LEMBATA : WARTA-NUSANTARA.COM-TOBITALERE terkenal dengan sebutan “Kampung Baru” , sebuah dusun, dimana warganya berasal dari Desa Induk Watokobu, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata. Sekolah Dasar Negeri (SDN) Tobitare ternyata menyimpa sejumlah kisah khusus yang butuh sentuhan Stakeholder pendidkan ditengah situasi pandemi Covid-19i Covid-19. Mengapa nian ?
Betapa tidak. SDN Tobitalere “ibarat kerakap diatas batu, hidup enggan, mati tak mau”. Bolelah sejenak “bernapak tilas” melihat dari dekat spektum” dan mengukur kisah di ranah pendidikan. Tentang rombongan belajar dengan jumlah siswa hanya 15 orang saja. Tentang keuletan dan gigihnya pengabdian tenaga pendidik di tengah situasi Pandemi 19. Ini bisa masuk akal karena di sini, di dusun ini hanya berdomisili 21 Kepala Keluarga (KK) . Harus ada alternatif dengan “merelokasi” penduduk baru.
Meski letaknya masih dalam wilayah Kecamatan Nubatukan, Tobiltalere tidaklah terlalu familier dari sudut pandang “informasi publik” atau sorotan mata pena. Bisa jadi, karena kurangnya “kejadian luar biasa” atau peristiwa “besar” menjadi pemicu dusun yang hanya berjarak ke desa induk Watokobu sekitar 2, 3 km ini jauh dari hingar bingar media. Tetapi kali ini, bolelah sejenak “bernapak tilas” mengukur kisah di ranah pendidikan melihat dari dekat spektum” pendidikan SDN Tobitalere,Dusun Kampung Baru, Desa Watokobu, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, Provinsi NTT.
Dalam paradigma pendidikan SDN Tobitalere “ibarat kerakap diatas batu, hidup segan mati tak mau”. Batapa tidak, kurangnya jumlah siswa serta terdapatnya sejumlah ruang kelas yang tidak memiliki siswa menjadi keprihatian warga setempat terutama para pendidik di lembaga ini. Menurut kepala SD Negeri Tobitalerek, Emanuel Kurang S. Pd, kondisi “pasang-surut” terutama jumlah rombongan belajar terus saja dialami sejak berdiri tahun 2008.
Namun demikian lembaga pendidikan ini mampu menghasilkan 7 angkatan. Berkurangnya jumlah siswa menurut Emanuel Kurang S. Pd bukan karena kurangnya minat siswa terhadap lembaga pendidikan ini tetapi lebih karena kurangnya siswa usia produktif terutama usia 7 sampai 12 tahun.
“Kami hanya memiliki tiga rombongan belajar dengan 15 siswa yaitu kelas I, 3 orang siswa , kelas II, 7 siswa , dan kelas VI hanya 5 siswa saja. Sementara kelas III,IV&V nyaris tak ada siswa ,” tutur Emanuel Kurang, s.Pd.
“Ini bisa masuk akal karena di sini, di dusun ini hanya berdomisili 21 kk,” tambahnya lagi. Solusinya menurut kepala sekolah jika bisa pemerintah desa Watokobu mencari alternatif untuk merelokasi sebagian penduduk dengan kemudahan-kemudahan seperti pembebasan lahan begitu.
Di tengah situasi seperti itu, para pendidik di SD tersebut tidak patah arang. Niat besar untuk mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi spirit dan motifasi berlandaskan motto sekolah tersebut yakni pendidikan merupakan senjata ampuh dan modal penting untuk merubah dunia dan meraih kesuksesan dengan program kegiatan dibidang kurikulum dengan pembelajaran menggunakan media LCD dengan target agar siswa tampil maksimal dan mampu bersaing dalam setiap kegiatan terutama kompetensi saat mengoperasikan komputer dan internet.
Sementara untuk bidang sarana prasarana, siswa diutuntut untuk bisa membuat taman baca dan kantin sekolah. S sekolah yang hanya dihuni 4 guru ISN ini juga selalu mengefektifkan KKG dan mengadakan lomba kreatifitas guru. Empat guru ISN itu antara lain Emanuel Kurang S. Pd, Yosep Yeremias kewuel, S.Pd, Jemi Leomara, A.Ma dan Martinus Lagawurin Botoor, S.Pd memaknasi kisah di taman pendidikan ini dengan bersaing secara “for play”.
Kasek Emanuel Kurang S. Pd mengatakan kehadiran guru mudah sangat membantu dan dapat memberikan gebrakan /inovasi yang super buat perkembangan sekolah kedepan dengan komitmen membentuk manusia Indonesia yang dapat bersaing sesuai perkembangan IPTEK, beraklak mulia, dan berkarakter sesuai nilai nilai Pancasila dengan produk hasil lulusan yang unggul dalam prestasi, mandiri, berakhlak mulia, serta peduli terhadap budaya dan lingkungan. Dan untuk itu pihak sekolah berharap untuk bisa mendapatkan legalitas untuk menamatkan siswa secara mandiri.
“Tahun ini sekolah kami akan diaktreditasi untuk mendapat legalitas agar dapat menamatkan siswa. Mudah-mudahan tak ada rintangan,” tegas Kasek Emanuel Kurang S. Pd. sembari mengharapkan dukungan semua pihak terumata pemerintah desa untuk kepentiungan akreditasi ini. (Sultansabatani/WN-01)