ADVERTISEMENT
google.com, pub-9566902757249236, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Kotbah Minggu Biasa XII (Tahun B) TETAP TENANG DI TENGAH BADAI KEHIDUPAN

Ayb. 38:1.8-11; 2 Kor.5:14-21; Mrk. 4:35-41

Oleh : Germabus S. Atawuwur

Alumnus STFK Ledalero

google.com, pub-9566902757249236, DIRECT, f08c47fec0942fa0

WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, sauara, saudari yang terkasih, bila kita menghitung waktu, sudah satu tahun tiga bulan kita telah berkubang dalam badai corona virus yang kita sendiri tidak tahu, kapan akan berakhir. Sejak muncul virus corona di negeri ini, hampir seluruh dimensi kehidupan tergoyahkan. Kehidupan sosial terhenti dan diganti dengan menjaga jarak sosial. Ibadat-ibadat untuk sementara waktu tidak diadakan lalu dipraktekannya ibadat secara online. Sekolah-sekolah ditutup rapat dan diganti dengan belajar daring. Aktifitas sosial terpasung. Suasana normal telah berlalu dan muncullah praktek normal hidup baru. Hidup berdampingan dengan corona virus dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Badai ini telah meluluhlantakan pertumbuhan perekonomian dunia yang terasa sampai pada keluarga kita masing-masing. Mangkraknya pertumbuhan ekonomi menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di mana-mana sementara di pihak lain hadirnya pengangguran yang meningkat drastis. Lapangan pekerjaan kian sulit sementara di lain pihak, harga sembako kian meroket. Daya beli masyarakat semakin hari semakin melemah. Itulah badai kehidupan yang sedang kita semua alami hingga hari ini. Bisa saja, di tengah badai itu ada orang yang mungkin saja merasa takut. Mungkin pula ada yang merasa tak berdaya.

RelatedPosts

Sementara kita masih berkubang dalam badai pandemi corona virus, muncul lagi badai Seroja yang meluluh-lantahkan sebagian daerah di wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur. Penduduk di wilayah itu, sudah jatuh tertimpah tangga pula.

Ketika menghadapi badai-badai itu, ada yang merasa Tuhan mungkin tidak lagi menjadi sandaran mereka. Mereka menjadi mati iman karena merasa Tuhan sepertinya masih terus tertidur lelap. Tuhan dianggap masa bodoh. Pada akhirnya Tuhan bagi mereka seolah-olah telah mati karena Tuhan sepertinya absen dalam kehidupan mereka. Badai silih berganti yang berdatangan mengisyaratkan bahwa badai hidup memang akan terus-menerus ada selama manusia itu ada di muka bumi.

Badai yang masih saja kita hadapi, dialami juga oleh murid-murid Yesus sebagaimana kesaksian injil hari ni. Yesus mengajak mereka:” Marilah kita bertolak ke seberang.” Ajakan Yesus serta-merta diikuti oleh murid-murid-Nya. Mereka tidak memperhitungkan terlebih dahulu dampak bila melakukan perjalanan di danau itu. Mereka tidak sempat memberi alternatif perjalanan lain, milsanya dengan menyusuri jalan darat. Maka begitu di tengah pelayaran dalam situasi malam nan gelap, tiba-tiba badai menghadang. Tidak main-main. Amukan taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air.” Taufan yang sangat dahysat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, itulah badai hidup para murid Yesus saat itu. Mereka tentu tidak hanya cemas. Mereka tidak saja kuatir, tetapi mereka pasti diselimuti ketakutan yang sangat. Maka tidak bisa tidak mereka musti cari pertolongan. Siapakah yang dimintai bantuan? Ternyata mereka pergi kepada Yesus. Namun sayang, Yesus malah sedang tertidur lelap di buritan pada sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?”

Hal yang paling pertama dilakukan Yesus setelah dibangunkan adalah menghardik taufan dan menyuruh danau itu diam. Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Sesudah itu, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya:” Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” Sementara orang lain yang ikut serta dalam pelayaran bersama Yesus merasa ketakutan dan saling bertanya:” Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?”

