Keb. 15:1.11-15; 2 Kor. 8:7-15; Mrk.5:21-43
Oleh : Germanus S. Atawuwur
Alumnus STFK Ledalero
WARTA-NUSANTARA.COM-Seminggu yang lalu, kita telah mendengar injil tentang Yesus meredahkan taufan, berkaitan dengan itu saya telah mengatakan bahwa badai hidup akan selalu menghampiri setiap orang, entah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama Apa yang saya katakan itu, hari ini terjadi pada seorang kepala rumah ibadat yang selalu dicecoki rasa risau dan gelisah lantaran putrinya sakit hampir meninggal. Sementara itu muncul juga sosok seorang perempuan yang sakit pendarahan selama 12 tahun dan sudah jadi melarat lantaran semuanya sudah ludes untuk biaya pengobatannya.
Dua orang ini, baik kepala rumah ibadat maupun perempuan itu, nyaris memiliki badai hidup yang sama. Terbelenggu dalam derita fisik dan psikis. Mulai merasuk badai krisis finansial lantaran semua sudah ludes terjual untuk biaya kesehatan. Kesehatan memang sungguh mahal dan penting dalam hidup manusia sehingga apapun yang ada padanya dijual hingga habis demi kesehatan. Namun, bukannya pulih, malah penyakit kian parah. Namun demikian, mereka tidak mati langkah. Mereka masih memiliki secercah harap. Karena itu mereka pun berusaha. Maka, begitu mendengar Yesus yang sedang berada di tepi danau, datanglah kepala rumah ibadat yang bernama Yairus.
Ketika ia melihat Yesus, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya dan memohon dengan sangat kepada-Nya: “Anakku perempuan sedang sakit, hampir mati, datanglah kiranya dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup.”
Yesus bergegas ke rumah Yairus dan orang bergerombolan mengikuti Dia. Mereka mengikuti-Nya dari dekat dengan berdesak-desakan. Di antara sekian orang banyak itu, ada juga seorang perempuan. Ia menderita pendarahan. Dia terbelenggu dalam badai sakit pendarahan yang sedemikian lama. Dia sudah mendengar berita tentang Yesus, maka di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubah-Nya. Sebab katanya: “Asal kujamah saja jubah-Nya , aku akan sembuh.” Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya.
Menariknya, ketika berjumpa dengan Yesus, mereka melakukan hal yang sama, yakni tersungkur. Yang dilakukan Kepala Rumah Ibadat adalah tersungkur di depan kaki Yesus seraya memohon dengan sangat kepada-Nya: “Anakku perempuan sedang sakit, hampir mati, datanglah kiranya dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup.” Sedangkan perempuan itu tampil dan tersungkur di depan Yesus dan dengan tulus memberitahukan segala sesuatu kepada-Nya.
Sikap tersungkur di depan kaki Yesus adalah simbol kerendahan hati. Kepala Rumah Ibadat, yang saban hari dikenal sebagai “orang besar” karena jabatan itu, dia sadar, di depan dia berdiri Yesus Tuhan yang melampaui segala-galanya. Karena itu dia sekalipun kepala rumah ibadat, dia sadar diri, dia bukanlah siapa-siapa di hadapan Yesus Tuhan. Maka tidak bisa tidak, dia harus punya kerendahan hati yang ditunjukkan dengan tersungkur di depan kaki Yesus. Hal ini dia lakukan sebelum anaknya sembuh, karena Yesus masih dalam perjalanan menuju rumahnya. Sedangkan perempuan yang sakit pendarahan, tersungkur di depan Yesus setelah dia alami kesembuhan. Kerendahan hati yang ditonjolkan oleh dua sosok ini adalah sebuah peringatan kepada orang-orang kristen bahwa memiliki kerendahan hati sepanjang hayat, adalah sebuah kebajikan insani. Bahwa kerendahan hati menjadi tonggak penyanggah iman kita kepada Yesus Kristus, bahwa DIA-lah penyelenggara hidup kita, yang daripadanya kita bersandar, entah dalam untung dan malang; entah dalam suka entah dalam duka; entah dalam keberhasilan ataupun kegagalan, entah dalam sakit atau sehat.
Selain kerendahan hati, dari dua orang ini kita juga belajar bahwa hanya kepada Tuhan sajalah kita meminta pertolongan dalam proses penyelenggaraan hidup dan kehidupan kita. Terhadap kerendahan hati yang ditunjukkan oleh kedua orang ini, Yesus tidak tinggal diam. Kepada Yairus, walau putri kepala rumah ibadat itu sudah meninggal dunia (ayat Mrk. 5:35). Tanggapan Yesus ialah membangun iman sang ayah, bahkan dalam situasi yang tampaknya tak berpengharapan. Karena itu Yesus berkata kepada kepala rumah ibadat: “Jangan takut, percaya saja!” Sesudah Ia masuk, Ia berkata kepada orang-orang itu: “Mengapa kamu ribut dan menangis? Anak ini tidak mati, tetapi tidur! ” Tetapi mereka menertawakan Dia. Maka diusir-Nya semua orang itu, lalu dibawa-Nya ayah dan ibu anak itu dan mereka yang bersama-sama dengan Dia masuk ke kamar anak itu. Lalu dipegang-Nya tangan anak itu, kata-Nya: “Talita kum,” yang berarti: “Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah! ” Seketika itu juga anak itu bangkit berdiri dan berjalan, sebab umurnya sudah dua belas tahun. Semua orang yang hadir sangat takjub.
Sementara itu, hal yang terlebih dahulu dilakukan oleh Yesus kepada perempuan yang sakit pendaharan, di tengah perjalanan tadi, adalah sentuhan belaskasih Yesus yang semakin meneguhkan imannya:”Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!”
Wanita ini boleh lemah secara fisik. Namun dari sisi iman, tiada duanya. Ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubah-Nya. Sebab katanya:” Asal kujamah saja jubah-Nya , aku akan sembuh.” Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya.
Kitab-kitab Injil sering kali mengisahkan tentang orang sakit yang menjamah Yesus (Mr 3:10; 5:27-34; 6:56) atau Yesus yang menjamah mereka (Mrk. 1:41-42; 7:33-35; Mat 8:3,15; 9:29-30; 20:34; Luk 5:13; Luk 7:14-15; 22:51). Sentuhan dan kehadiran Yesus itulah yang terutama. Sentuhan-Nya berkuasa untuk menyembuhkan karena Ia mengasihani kelemahan kita dan Ia adalah sumber kasih karunia dan kehidupan (Ibr 4:16). Tanggung jawab kita dalam mendambakan kesembuhan adalah mendekatkan diri kepada Yesus serta hidup di hadapan-Nya dengan selalu mengandalkan campur tangan Tuhan.
Saudara-saudari, dalam ziarah hidup kita, kita juga tentu mengalami persoalan hidup. Ada sakit penyakit yang menggerogoti, ada kegagalan dalam berkarier, ada himpitan ekonomi, ada putus cinta, ada persoalan dalam rumah tangga. Bila ada persoalan hidup yang dialami maka kita musti rendah hati untuk datang mengetuk pintu hati Tuhan melalui doa-doa kita. Kita kasitahu ke Tuhan apa problem hidup kita. Kita sampaikan dengan penuh iman, niscaya Tuhan pasti mendengarkan keluh-kesah kita.
Kita yang mungkin saat ini sedang berbeban-berat, marilah kita belajar dari Yairus dan perempuan yang sakit pendaharaan, kita imani apa yang dikatakan Yesus hari ini:” Jangan Takut, Percaya Saja!” ***