”Ambillah, Inilah Tubuh-Ku”
Kel. 24:3-8; Ibr. 9:11-15 Injil Mrk. 14:12-16.22-26
Oleh : Germanus S. Atawuwur
Alumnus STFK Ledalero
WARTA-NUSANTARA.COM–Hari ini Gereja Katolik merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus atau dikenal juga dengan istilah Corpus Christi. Hari raya ini dirayakan setelah seminggu kita merayakan Hari Raya Tritunggal Mahakudus. Gereja hendak memberikan kekuatan spritual kepada umatnya, agar tetap kuat berdiri di atas iman Trinitaris.
Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus dimulai pada abad ke-13 di Belgia, mengikuti pengalaman mistis Santo Juliana de Cornillon, sebuah pesta lokal yang didedikasikan untuk Ekaristi Kudus yang didirikan di Liège pada tahun 1247. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1263, seorang imam Bohemia yang berziarah ke Italia dilanda keraguan tentang kehadiran nyata Yesus dalam Sakramen Mahakudus. Saat merayakan Misa di kota Bolsena, ia mengalami mukjizat Ekaristi, ketika beberapa tetes darah tertumpahkan oleh Hosti yang rusak setelah dikonsekrir/dikuduskan. Tahun berikutnya, pada tahun 1264, Paus Urbanus IV melanjutkan pesta perayaan Corpus Christi ke seluruh dunia.
Dalam perjalanan waktu, Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus sebagaimana sekarang dikenal, dirayakan dengan maksud untuk menghormati Yesus yang secara substansial hadir dalam Sakramen Mahakudus. Kebenaran Kehadiran Nyata dikonfirmasi pada tahun 1215 oleh Dewan Lateran Keempat. Kemudian, pada tahun 1551, Konsili Trente secara definitif menegaskan kembali doktrin tersebut dalam sebuah bagian yang dikutip kata demi kata oleh Katekismus Gereja Katolik:“ Karena Kristus Penebus kita mengatakan bahwa apa yang Ia persembahkan dalam rupa roti adalah benar-benar tubuh-Nya, maka di dalam Gereja Allah selalu dipegang teguh keyakinan ini, dan konsili suci ini menjelaskannya kembali: oleh konsekrasi roti dan anggur terjadilah perubahan seluruh substansi roti ke dalam substansi tubuh Kristus, Tuhan kita, dan seluruh substansi anggur ke dalam substansi darah-Nya. Perubahan ini oleh Gereja Katolik dinamakan secara tepat dan dalam arti yang sesungguhnya perubahan hakiki [trans-substansiasi]” (lih. Katekismus Gereja Katolik 1376).”
Jadi, Pesta Tubuh dan Darah Kristus, sejatinya adalah untuk mengenangkan dan sekaligus merayakan kembali Ekaristi Kudus, yang dimulai oleh Yesus sebagaimana kita dengar dalam bacaan injil hari ini yang mengetengahkan kepada kita kisah Penetapan Perjamuan Malam:” Ketika Yesus dan murid-murid-Nya sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: “Ambillah, inilah tubuh-Ku .” Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka, dan mereka semuanya minum dari cawan itu. Dan Ia berkata kepada mereka: “Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang.”
Darah menandakan penyucian dan pengampunan. Darah Kristus merupakan pusat dari konsep penebusan dalam Perjanjian Baru. Di atas salib, Kristus mencurahkan darah-Nya yang tidak berdosa agar dapat menghapus dosa-dosa kita serta mendamaikan kita dengan Allah.
Dengan darah-Nya, Kristus mengngampuni dosa semua orang yang bertobat dan percaya, Darah-Nya menebus semua orang percaya dari kuasa Iblis dan kejahatan, Darah-Nya membenarkan semua orang percaya kepada-Nya. Darah-Nya menyucikan hati nurani orang-orang percaya sehingga mereka dapat melayani Allah tanpa kesalahan dengan penuh keyakinan, Darah-Nya menyucikan umat Allah, Darah-Nya membuka jalan bagi orang-orang percaya untuk langsung menghampiri Allah melalui Kristus untuk memperoleh kasih karunia, kemurahan, pertolongan. Keselamatan Darah-Nya adalah jaminan untuk semua janji dari perjanjian baru. Kuasa darah Kristus yang menyelamatkan, mendamaikan, dan menyucikan itu senantiasa tersedia untuk orang-orang pada waktu mereka menghampiri Allah melalui Kristus.