“Orang luar” yang ada bersama mereka di perahu-perahu yang lain belum begitu tahu tentang siapakah Yesus, walaupun sepanjang siang kemarin, mereka telah mendengar Yesus mengajar dengan penuh wibawa. Tetapi bagi murid-murid Yesus, mereka sudah tahu, siapakah Yesus itu sehingga mereka dengan pasti datang meminta bantuan-Nya.

Peristiwa ini mau menyatakan baik kepada para murid dan orang yang mengikuti Yesus dalam pelayaran itu bahwa Yesus itu adalah penguasa alam semesta. Yesus yang adalah Tuhan itu mengatasi segala-galanya, termasuk angin taufan ini. Jadi, peristiwa ini adalah peneguhan iman kepada para murid-Nya bahwa Yesus yang sedang mereka ikuti karena percaya bahwa Yesus Tuhan adalah penguasa alam jagat. Peristiwa itu pula sekaligus sebagai model perkenalan diri Yesus kepada banyak orang yang belum mengenal Dia dengan baik. Kalau di saat kemarin Yesus mengajar penuh wibawa sampai para pendengarnya terkagum-kagum dan mulai mengikuti DIA maka pada malam hari ini Yesus kembali menunjukkan siapakah Dia di hadapan orang-orang banyak yang terus mengikuti Dia tetapi belum mengenal-Nya. Baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan, Yesus adalah Yang Mahakuasa atas segala-galanya.

Saudara-saudara, sebagai manusia yang masih mengembara di dunia, kita musti sadar bahwa badai akan selalu ada di sepanjang hidup dan kehidupan kita.
Badai itu dapat saja menerpa secara pribadi atau pun bersama-sama dalam kehidupan keluarga, gereja dan masyarakat. Misalnya, kita tidak dapat membiayai pendidikan anak-anak ke jenjang yang lebih tinggi karena ketiadaan uang. Ada yang mungkin kehilangan lapangan pekerjaan. Petani yang gagal panen. Sementara itu mungkin ada di antara kita yang hanya “memegang perut” karena tidak dapat makan tiga kali sehari akibat PHK yang disebabkan oleh covid-19. Ada badai putus cinta yang dialami oleh anak-anak muda. Ada badai gagal study atau karier yang terus mandek. Ada badai yang menghantam suami istri karena perselingkuhan tanpa ada saling memaafkan dan mengampuni. Masih banyak badai yang akan terus kita jumpai dalam hidup dan kehidupan kita. Badai yang datang harus dihadapi. Menghadapi badai harus dalam ketenangan. Harus tetap tenang di tengah badai kehidupan. Kita tidak boleh melarikan diri dari kenyataan itu. Kita juga tidak hanya mengeluh saja. Tidak boleh bertindak ceroboh. Tidak boleh bertindak gegabah. Jangan terlalu panik atau takut.

Kita semua, Anda dan saya pasti punya badai hidup, entah sendiri-sendiri atau secara bersama-sama. Apakah badai kehidupan itu kemudian kita lantas berkata, Tuhan telah meninggalkan kita karena kita sedang berjuang sendiri? Apakah karena badai itu kita katakan Tuhan tetap tidur di tengah badai yang terus menghantui kita? Apakah Tuhan tidak peduli bahkan masa bodoh dalam badai yang masih terus kita alami? Sampai kapankah badai ini berlalu?

Saudara-saudara, badai apapun dalam hidup kita pasti berlalu. Entah cepat atau lambat. Karena santu Paulus telah mengingatkan kita dalam 1 Korintus 10:13 “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekutan manusia, sebab Allah setia, dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai, Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya”. Karena itulah maka di setiap kehidupan kita, kita harus memiliki harapan, bahwa badai pasti berlalu karena kita dikuasai oleh kasih Kristus. ***

Related Posts

Next Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *