ATAMBUA : WARTA-NUSANTARA.COM – Perkara antara mama dan anak kandung di Atambua, Kabupaten Belu, Provinsi NTT belum berakhir. Setelah Majelis Hakim mengabulkan eksepsi Kristina Lazakar, Polres Belu didesak segera menangkap dan menahan tersangka Santy Taolin. Hal itu dikatakan Abdul Hamid, SH selaku Kuasa Hukum Kristina Lazakar pada media ini Minggu, (8/8/2021).
“Demi kepastian hukum, tersangka Santy Taolin segera ditahan. Kita desak Polres Belu segera menangkap dan menahan tersangka Santy Taolin. Ya, Santy Taolin jangan dibuat seolah dirinya lebih besar dari hukum. Santy Taolin sejak tahun 2020 sudah ditetapkan menjadi tersangka, sudah cukup lama.
Ditetapkan menjadi tersangka sejak 5 Desember 2020 dengan surat Nomor : S.tap / 42 / XII / 2020 / Reskrim yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim Polres Belu selaku penyidik.
Santy Taolin menjadi tersangka karena diduga melanggar pasal 266 KUHPidana terkait menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal seolah-olah keteranganya sesuai dengan kebenaran diancam dengan hukuman penjara tujuh tahun.
Dan pasal 372 KUHPidana terkait dengan sengaja melawan hukum memiliki sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”, jelas Hamid.
“Karena penahanan tersangka didasarkan pada alasan-alasan subyektif, formal dan obyektif. Syarat obyektif diatur dalam pasal 21 ayat (4) KUHAP. ‘Penahanan dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.’
Pasal 266 KUHP itu ancaman pidana tujuh tahun, olehnya harus ditahan sesuai syarat obyektif yang diatur dalam KUHAP.
Dalam pasal 21 ayat (1) KUHAP menyebutkan: ‘Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.’ Ketentuan ini disebut sebagai syarat subyektif penahanan.
Syarat formal tercantum dalam pasal 21 ayat (2) dan (3) KUHAP. ‘Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan”, terang alumni Fakultas Hukum Undana ini.
Abdul Hamid, SH menjelaskan “dalam perkara perdata, Pengadilan mengabulkan eksepsi Kristina Lazakar. Dalam eksepsi nebis in idem terkait obyek tersebut sudah diputusan pengadilan tahun 2016, obyek itu kembali keposisi semula, kepada alm. Dominggus Taolin, bukan menjadi milik Santy Taolin, putusan pengadilan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap.
Tidak ada putusan pengadilan bahwa Santy Taolin sebagai pemenang atas obyek tersebut. Itu yang kami lakukan eksepsi dalam perkara perdata, kemudian dikabulkan Majelis Hakim”.
Sampai dengan berita ini diturunkan Penyidik Polres Belu Bripka Hendrik Suri saat dikonfirmasi media ini Minggu, (8/8/2021) melalui whatsapp terkait status tersangka Santy Taolin belum menjawab **.(*/WN-01)**