Oleh : Germanus S. Atawuwur
Alumnus STFK Ledalero
WARTA-NUSANTARA.COM-Bapak, ibu, saudara, saudari yang terkasih, adalah kebiasaan Gereja Katolik sejagat bahwa Minggu Paskah VII, Gereja Katolik merayakannya sebagai Minggu Komunikasi Sedunia. Tahun ini kita merayakan Minggu Komunikasi Sedunia yang ke-55. Temanya adalah: “Datang dan lihatlah” (Yoh 1,46). Berkomunikasi, bertemu orang-orang sebagaimana dan di mana mereka berada. Kata “Datang dan lihat” adalah inti dari Injil. Sebelum Injil diberitakan, sebelum kata-kata, terlebih dahulu harus ada perjalanan keluar untuk mendatangi yang disusul dengan pandangan, kesaksian, pengalaman, pertemuan dan kedekatan. Kata-kata Datang dan Lihatlah diambil dari Injil Yohanes (1, 43-46).
Berkenaan dengan Minggu komunikasi sedunia hari ini, dalam bacaan pertama kita mendengar kesaksian Lukas
tentang proses pemilihan Matias untuk menjadi rasul menggantikan Yudas.
Lukas menulis:” Pada hari-hari itu berdirilah Petrus di tengah-tengah saudara-saudara yang sedang berkumpul itu, kira-kira seratus dua puluh orang banyaknya, lalu berkata: “Hai saudara-saudara, haruslah genap nas Kitab Suci, yang disampaikan Roh Kudus dengan perantaraan Daud tentang Yudas, pemimpin orang-orang yang menangkap Yesus itu. Dahulu ia termasuk bilangan kami dan mengambil bagian di dalam pelayanan ini. ” Dia sudah mati.
Jadi harus ditambahkan kepada kami seorang dari mereka yang senantiasa datang berkumpul dengan kami selama Tuhan Yesus bersama-sama dengan kami. Lalu mereka mengusulkan dua orang: Yusuf yang disebut Barsabas yang juga bernama Yustus, dan Matias. Mereka semua berdoa dan berkata: “Ya Tuhan, Engkaulah yang mengenal hati semua orang, tunjukkanlah kiranya siapa yang Engkau pilih dari kedua orang ini. Lalu mereka membuang undi bagi kedua orang itu dan yang kena undi adalah Matias.”
Kisah pemilihan Matias sebagai pengganti Yudas dituliskan kembali untuk pembaca dengan cukup detail karena Lukas, penulis kisah itu hadir juga bersama mereka pada waktu pemilihan itu terjadi. “Pemberitaan” model begini sejalan dengan kisah penginjil Yohanes yang menceritakan perjumpaan Filipus dengan Natanael. Dialog antar keduanya inilah yang menjadi inspirasi ditentukannya tema Minggu Komunikasi Sedunia:” Datang dan Lihatlah.”
Kisah perjumpaan Natanael dengan Yesus dilukiskan kembali oleh penginjil Yohanes, ketika kisah itu sudah terjadi setengah abad silam. Tatkala Yohanes sudah mulai tua, dia mengingat kembali beberapa detail “berita” yang mengungkapkan kehadirannya di tempat itu. Yohanes lalu menulis kembali kisah itu sebagai berikut:” kira-kira pukul empat di sore hari” (bdk. Yoh. 1:39). Keesokan harinya, demikian Yohanes melanjutkan Filipus menceritakan kepada Natanael perjumpaannya dengan Sang Mesias. Namun sayang, Natanael menjawabnya dengan skeptis:” Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nasaret?” Terhadap sikap skeptis Natanael itu, Filipus tidak berusaha meyakinkannya dengan kata-kata atau alasan, tetapi dia menjawab Natanael:” Mari dan lihatlah.” Natanael pun pergi dan melihat dan sejak saat itu hidupnya berubah.
Saudara-saudara, dua kisah di atas, mengungkapkan kehadiran “penulis” dengan seseorang atau dengan sekelompok orang. Pertemuan itu adalah hakikat dari komunikasi, yang menghendaki sebuah perjumpaan, antara komunikator dan komunikan.
Dalam konteks Minggu Komunikasi Sedunia yang ke-55 ini, yang hendak ditekankan adalah komunikasi langsung yang terinspirasi dari kata-kata undangan biblis tadi:” Datang dan Lihatlah,” adalah sebuah pemenuhan akan suatu undangan. Sedangkan kata lihatlah dapat dipahami sebagai sebuah instruksi, sebuah suruhan. Jadi, bersifat imperatif. Datang dan lihatlah bermakna berkomunikasi: bertemu orang-orang sebagaimana dan di mana mereka berada, adalah undangan tetapi sekaligus sebagai suatu perintah. Sebagai undangan untuk masuk dalam kehidupan nyata seseorang, atau sekelompok orang untuk merasakan dan mengalami sendiri apa yang dialami dan dirasakan oleh seseorang atau sekelompok orang itu.
