Oleh : Germanus S. Atawuwur
Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero
Ul.4:1-2.6-8; Yak. 5:21-32; Mrk.7:1-8.21-23
WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih,
Gereja Katolik memiliki kebiasaan yang sangat baik, yakni menyiapkan orang tua dan anak-anak dalam proses persiapan untuk menerima sakramen-sakramen tertentu. Tatkala seorang anak hendak menerima Sakramen Permandian, baik orang tua maupun bapa-mama saksinya mengikuti pembinaan yang diberikan oleh katekis.Materi tentang betapa pentingnya Sakramen Permandian, yang menjadi Ur-Sakramen, – Sakramen dasar – bagi penerimaan sakramen-sakramen lainnya. Sakramen menjadi pintu masuk untuk menggapai Rahmat Penebusan Allah.
Sementara itu, bila anak-anak sudah mulai di kelas IV Sekolah Dasar, mereka disiapkan untuk menerima Sakramen Ekaristi Kudus. Anak-anak pun mengikuti serangkaian pembinaan. Beraneka materi disampaikan oleh para pembina. Doa-Doa Pokok, Kebiasaan Gereja Katolik, Devosi-devosi, Sakramen Tobat yang ditutup dengan materi pamungkas tentang Perayaan Ekaristi. Pada materi pokok inilah para pembina berusaha menjelaskan dengan baik tentang Tata Perayaan Ekaristi, karena bagi kita Sakramen Ekaristi Kudus adalah sumber, pusat dan puncak hidup katolik.
Setelah itu, bila anak beranjak remaja, dia tentu dipersiapkan juga untuk menerima Sakramen Krisma. Anak-anak pun harus digembleng dengan materi-materi yang berkaitan dengan Roh Kudus, agar pasca menerima sakramen krisma, mereka matang secara iman untuk siap menjadi saksi Kristus di tengah kehidupan bergereja dan bermasyarakat.
Gereja tidak berhenti sampai di situ. Gereja masih memberikan perhatian juga untuk proses persiapan memasuki bahtera rumah tangga. Sebelum mengikrarkan janji suci perkawinan, pasangan muda dibekali dengan Kursus Persiapan Perkawinan. Untuk usia ini, para calon pasutri dituntun dalam memahami beraneka materi: Komunikasi Keluarga, Keluarga Berencana dan Ekonomi Rumah Tangga. Sampai pada usia ini, para peserta KPP pun masih diinduksi dengan materi-materi yang berbau rohani seperti Doa dan Kitab Suci dalam Keluarga.
Pertanyaannya, mengapa sejak bayi hingga menjelang usia perkawinan, Gereja begitu memperhatikan sungguh-sungguh soal kehidupan iman umatnya?
Gereja perhatikan hal ini bukan tanpa alasan. Gereja senantiasa selalu hadir dalam moment-moment penting seperti itu untuk mengatakan bahwa menjadi katolik tidak boleh setengah-setengah. Harus militan dalam iman. Harus radikal dalam Harap dan selalu kuat dalam kasih. Singkat kata, hadirnya gereja dalam persiapan umatnya untuk menerima sakramen tertentu, diharapkan menghasilkan orang-orang katolik yang berkualitas dalam iman, harap dan kasih. Mereka harus menjadi 100% katolik tetapi juga 100% Indonesia. Maka iman harus manunggal dalam kehidupan nyata. Berbhakti demi keselamatan sesama, tetapi juga untuk kemuliaan Tuhan. Tidak boleh pincang dalam aplikasi iman kekatolikan misalnya di satu pihak, kita begitu rajin misa setiap hari, tetapi begitu pulang rumah, mulai menggosipi tetangga, membenci dan irihati pada orang lain.
Harapan gereja inilah, sejalan dengan apa yang dikatakan dalam bacaan-bacaan suci hari ini.
