Yeh.17:22-24; 2 Kor.5:6-10; Injil Mrk. 4:26-34
Oleh : Germanus S. Atawuwur
Alumnus STFK Ledalero
WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, saudara-saudari, setelah kita merayakan Pesta Tubuh dan Darah Kristus, hari ini, kita masuk pada Minggu Biasa Kesebelas. Minggu Biasa yang didominasi warna hijau dalam seluruh liturgi kita menjadi simbol kehidupan, pertumbuhan dan pengharapan, teristimewa dalam hal iman kepada Tritunggal Mahakudus. Karena itu maka bacaan-bacaan suci hari ini, teristimewa bacaan Injil mengetengahkan proses pertumbuhan iman sebagaimana dilukiskan dalam perumpamaan tentang Kerajaan Allah. Yesus mengumpamakan kerajaan Allah seperti biji sesawi.
Biji sesawi sangat kecil, jika ditanam akan tumbuh perlahan-lahan. Awalnya tak nampak, tapi makin hari semakin besar akhirnya menjadi pohon yang besar dan rindang, tempat burung hinggap dan berteduh.
Gambaran ini mau mengatakan bahwa kerajaan Allah adalah pertumbuhan. Kita tidak dipanggil untuk membangun kerajaan Allah tapi menanamnya. Menanamnya tidak saja di dalam hati kita, tetapi juga di dalam hati sesama melalui perkataan dan perbuatan. Kerajaan Allah itu adalah benih yang kita terima langsung dari Allah karena kerajaan Allah itu berhubungan dengan iman.
Benih itu adalah iman percaya kita, bertumbuh tiap hari melalui pengalaman-pengalaman hidup kita yang dengan tabah menjalani semua peristiwa kehidupan (2 Kor 5:6). Semua pengalaman, baik itu suka maupun duka, kegagalan atau keberhasilan. untung atau malang, susah atau senang, semuanya dijalani dengan iman kepada Bapa.
Tentang hal ini Rasul Paulus adalah contohnya. Dia memiliki karakter iman yang tidak bermegah untuk diri sendiri karena bagi dia, pertumbuhan iman adalah anugerah Tuhan (2 Kor 5:12). Pengalaman hidup Paulus setelah ia menerima kehadiran Kristus menjadikannya menjadi orang yang begitu mengandalkan Kristus. Bagi Paulus, Kristus adalah sosok yang begitu penting dalam kehidupannya. Karenanya, dia tidak gampang diombang-ambingkan oleh hal-hal keduniaan yang ada di sekitarnya. Tidak peduli seberat apapun tantangan atau penderitaan yang dihadapi dan dialaminya, tapi ia tetap berdiri tegak pada dasar imannya yakni Tuhan Yesus Kristus, sebagaimana yang dikatakannya
” Hati kami senantiasa tabah, meskipun kami sadar, bahwa selama kami mendiami tubuh ini, kami masih jauh dari Tuhan, – sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat. ” Perkataan Paulus ini sejalan dengan surat kepada orang Ibrani:” “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (Ibr. 11:1). Jadi, iman menjadi dasar bagi orang percaya dalam menjalankan hidup kekristenan. Karena itu kita harus memiliki iman yang hidup dan aktif, karena “…tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” (Ibr. 11:6).
Iman adalah kemampuan Ilahi yang sanggup melihat apa yang tidak sanggup diihat mata jasmani. Orang Kristen yang beriman memiliki keyakinan yang kuat akan Tuhan dan janji-janjiNya meski hal itu belum menjadi kenyataan. Orang Kristen yang beriman tidak ragu dan bimbang akan segala janji Tuhan, sebaliknya memegang teguh janji itu tanpa mempertanyakannya, terus bersabar dan bertekun menantikan janji Tuhan tersebut, dan menjalani hidup dengan bergantung sepenuhnya kepada Tuhan.
Karena itu maka meski menghadapi tantangan dan ujian yang berat Rasul Paulus tidak tawar hati: “…meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari hari ke sehari.” (2 Kor 4:16). Paulus yakin benar bahwa penderitaan yang dialaminya itu tidak sebanding dengan kemuliaan yang Tuhan sediakan kelak (bdk. Rm 8:18).
Saudara-saudaraku, iman itu harus terus bertumbuh. Karena itu iman perlu diwujud-nyatakan. Karena bila tiba saatnya kita dipanggil Allah, kita akan dihakimi menurut perbuatan iman yang sudah kita laksanakan di dunia sebagaimana Rasul Paulus hari ini meningatkan kita:” Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus , supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat.”
Rasul Paulus dengan tegas mengatakan bahwa tatkala kita menghadap takhta pengadilan Kristus, setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya selama hidup. Bila selama hidup kita banyak “menabur” angin, maka pada saat kita menghadap tahkta pengadilan, yang kita dapatkan adalah menuai “badai.” Bila semasa hidup kita banyak berbuat baik, maka di pengadilan akhir kelak, kita pun mendapatkan kebaikan Tuhan; sebaliknya, bila yang kita lakukan adalah kejahatan, maka yang kita tuai adalah juga kejahatan. Kita tidak mungkin menuai padi, bila kita malah menanam ilalang.
Untuk itulah saya mengajak kita semua agar sepanjang ziarah kita dalam minggu-minggu biasa ini, iman kita tetap tumbuh-kembang, ibarat biji sesawi. Harus terus bertumbuh walau perlahan. Awalnya boleh tidak nampak, tapi makin hari semakin besar akhirnya menjadi pohon yang besar dan rindang.
Demikian adanya iman kita. Harus terus bertumbuh. Dia tidak boleh layu karena alasan apapun juga. Dia tidak boleh stagnan karena situasi-situasi tertentu. Iman itu tidak boleh mati hanya karena kita beralih perhatian pada pengagungan akan harta benda yang kita miliki dan sekalian kita pun berkubang dalam kesenangan-kesenangan duniawi. Iman harus diwujud-nyatakan dalam perkataan dan perbuatan. Untuk itu marilah kita memulai mewujud-nyatakan. Kita mulai dengan hal-hal yang kecil dengan memberi pakaian kepada yang terkenah musibah, memberi makan kepada yang lapar karena kenah PHK, mengunjungi yang ada di penjara, dan melawat yang sakit. Kita tidak boleh berhenti di situ. Kita harus terus memberikan aroma kebaikan kepada siapa pun juga. Kita musti terpanggil untuk menjadi berkat bagi orang lain. Kita perlu bersikap jujur dan adil. Selain itu, kita musti terus wartakan kebenaran, tidak saja dengan kata-kata, melainkan juga dengan perbuatan.
Untuk itu, marilah kita belajar dari Rasul Paulus. Pengalaman hidup Paulus setelah ia menerima kehadiran Kristus menjadikannya menjadi orang yang begitu mengandalkan Kristus sebagai sosok yang begitu penting dalam kehidupannya. Ia tidak gampang diombang-ambingkan oleh hal-hal keduniaan yang ada di sekitarnya. Tidak peduli seberat apapun tantangan atau penderitaan yang dihadapi dan dialaminya, tapi ia tetap berdiri tegak pada dasar imannya yakni Tuhan Yesus Kristus. Karena itu dia adalah orang yang telah berkenan kepada Allah. Semoga kita, Anda dan saya seperti Paulus, menjadi orang yang berkenan kepada Allah, sekarang ini, kini dan di sini karena kita telah memiliki iman yang hidup dan aktif. ***