LEMBATA : WARTA-NUSANTARA.COM-Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Lembata, Drs. Petrus Toda Atawolo, M.si mengatakan, pendataan aset daerah di rumah jabatan Bupati Lembata di Kuma Resor (KR) harus dilakukan oleh Pemda Lembata karena hal itu merupakan perintah peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, mantan Sekda Lembata dalam pertemuan beberapa elemen masyarakat dengan PLT Bupati Lembata, Sekda Lembata, dan Asisten Sekda tanggal 4 Agustus 2021 mengusulkan agar aset daerah yang ada di Rumah Jabatan Bupati Lembata di KR harus dilaksanakan. Pamdangan Atawolo tersebut sebagai pencerahan bagi publik Lembata, sekaligus menjawab tudingan miring sejumlah pihak tentang pengelolaan aset daeah berdasarkan regulasi, bukan dendam politik. Demikian Rilis dari Mantan Sekda Lembata yang diterima Redaksi Warta Nusantara, Rabu, 11/8/2021.
Usulan mantan Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Lembata itu berangkat dari pengalamannya sebagai Sekda Lembata sejak tahun 2009 sampai dengan 2018 dan secara ex officio selaku Pengguna Barang dan Pengelola Barang Daerah memperoleh kewenangan delegasi untuk melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengedalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam lingkup OPD dan melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah.
Menurut Atawolo, ada lima peraturan perundang-undangan utama yang menjadi dasar untuk melaksanakan pendataan aset daerah pada rumah jabatan Bupati Lembata, yaitu : (1) PP Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah; (2) PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah; (3) PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah; (4) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Petunjuk teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah; dan (5) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Penjualan Barang Milik Negara/Daerah Berupa Kendaraan Perorangan Dinas.
Dari sisi waktunya, pelaksanaan pendataan aset daerah di rumah jabatan Bupati Lembata dilaksanakan secara rutin setiap tahun anggaran maupun menjelang akhir masa jabatan Bupati Lembata periode 2006-2011, Bapak Drs. A.D.Manuk (alm) dan Bupati Lembata periode 2011-2016, Bapak Eliazer Yentji Sunur (alm). Oleh karena itu, Atawolo menjelaskan secara periodik sebagai berikut :
- Pada periode 2006-2011, pendataan aset daerah pada Rumah Jabatan Bupati Lembata dilakukan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (2) PP Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pasal 6 ayat (2) menyatakan “Apabila Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah berhenti dari jabatannya, rumah jabatan dan barang-barang perlengkapannya diserahkan kembali secara lengkap dan dalam keadaan baik kepada Pemerintah Daerah tanpa suatu kewajiban dari Pemerintah Daerah”. Demikian pasal 7 ayat (2) menyatakan ““Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berhenti dari jabatannya, kendaraan dinas diserahkan kembali dalam keadaan baik kepada Pemerintah Daerah. Sebelum diserahkan kembali secara lengkap dalam keadaan baik, pengguna barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan, pemanfaatan, dan pengamanan barang milik daerah sesuai ketentuan Pasal 82 ayat (3) dan ayat (4), dan Pengguna Barang dapat meminta aparat pengawasan fungsional untuk melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban sesuai ketentuan pasal 82 ayat (5) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Petunjuk teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, sebagai pelaksanaan dari PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Sementara itu, pengelola barang melakukan pemantauan dan investigasi dalam rangka penertiban penggunaan dan pemanfaatan sesuai ketentuan Pasal 83 ayat (1) dan dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk melakukan audit sesuai ketentuan pasal 83 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007. Pendataan aset daerah dimaksudkan pula untuk memilahkan aset peribadi dan aset daerah. Dalam pelaksanaan pendataan aset daerah, Bupati Lembata dan keluarga Bapak Drs. A.D.Manuk (alm) maupun pihak lain menerima dengan baik karena sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tanpa menyatakan sebagai nyanyi kebencian dan dendam dari Sekda Lembata. Dampak positif dari kegiatan pendataan aset daerah tersebut adalah tidak ditemukannya masalah aset daerah di rumah jabatan Bupati Lembata dalam LHP Inspektorat Provinisi NTT dalam pemeriksaan akhir masa jabatan pada tahun 2011 maupun dalam LHP BPK-RI Perwakilan NTT Tahun 2012 atas LKPD Lembata Tahun 2011.
- Pada masa jabatan Bupati Lembata periode 2011-2016, Bapak Eliazer Yentji Sunur (alm), pendataan aset daerah pada Rumah Jabatan Bupati Lembata dilakukan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (2) PP Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, sebagaimana pada butir 1. Sebelum diserahkan kembali secara lengkap dalam keadaan baik, pengguna barang melakukan pengawasan dan pengendalian melalui pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan dan pemanfaatan barang milik daerah sesuai ketentuan Pasal 481 dan Pasal 482 ayat (1) dan dapat meminta aparat pengawasan internal pemerintah untuk melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban sesuai ketentuan pasal 482 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Penjualan Barang Milik Negara/Daerah Berupa Kendaraan Perorangan Dinas, sebagai pelaksanaan dari PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Sementara itu, pengelola barang melakukan pengawasan dan pengendalian melalui pemantauan dan investigasi dalam rangka penertiban penggunaan dan pemanfaatan barang milik daerah sesuai ketentuan Pasal 483 ayat (1), dan dapat meminta aparat pengawasan internal pemerintah untuk melakukan audit sesuai ketentuan pasal 483 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016.
Menurut mantan Kepala Bappeda Kabupaten Lembata, dalam pelaksanaan pendataan aset daerah, Bupati Lembata dan keluarga Bapak Eliazer Yentji Sunur (alm) maupun pihak lain menerima dengan baik, karena sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tanpa menyatakan sebagai nyanyian kebencian dan dendam dari Sekda Lembata. Dampak positif dari kegiatan pendataan aset daerah adalah tidak ditemukannya masalah aset daerah di rumah jabatan Bupati Lembata dalam LHP Inspektorat Provinisi NTT pada pemeriksaan akhir masa jabatan pada tahun 2016 maupun dalam LHP BPK-RI Perwakilan NTT Tahun 2017 pada audit atas LKPD Lembata Tahun 2016.
Berangkat dari pengalamannya tandas Atawolo, melakukan pendataan aset daerah di rumah jabatan Bupati Lembata pada periode 2006-2011 dan periode 2011-2016 dan untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut di atas, maka pada saat pertemuan beberapa tokoh masyarakat dari berbagai elemen masyarakat dengan PLT Bupati Lembata, Sekda Lembata, dan para Asisten Sekda di Rumah Jabatan Bupati Lembata lama di Kota Baru, pada tanggal 4 Agustus 2021, mantan Sekda Lembata mengusulkan kepada Bapak PLT Bupati Lembata, agar Pemda melakukan pendataan aset daerah di Rumah Jabatan Bupati Lembata periode 2017-2022 berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut, mantan Sekda Lembata mengatakan dalam melakukan pendataan aset daerah perlu dilakukan dengan cermat dan teliti karena rumah pribadi alm. Eliazer Yentji Sunur ditetapkan dengan Peraturan Bupati Lembata sebagai Rumah Jabatan Bupati Lembata, sudah pasti aset pribadi lebih banyak dari aset daerah. Banyak aset pribadi yang digunakan untuk pelayanan kedinasan Bupati lembata, seperti Grasi Mobil dan Pos Pengamanan di depan pintu masuk. Berdasarkan Perda APBD tahun 2017, dua bangunan ini direncanakan untuk dibangun di Rumah Jabatan lama di Kota Baru, dengan pagu anggaran masing-masing Rp.90 juta. Namun, setelah dilantik, Bupati Lembata memerintahkan kepada pengguna anggaran/pengguna barang agar kedua bangunan tersebut dibangun di Kumah Resor. Untuk melaksanakan perintah atasan, mantan Sekda Lembata harus berpedoman pada kode etik dan kode perilaku pegawai ASN, antara lain “ melaksanakan tugas sesuai dengan perintah atasan atau pejabat yang berwenang sejauh tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan etika pemerintahan sesuai ketentuan pasal 5 ayat (2) huruf e UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Untuk itu, Sekda bersama Asisten I, dan Kepala Dinas PPKAD pada saat mengikuti Rapat di Kemendagri Jakarta bulan Juli 2017, melakukan konsultasi dengan Direktorat Aset Daerah Kemendagri. Petunjuk yang diberikan oleh Pejabat dari Kemendagri yaitu bahwa berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016, dilarang membangun aset daerah di atas tanah aset pribadi dan dilarang melakukan renovasi rumah pribadi yang disewa Pemda untuk dijadikan rumah jabatan Kepala Daerah, jika tidak maka akan menyulitkan pengakuan aset dalam Neraca SKPD maupun Neraca Daerah dan dapat menjadi temuan pemeriksaan APIP maupun BPK RI, dan dapat berimplikasi kerugian daerah, dalam hal ini Sekda sebagai Pengguna Anggaran dan Pengelola Barang Daerah yang bertanggung jawab. Setelah melaporkan hasilnya kepada Bupati Lembata, kedua bangunan tersebut tetap dibangun. Sampai dengan 31 Desember 2017, anggaran kedua bangunan tersebut tidak dicairkan dan tetap di kas Daerah sebagai SILPA , sehingga kedua bangunan itu diakui sebagai aset pribadi, alm. Eliazer Yentji Sunur, bukan aset daerah.
Petrus Toda Atawolo yang perna menjadi PLT Bupati Lembata itu mengatakan, pendataan kembali dan pemilaan aset daerah di Rumah Jabatan Bupati Lembata di KR sangat penting demi terjaminnya tertib pengelolaan barang daerah guna mempertahankan Opini WTP dari BPK RI Perwakilan NTT pada saat melakukan audit LKPD Lembata Tahun 2022 atas LKPD Tahun 2021. Sebab, jika tidak tertib dapat menjadi temuan BPK RI Perwakilan NTT sehingga dapat berpengaruh terhadap turunnya opini BPK dari WTP menjadi WDP, serta menjamin tidak adanya temuan Inspektorat provinisi NTT pada saat pemeriksaan akhir masa jabatan.
Pada saat memberikan tanggapan, Bapak PLT Bupati dan Sekda Lembata, memahami dan menerima baik usulan dimaksud. Dikatakan oleh PLT Bupati Lembata dan Sekda Lembata bahwa Pemda sedang melakukan pendataan kembali aset daerah di Rumah Jabatan di Kuma Resor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut mantan Sekda Lembata, pendataan kembali aset daerah di rumah jabatan Bupati Lembata di KR, sifatnya normatif sesuai amanat peraturan perundang-undangan sebagaimana telah dijelaskan pada butir 1 dan butir 2 di atas. Tidak ada tendensi khusus dan tidak ada dendam dan nyanyi kebencian dari mantan Sekda Lembata terhadap alm. Eliazer Yentji Sunur. Dengan demikian, pernyataan dan penilaian Petrus Bala Wukak, Seketaris DPD Partai Golkar Lembata dalam media massa tanggal 7 Agustus 2021, bahwa “ apa yang diserukan Petrus Toda hanyalah nyani kebencian, ini ungkapan kebencian lagi dendam orang sampai ke liang lahat” adalah pendapat pribadi, tidak normatif, dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, apalagi Bapak Eliazer Yentji Sunur sudah meninggal dunia. Sesungguhnya, ungkapan kebencian dan dendam orang sampai ke liang lahat seseorang terhadap orang lain, hanya dapat dinyatakan dan dinilai oleh dua belah pihak, bukan dinilai oleh pihak ketiga. Jika pihak ketiga yang menyatakan dan menilainya, maka dapat berimplikasi pada masalah hukum. Dari pengalaman kerja selama enam tahun, alm. Eliazer Yentji Sunur adalah mantan atasan langsungnya pernah terjadi perbedaan pendapat dalam penyusunan, pelaksanaan, dan pengendalian kebijakan daerah, tetapi akhirnya dapat mencapai titik temu karena peraturan perundang-undangan tetap menjadi pijakan hukum dan bingkai pengaman agar tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.