Saudara-saudara, umumnya di kalangan Gereja Katolik, bertepatan dengan Hari Raya ini, ada paroki-paroki menyelenggarakan Pesta Komuni Suci Pertama. Komuni Pertama yang diberikan kepada anak-anak bertepatan dengan Hari Raya Corpus Christi ini mau mengingatkan mereka akan pentingnya Perayaan Ekaristi Suci, – Sakramen Mahakudus -. Bahwa Sambut Baru tidak hanya menjadi moment sukacita bagi anak dan keluarganya, tetapi Sakramen Ekaristi adalah “sakramen pengorbanan diri” karena itu maka pasca menerima Tubuh dan Darah Kristus, kita perlu “memecah-bagikan” diri kepada sesama, teristimewa kepada saudara-saudari yang sungguh-sungguh membutuhkan, sehingga sukacita kita semakin melimpah.
Selain itu, perayaan Komuni Pertama mengingatkan para orangtua bahwa cara terbaik untuk mendampingi anak-anak ini adalah dengan menghayati Sang Kebenaran yang dirayakan. Hadiah terbaik bagi anak-anak ini adalah bahwa orang tua anak-anak itu dan semua yang terlibat dalam penerimaan komuni pertama menyambut Tubuh Kristus setelah mengakukan dosa-dosa mereka secara tulus, sebagai buah dari pertobatan sejati dan menyiapkan hatinya untuk menjadi “Rumah” bagi Tamu Agung mereka. Hati kita semua, – tanpa kecuali – musti terus dilayakan untuk menjadi “Tabernakel” hadirnya Yesus dalam hidup kita.
Untuk itu para orang tua tidak boleh menjadikan anak-anak mereka korban konsumerisme, terutama dengan mencederai pengalaman berharga dari penerimaan komuni pertama. Anak-anak yang menerima komuni pertama mewakili masa kanak-kanak yang penuh dengan kepolosan, kelembutan, dan sukacita, sebagaimana nampak dalam wajah-wajah mereka di saat menerima untuk pertama kalinya Tubuh dan Darah Kristus.”
Hari penerimaan komuni pertama adalah saat indah dalam hidup setiap orang Kristen. Hari itu tidak akan terlupakan dan merupakan saat penuh rahmat dalam usia dini kehidupan kita. Pada saat itu Allah mewahyukan diri kepada setiap anak. Allah menanamkan pemahaman dalam hati mereka bahwa Dia selalu mencintai mereka, senantiasa bersama mereka, selalu siap mengampuni mereka. Allah pun ingin agar mereka mengalami sukacita dalam kehidupan, baik di dunia maupun di surga. Pengalaman indah ini harus dipertahankan sampai dewasa. Untuk itulah penerimaan komuni pertama harus menjadi salah satu momentum untuk membantu anak-anak supaya mereka mengalami sukacita yang terpusat pada Yesus Kristus, supaya mereka menjadikan-Nya sahabat terkarib mereka.
Saudara-saudara lalu, bagiamana dengan kita orang-orang dewasa yang sudah selalu menerima Komuni Suci? Bahwa Perayaan Ekaristi, penerimaan Tubuh dan Darah Kristus bukan sekedar sebuah perayaan kenangan melainkan sebagai perayaan pengurbanan diri. Kita dituntut untuk memberikan diri. Maka barangsiapa menyambut Tubuh dan Darah Kristus, setuju tidak setuju, suka tidak suka, mau tidak mau, dituntut untuk “memecahkan” dirinya, “mengurbankan” dirinya bagi kebahagiaan dan keselamatan orang lain juga.
Maka bagi kita yang telah menerima Komuni Kudus, bila kembali ke rumah masing-masing, khusus pada masa pandemi saat ini, kita pergi untuk menjumpai orang-orang yang tidak dapat makan pada hari ini karena kehilangan mata pencaharian, sulitnya mendapatkan makanan yang disebabkankan oleh harga sembako yang semakin melambung dari waktu ke waktu. Kepada orang-orang seperti itulah, kita semua tanpa kecuali diutus untuk menjadi “ekaristi” bagi mereka. Kepada orang-orang yang sedemikian itu kita dengan sukacita memberikan diri sambil mengulangi kata-kata Yesus di dalam hati kita:” Ambillah, inilah tubuh-Ku. Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang.” ***