Yeh. 2:2-5; 2 Kor. 12:7-10; Injil Mrk. 6:1-6
Oleh : Germanus S. Atawuwur
Alumnus STFK Ledalero
WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, saudara, saudariku, minggu silam, kita dengar tentang kesaksian Yairus Kepala Rumah Ibadat dan Perempuan yang sakit pendarahan tentang betapa luas dan dalamnya, tinggi dan kuatnya iman mereka terhadap Yesus. Mereka mengalami keselamatan oleh karena kekuatan iman mereka akan keampuhan kata-kata Yesus:” Jangan Takut, Percaya Saja, Karena imanmu telah menyelamatkan engkau.” Yesus yang demikian super di luar kampung-Nya yang membuat orang begitu berjubel mengikuti Dia, setelah membuat beraneka mujizat penyembuhan, Dia hendak ke kampung halaman-Nya Nasaret. Murid-murid-Nya ada bersama dengan Dia. Pada hari Sabat, Yesus mengajar di Rumah Ibadat. Ia mengajar orang-orang-Nya sendiri.
Namun apa yang terjadi? Bukannya mereka terkagum-kagum terhadap ajaran Yesus, malah sebaliknya mereka mempersoalkan kewenangan, mereka mempermasalahkan otoritas pengajaran Yesus. Karena itu mereka mempertanyakan kuasa Yesus:” Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya?”
Bagi orang-orang Nazaret, Yesus itu sama seperti mereka yang lain. Maka mustahil Yesus memiliki segala otoritas dan kewenangan baik untuk mengajar maupun untuk melakukan perbuatan-perbuatan ajaib. Bagi mereka, Yesus sama saja dengan mereka. Tiada lebihnya. Pengetahuan mereka tentang Yesus sangat terbatas. Bagi mereka, Yesus manusia biasa seperti mereka. Karena itu mereka tidak tertarik untuk mengenal Yesus secara lebih baik dan lebih mendalam. Mereka terperangkap dalam pikiran mereka yang sempit. Mereka telah gagal mengenal Yesus sebagai Putra Allah. Dampaknya, mereka juga gagal mengimani Yesus dengan segala otoritas dan kewenangan-Nya.
Agar mereka keluar dari perangkap pikiran mereka itu, perlu loncatan pikiran yang lebih cepat dan lebih berani. Maka betapa pentingnya memiliki loncatan pikiran untuk segera mengenal Yesus secara lebih baik dan benar. Bahwa Yesus tidak hanya manusia, tetapi juga Allah. Dia bukan hanya Anak Tukang Kayu, tetapi juga Anak Allah yang Kudus, yang kepada-Nya Allah berkenan. Namun sayang, loncatan pikiran itu tak terjadi di kalangan orang-orang Nazaret. Mereka bahkan frontal terhadap Yesus. Frontalitas mereka ditunjukkan dengan mengusir Yesus keluar dari kampung halaman-Nya sendiri.
Kegagalan mereka mengenal dan bahkan mengimani Yesus sebagai Putra Allah adalah karakteristik yang tidak beda jauh dengan karakter bangsa Israel di zaman nabi Yehesekiel. Karena itu mereka perlu diinjili. Mereka butuh pendampingan iman dari seseorang yang disebut sebagai Nabi. Untuk itulah Tuhan mengutus nabi Yehesekiel untuk bersaksi tentang seorang nabi yang telah hadir di tengah mereka. Namun mereka buta hati. Mereka gamang imannya. Karena itu mereka tidak dapat mengakui sang nabi itu. Dalam situasi itulah datanglah Firman Tuhan kepada nabi Yehesekiel:” Hai anak manusia, Aku mengutus engkau kepada orang Israel, kepada bangsa pemberontak yang telah memberontak melawan Aku. Mereka dan nenek moyang mereka telah mendurhaka terhadap Aku sampai hari ini juga. Kepada keturunan inilah, yang keras kepala dan tegar hati, Aku mengutus engkau dan harus kaukatakan kepada mereka: Beginilah firman Tuhan ALLAH. Dan baik mereka mendengarkan atau tidak–sebab mereka adalah kaum pemberontak –mereka akan mengetahui bahwa seorang nabi ada di tengah-tengah mereka.”