Atawolo juga menanggapi pernyataan dan penilaian Petrus Bala Wukak bahwa mantan Sekda Lembata tidak punya prestasi hanya merupakan pendapat pribadi atau individu dan tidak normatif. Saya yakin masih banyak masyarakat Lembata dan aparatur pemerintahan baik di dalam maupun di Lembata mempunyai referensi masing-masing mengenai rekam jejak dan prestasi kerja mantan Sekda Lembata, Petrus Toda Atawolo.
Secara normatif, pretasi kerja seorang PNS dinilai berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja dan Peraturan Kepala BKN Nomor 1 tahun 2013, yang sekarang telah dicabut dan diganti dengan PP Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS. Prestasi kerja PNS dinilai berdasarkan prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan. Pejabat penilai prestasi kerja/kinerja Sekda Lembata adalah Bupati Lembata selaku Pejabat Pembina Kepegawaian( PPK), dalam hal ini alm. A.D.Manuk dan alm. Eliazer Yentji Sunur. dan Hasilnya diakumulasikan dalam Daftar Penilaian Prestasi Kerja PNS setiap tahun sejak tahun 2009- 2018 dan dapat dimintai datanya pada Badan Kepegawaian Daerah dan Pengembangan SDM. Dari sisi regulasi, Petrus Bala Wukak tidak berhak dan tidak berwenang dan/atau tidak dilimpahkan kewenangan oleh Bupati Lembata untuk menilai prestasi kerja mantan Sekda Lembata, karena Petrus Bala Wukak bukan Bupati Lembata/ Pejabat Pembina Kepegawaian/Pejabat Penilai/ Atasan Langsung Sekda Lembata kala itu.
Terkait pernyataan dan penilaian Petrus Bala Wukak bahwa “kalau bicara Petrus Toda, ada prestasi apa dia? Bertahun-tahun jadi Sekda Lembata kan kita disclaimer itu artinya Atawolo tidak ada prestasi”, hanya merupakan pendapat pribadi tanpa didukung dengan data yang akurat, tidak normatif, dan tidak representatif mewakili seluruh mayarakat Lembata. Jika kita membuka kembali data LHP BPK RI sejak tahun 2006-2020 atas LKPD Lembata, disana jelas-jelas terbaca sebagai berikut: Pada tahun 2006, BPK-RI Perwakilan Denpasar memberi opini Disclaimer. Tahun 2007-2008 BPK-RI Perwakilan NTT memberi opini Wajar Dengan Pengecualian atau WDP. Tahun 2009-2010 BPK-RI Perwakilan NTT memberi opini Disclaimer. Tahun 2011-2019 BPK-RI Perwakilan NTT memberi opini Wajar Dengan Pengecualian atau WDP. Tahun 2020 BPK-RI Perwakilan NTT memberi opini Wajar Tanpa Pengecualian atau WTP. Sebagai Kepala BPKAD tahun 2007-2008, Petrus Toda Atawolo bersama seluruh SKPD bekerja keras menata kembali permasalahan pengelolaan keuangan dan aset daerah berupa kasus “Cek Kosong sebesar 32 Milyar pada tahun 2006 yang menyebabkan opini disclaimer tahun 2006. Hasilnya adalah menghilangkan opini disclaimer meningkat menjadi WDP tahun 2007 dan tahun 2008. Saat menjabat Sekda Lembata sejak tahun 2009, opini disclaimer kembali lagi diperoleh tahun 2009 dan 2010. Tahun 2009-2010, Kepala Dinas PPKAD dijabat oleh Sius Amuntoda. Tahun 2011-2019, opini WDP diperoleh kembali, dan tahun 2020 opini WTP diperoleh. Lamanya opini WDP sejak tahun 2011-2019 (delapan tahun) tidak dapat dijadikan indikator untuk menilai tidak adanya prestasi kerja Sekda Lembata, karena untuk memperoleh opini WTP harus memenuhi banyak kriteria yang ditetapkan oleh BPK-RI. Untuk itu, sangat dibutuhkan sumber daya manusia dan sumber daya waktu yang lama. Sejak tahun 2014, BPK-RI Perwakilan NTT memberikan beberapa catatan mengenai pengelolaan aset daerah harus dibenahi.
