nino, SH, MH dan Ngguli Liwar Mbani Awang, SH serta Gustaf P. M. Marapaung, SH masing-masing sebagai Hakim Anggota, telah membuka kembali sidang untuk memeriksa dan mengadili perkara atas diri Klien kami Advokat Ali Antonius, dengan pemeriksaan pokok perkara berupa mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan oleh pihak JPU Kejati NTT.
Namun dengan tanpa bermaksud mendahului Putusan Hakim dalam pemeriksaan yang sedang berlangsung pada saat ini, kami selaku Tim Kuasa Hukum Advokat Ali Antonius sangat mempercayai bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fransiska Paulina Nino, SH, MH dan Ngguli Liwar Mbani Awang, SH serta Gustaf P. M. Marapaung, SH masing-masing sebagai Hakim Anggota, adalah para Hakim yang kredibel dan berintegritas, sehingga kami 100 persen meyakini Majelis Hakim kelak akan memvonis bebas Klien kami Advokat Ali Antonius, sebab selama ini penerapan Pasal 22 jo pasal 35 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memang hanya diperuntukan bagi keterangan saksi yang tidak benar dalam sidang pengadilan pemeriksaan pokok perkara, bukan dalam Sidang Praperadilan.
Menurut Meridian Dewanta, Pada berbagai Putusan Hakim dalam perkara sejenis maka penerapan Pasal 22 jo pasal 35 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi justru hanya diperuntukan bagi keterangan saksi yang tidak benar dalam sidang pengadilan pemeriksaan pokok perkara, contohnya dalam kasus mantan Anggota DPR-RI Miryam S Haryani yang pada tahun 2017 didakwa oleh JPU KPK sebagai pihak yang sengaja memberikan keterangan palsu saat menjadi saksi dalam perkara korupsi e-KTP karena mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pada tahap penyidikan.
Miryam S Haryani sengaja memberikan keterangan palsu saat menjadi saksi dalam perkara korupsi proyek pengadaan e-KTP tahun 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri untuk terdakwa Irman dan Sugiharto, sehingga atas perbuatannya tersebut Miryam S Haryani divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada tanggal 13 November 2017 dengan pidana penjara selama 5 tahun.
Sebelumnya pada tanggal 7 Juli 2014, mantan Ajudan HM Rusli Zainal, yaitu Said Faisal Muchlis alias Hendra telah divonis selama 7 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru, karena terbukti memberi keterangan palsu dalam persidangan kasus suap Revisi Peraturan Daerah (Perda) Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII dengan terdakwa, HM Rusli Zainal.
Begitu pula pada tahun 2014 Muhtar Effendi, Orang dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, terbukti memberikan keterangan yang tidak benar alias keterangan palsu dalam persidangan perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang menjerat Akil Mochtar.
Oleh karena itu, tandas Meridian Dewanta, kami menilai bahwa tuduhan terhadap diri Klien kami Advokat Ali Antonius oleh pihak Kejati NTT adalah upaya untuk mengkriminalkan klien kami yang ujung-ujungnya hanya buang-buang waktu dan menghabiskan anggaran negara oleh pihak Kejati NTT, sehingga alangkah mulianya apabila Kejati NTT lebih fokus mengusut kasus-kasus korupsi lainnya yang mangkrak atau bahkan diduga sengaja diendapkan penuntasannya seperti kasus korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya dimana Kejati NTT tidak juga membidik peran Absalom Sine cs, ataupun kasus korupsi Pembangunan Gedung NTT Fair TA 2018 yang menelan anggaran bersumber dari APBD Provinsi NTT senilai Rp 29.919.120.500,-, dimana Kejati NTT tidak juga menjerat mantan Gubernur NTT Frans Lebu Raya yang sesuai fakta persidangan disebut-sebut kecipratan uang sebanyak Rp 568 juta dan juga Sekda Provinsi NTT Ben Polo Maing yang menerima dana sebesar Rp 100 juta, **(WN-01).**