Apakah orang-orang Nazaret adalah bangsa pemberontak yang melawan Allah? Apakah mereka adalah kaum keturunan orang-orang durhaka? Apakah mereka tergolong orang yang keras kepala dan yang tegar hatinya? Itu so pasti. Orang Nasaret yang adalah keturunan Israel adalah orang-orang durhaka. Mereka tergolong kaum pemberontak yang dengan angkuhnya mengusir Yesus keluar dari kampung halamannya sendiri. Mengapa mereka adalah kaum pemberontak? Karena mereka terus berkutat dalam kelemahan mereka sendiri. Mereka sedang dalam cengkeraman iblis. Iblis itulah yang menggoda mereka agar mereka selalu meninggikan diri dengan cara merendahkan keilahian Yesus dengan modus mengusir-Nya keluar dari kampung halaman-Nya sendiri. Mereka tidak mau Yesus dianggap oleh orang lain sebagai yang lebih super dari mereka, karena Yesus cumalah seorang anak tukang kayu. Masa hanya anak tukang kayu, Yesus malah jauh lebih tenar, jauh lebih hebat, bahkan memiliki kuasa untuk membuat mukjizat-mukjizat? Di mata mereka, mustinya Yesus Anak Tukang Kayu itu seperti mereka, bahkan “ di bawah “ mereka.
Terhadap sikap orang-orang sekampungnya yang durhaka, Yesus dengan tegas mengatakan:” “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya.” Konsekwensi dari pengusiran Yesus adalah bahwa Dia tidak dapat mengadakan satupun mujizat di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka.”
Saudara-saudara, karakteristik orang Israel di zaman nabi Yehesekiel ternyata masih terus ada hingga zaman Yesus. Orang Nasaret masih mewarisi karakteristik itu. Mereka masih menjadi bangsa yang durhaka, bangsa pemberontak yang melawan Allah, mereka masih tergolong orang yang keras kepala dan yang tegar hatinya. Pertanyaannya, apakah di zaman post moderen ini, kita pengikut Kristus sudah tidak lagi memiliki karakteristik sebagaimana telah diutarakan di atas?
Bila kita jujur, ad di antara kita masih memiliki kesamaan karakter seperti bangsa Israel dan orang Nasaret. Di zaman tekhnologi super canggih ini, kita tokh masih tergoda untuk menduai Mujizat Tuhan dengan kekuatan jimat-jimat dan mantera tertentu. Bahkan lebih dari itu, durhakanya kita adalah mengutamakan harta duniawi ketimbang harta surgawi. Maka tidak heran, kita bersikap cuek dan masa bodoh terhadap hari Tuhan, – Hari Minggu -. Kita masih bertegar hati lantaran kekuatan pengaruh iblis yang masih mencokol di hati kita untuk lebih mementingkan kepentingan diri, keluarga daripada kepentingan umum. Bahkan di zaman tekhnologi canggih ini posisi Tuhan nyaris tergantikan oleh hadirnya alat-alat komunikasi dengan berbagai model dan fitur yang memanjakan dan meninabobokan. Oleh karena perkembangan tekhnologi yang sedemikian canggih dan cepatnya, iman kita malah mulai luntur lalu kita mulai mempertanyakan kehadiran dan eksistensi Tuhan, “Benarkah Tuhan itu ada?”
Kisah pengusiran Yesus dari kampung halamannya oleh orang-orang-Nya sendiri adalah gambaran bahwa kita yang hidup di zaman ini, bisa saja menolak bahkan mengusir Yesus dari dalam hati dan hidup kita. Supaya kita selalu memiliki keyakinan teguh kepada Yesus Anak Manusia sekaligus Putra Allah maka marilah kita berdoa dalam hati masing-masing untuk memohon:” Tuhan, tambahkanlah iman kami.” ***