Sejak saat itu, mantan Sekda Lembata bersama seluruh OPD bekerja keras menata kembali dengan baik dan benar dan terus berlanjut pada tahun 2015 sampai 2017. Penataan aset daerah terus dilaksanakan dengan baik dan benar pada tahun 2018-2019, saat itu Pak Sius Amuntoda sebagai Kepala Badan Keuangan Daerah merangkap Penjabat Sekda Lembata. Tahun 2020, opini WTP diperoleh pada saat Pak Paskalis Tapobali menjabat Sekda Lembata. Dengan demikian, pernyataan Petrus Bala Wukak bahwa” bertahun-tahun jadi sekda kita disclaimer itu artinya Atawolo tidak ada prestasi” adalah tidak benar, karena sejak menjadi Sekda Lembata tahun 2009-2018, hanya dua tahun memperoleh opini disclaimer yaitu tahun 2009 dan 2010. Namun, pada tahun 2011- 2019, opini WDP diperoleh. Semuanya ini merupakan akumulasi kerja keras semua OPD dibawah koordinasi Sekda Lembata. Demikian pula halnya, Opini WTP yang diperoleh tahun 2020 bukan merupakan hasil kerja keras satu OPD saja, melainkan kerja keras semua OPD sejak terbentuknya Kabupaten Lembata sampai tahun 2020. Mengacu pada rekomendasi BPK-RI Perwakilan NTT, semua OPD bekerja keras secara kolektif menata segala sesuatu, termasuk penataan aset daerah sejak tahun 2014- 2020. Prestasi kerja Pemda Lembata dalam menata kembali pengelolaan keuangan daerah yang baik dan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan selama delapan tahun, akhirnya menuai hasilnya yaitu opini WTP Tahun 2020.
Dengan demikian, opini WTP ini bukan semata-mata hasil kerja satu OPD/Pejabat Pemerintahan Daerah dalam tahun 2020 saja, tetapi akumulasi hasil kerja keras semua Badan/Pejabat Pemerintahan Daerah dari tahun ke tahun sejak otonomi Lembata sampai dengan tahun 2020. Orang bijak mengatakan”Sebuah perjalanan seribu mil dimulai dengan langkah pertama, dan perjalanan panjang dimulai dari langkah pertama”. Oleh karena itu, lamanya perjalanan tidak dapat dikatakan penyebabnya adalah langkah-langkah sebelumnya, tetapi merupakan akumulasi dari kekuatan seluruh langkah selama perjalanan.
Akhirnya, sebagai pejabat daerah, Pak Petrus Bala Wukak sepatutnya berupaya mencari tahu dan membaca secara cermat dan teliti berbagai dokumen dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk memperkaya referensi untuk dijadikan pijakan hukum dan bingkai pengaman dirinya sebelum membuat pernyataan dan penilaian terhadap seseorang. **(WN-01)**