Datang dan lihatlah mengisyaratkan seseorang harus rela turun langsung untuk bertemu orang-orang sebagaimana adanya dan di manapun mereka berada. Datang dan lihatlah, berkomunikasi dengan orang-orang sebagaimana dan di mana mereka berada, menuntut agar seseorang harus berani keluar dari kemapanannya. Datang dan lihatlah menuntut orang untuk keluar dari stabilita loci, untuk bertemu orang-orang sebagaimana dan di mana mereka berada. Maka dari itu, kita tidak bisa berdiri terpaku lalu meneropong dari kejauhan tentang situasi tertentu. Kita tidak boleh berdiri dari kejauhan untuk “keker” sesuatu yang sedang terjadi.
“Datang dan Lihatlah” yang menyertai perjumpaan awal yang menyentuh antara Yesus dan murid-murid-Nya, merupakan metode setiap komunikasi manusiawi yang otentik. Untuk itu kita perlu bergerak ke luar, pergi melihat sendiri, tinggal bersama orang-orang, mendengarkan kisah mereka dan mengumpulkan pelbagai pendapat atas realita yang selalu mengejutkan kita dalam aspek kehidupan tertentu.
Karena itu maka pada Minggu Komunikasi Sedunia yang ke-55 ini Sri Paus mengajak kita semua:” Buka mata dengan takjub apa yang anda lihat, dan biarkanlah tanganmu merasakan kesegaran dan vitalitas, sehingga ketika orang lain membaca yang Anda tulis ( atau mendengar apa yang Anda wartakan) mereka akan menyentuh denyut kehidupan yang ajaib,” demikian pesan Sri Paus, menyetir kata-kata dari Beato Manuel Lozano Garrido.
Saudara-saudara, pada kesempatan istimewa ini Bapa Suci hendak mendedikasikan tema: Datang dan Lihatlah,” sebagai inspirasi bagi setiap komunikasi yang ingin makin jelas dan jujur: dalam dunia jurnalistik, dalam internet, dalam kotbah-kotbah harian seorang gembala, dalam politik atau komunikasi sosial. Inilah cara iman kristiani dikomunikasikan sejak pertemuan-pertemuan pertama di tepi sungai Yordan dan danau Galilea.
Kepada para murid pertama yang ingin mengenal Yesus, setelah pembaptisan di sungai Yordan Dia menjawab:” Datanglah dan lihatlah (Yoh. 1:39). Yesus mengundang orang-orang itu untuk berrelasi, berkomunikasi, bersatu dengan-Nya. Begitulah iman kristiani dimulai dan dikomunikasikan: sebagai pengetahuan langsung, lahir dari pengalaman dan bukan dari desas-desus, apalagi yang bersifat gosip dan bualan kosong. Kami percaya tetapi bukan lagi karena apa yang kau katakan, sebab kami sendiri telah mendengar dia, dan kami tahu bahwa Dia-lah benar-benar Juruselamat dunia.”
“Datang dan lihat: Berkomunikasi, bertemu orang-orang sebagaimana dan di mana mereka berada, adalah undangan “inti dari Injil” dan proklamasi iman Kristen yang sedang berlangsung. Sebuah proklamasi yang bukan hanya tentang kata-kata, tetapi terdiri dari pertemuan, penampilan, kesaksian, pengalaman, dan kedekatan yang intens.
Pertanyaannya, apakah pesan Datang dan Lihatlah masih relevan pada situasi pandemi corona virus yang masih terus menggila ini? Bukankah perjumpaan dengan orang atau kelompok orang itu telah melanggar protokol kesehatan? Bukankah berjumpa dengan sekelompok orang itu berarti menciptakan kerumunan orang yang mustinya dihindari? Bukankah kita telah diminta untuk tetap menjaga jarak sosial dan mengurangi mobilitas di luar rumah? Lalu, untuk kepentingan pelayanan orang-orang sakit, untuk kepentingan pewartaan sabda Tuhan, apa yang musti dilakukan agar orang merasa tidak ditinggalkan dalam derita, atau agar tidak kering kehidupan rohaninya?
Apapun situasinya, cerita kitab suci, harus tetap diwartakan. Orang-orang sakit harus tetap merasa tidak ditinggalkan. Karena itu, pilihan bermisi dengan menggunakan media komunikasi adalah sebuah keniscayaan sebagaimana dihimbau Sri Paus :” Bahkan ketika kedekatan fisik tidak memungkinkan, komunikator Katolik dapat menggunakan media untuk menjangkau banyak orang, membantu mereka merasakan kedekatan dengan Gereja dan mengundang mereka untuk mengikuti Yesus lebih dekat.” ***