Surat Yakobus dalam bacaan kedua dengan tegas mengatakan bahwa:”iman yang tertanam dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.Hendaklah kamu menjadi pelaku firman, dan bukan hanya pendengar! Sebab jika tidak demikian, kamu menipu diri sendiri. Ibadah sejati dan tak bercela di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemari oleh dunia.”
Oleh karena itulah maka Yakobus mengharapkan agar iman yang telah kita terima dalam sakramen baptis, hari ini kita diminta untuk menerjemahkannya, untuk mengejahwantahkannya, untuk membumikannya dalam hati orang-orang yang susah dan menderita. Itulah kemanunggulan iman. Menderita bersama orang-orang yang menderita. Iman mendorong kita keluar, untuk menjumpai yang susah dan menderita, untuk menghibur mereka, untuk membawa kegembiraan dan sukacita bagi mereka, bahkan untuk membebaskan mereka. Pada titik sulit mereka itulah gereja hadir melalui kita untuk berbela rasa dengan mereka dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, dalam sehat dan sakit. Dan karena itulah maka kita harus hadir melampaui batas-batas suku, agama dan ras untuk membela kemanusiaan.
Dengan demikianlah maka oleh Yakobus, kita telah melaksanakan ibadat yang sebenarnya. Karena baginya, ibadat yang benar adalah:” mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemari oleh dunia.”
Dengan demikian maka, ibadat kita tidak boleh berhenti di dalam gereja saja. Pasca mengikuti Perayaan Ekaristi Suci, kita terdorong secara iman, untuk mewujud-nyatakannya di tengah kehidupan bergereja dan bermasyarakat. Dalam konteks inilah akhirnya kita dapat memahami makna kata-kata Yesus hari ini:” Percuma mereka beribadah kepada-Ku. Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku.” Yesu mengecam orang-orang munafik karena hanya memuliakan Tuhan cuma di bibir saja. Hatinya sungguh jauh dari Allah karena dari dalam hati orang timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.”
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih,
Kita yang telah berulang kali pergi pulang gereja tanpa henti pada setiap hari Minggu, mudah-mudahan tidak dikecam oleh Yesus:” Percuma kamu beribadah kepada-Ku. Karena kamu memuliakan Aku dengan bibirmu, padahal hatimu jauh dari pada-Ku.”
Atau jangan-jangan, kita malah sedang dikecam oleh Yesus lantaran kita menjadi orang katolik yang munafik. Mungkin saja hari ini kita malah sedang dikecam Yesus, karena kita menjadi orang katolik yang mengumpulkan harta kekayaan dengan jalan menipu, berjudi bahkan karena korupsi. Atau barangkali kita sedang dikecam oleh Yesus, lantaran kita hanya mau berbuat baik supaya dipuji dan disanjung oleh orang lain. Atau, apakah kita juga sedang dikecam Yesus karena kita acuh tak acuh, kita malas dan bahkan masa bodoh untuk berbuat baik kepada sesama di saat kita harus membantunya?
Dewasa ini, Gereja mengutus kaum awam untuk merasul di segala dimensi kehidupan. Maka ada awam katolik yang telah menjadi anggota legislatif. Mereka adalah kaum awam yang diutus gereja ke medan politik. Demikian pun kaum awam yang ada di eksekutif, baik itu gubernur/bupati dan sebagainya. Baik legislatif maupun eksekutif, mereka semua harus punya satu misi yakni memerjuangkan kepentingan umum. Namun sayang, faktanya, ada politisi awam katolik rela “menjual diri” untuk memperkaya diri dan keluarga. Bagi mereka politik adalah kesempatan. Memanfaatkan kesempatan untuk memperkaya diri.
Maka pasca mendengar kecaman dan kritikan keras Yesus, kita semua tanpa kecuali, ramai-ramai bertobat. Ramai-ramai bermetanoia. Ramai ramai mengubah perilaku menjadi orang katolik yang 100 %. Menjadi orang katolik yang 100% menurut Yakobus adalah tidak saja menjadi pendengar firman tetapi juga menjadi pelaku firman.