MALASSAR : WARTA-NUSANTARA.COM- Berdasarkan penelusuran dan ivetigasi Koalisi Buruh Migran Berdaulat, Indonesia Borneo Komrad, Sabah, Malaysia North-South Initiative, Malaysia pada hari ini, 30/8/2021, mengungkapkan bahwa, di Sabah, Malaysia, ribuan buruh migran beserta keluarganya kembali mengalami teror dan ketakutan karena operasi penangkapan yang membuat mereka harus bersembunyi di hutan-hutan sawit di kala malam hari. Kami melakukan penelusuran tentang situasi pekerja migran di Sabah dan melakukan wawancara terhadap sejumlah pekerja migran sepanjang Agustus 2021 terkait berbagai operasi penangkapan dan kluster Covid-19 di beberapa pusat tahanan imigrasi di Sabah.
Gelombang razia terhadap migran tak berdokumen berlangsung sejak awal pandemi
seperti operasi tengah malam pada tanggal 4 dan 5 Agustus 2021. Jawatan Imigrasi
Malaysia (JIM) Sabah menangkap 155 pekerja migran bersama keluarganya, 67
diantaranya adalah perempuan dan 39 anak-anak. Sepanjang 2020, 12,877 migran
tak berdokumen asal Indonesia dan Filipina telah ditangkap dan ditahan di pusat
tahanan imigrasi yang penuh sesak. Dalam seluruh operasi penangkapan tersebut,
otoritas Sabah telah mengerahkan 3,493 petugas, 10 kapal laut, dan 54 kapal boat
kecil.
Padahal sepanjang dua tahun pandemi, ribuan buruh migran yang berdokumen
sekalipun, terpaksa menjadi tidak berdokumen. Hal ini karena izin kerja mereka yang
gagal diperbaharui akibat kantor-kantor imigrasi yang seringkali tutup di masa
pandemi. Namun JIM Sabah semakin gencar melakukan berbagai operasi
penangkapan ribuan buruh migran tak berdokumen dengan dalih untuk
mengendalikan penularan Covid-19.
Berdasarkan laporan Tim pencari Fakta Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB)
tentang Kondisi migran Indonesia yang dideportasi selama masa covid-19 dari
Sabah, Malaysia ke Indonesia tinggal berdesak-desakan di fasilitas penahanan
membuat sebagian tahanan yang merupakan perempuan, anak anak dan lanjut usia
rentan terpapar Covid-19. Akibatnya, mereka tidak hanya menderita secara fisik
tetapi juga mengalami gangguan kesehatan mental.
Situasi tersebut diperparah
dengan fasilitas penahanan yang tidak inklusif dan ramah terhadap perempuan.
Seorang pekerja perempuan yang dideportasi menyebutkan:
“Waktu di penampungan saat ramai wabah corona, setiap hari kami disiram air
beralkohol (disinfektan). Kami disemprot sekujur badan dengan tekanan yang
kencang hingga basah kuyup. Pakaian yang basah tidak boleh diganti, harus
menunggu mengering di badan. Katanya agar segala kuman mati. Kepala kami
terasa pusing setelahnya” .
Berdasarkan penelusuran kami, berbagai operasi penangkapan hanya membuat
kondisi di pusat tahanan imigrasi semakin memburuk dan penuh sesak.
“Kalau kena razia, kami akan dibuang ke mana? Dalam situasi pandemi seperti ini
tidak masuk akal menangkapi para pekerja migran. Sulit dipahami. Kita harus jaga
jarak dan di pusat tahanan penuh sesak. Sangat tidak masuk akal.” (Ergusem,
Buruh Migran Perkebunan Sawit di Sabah, 10 Agustus 2021).
“Kami tetap masih kerja seperti biasa, tapi malamnya kami harus bertapo
(bersembunyi). Kerja terus, tapi razia pun jalan terus. Kalau kami kena tangkap,
siapa yang bisa bekerja di ladang sawit ini? Perusahaan pasti akan bangkrut.”
(Thomas, Buruh Migran Perkebunan Sawit di Sabah, 10 Agustus 2021).
Berbagai operasi penangkapan tidak berhasil menurunkan angka penularan
Covid-19. Angka kasus harian terus meningkat sampai pernyataan pers ini ditulis.
Sebaliknya muncul berbagai kluster penularan Covid-19 di sejumlah pusat tahanan
imigrasi atau PTS. Dari data yang kami kompilasi melalui Newslab, per-10 Agustus
2021 setidaknya telah terjadi 14 klaster penularan Covid di pusat tahanan sementara
di Sabah, dengan 6.518 kasus, 1.431 diantaranya masih dalam perawatan. Semakin
sering razia, hanya akan menciptakan lebih banyak kluster pusat tahanan
sementara, seperti yang kita saksikan terjadi berulang kali di Sabah. Cara tersebut
justru berlawanan dengan usaha untuk mengendalikan penyebaran virus Covid-19.
JIM Sabah harus segera menghentikan segala bentuk operasi penangkapan migran
tak berdokumen. Menangkap mereka yang mana termasuk anak-anak, orangtua dan
perempuan ke dalam pusat tahanan sementara yang penuh sesak merupakan
tindakan keji, merendahkan kemanusiaan, dan serangan terhadap orang-orang yang
selama ini termarjinalkan yang justru paling membutuhkan bantuan di kala pandemi.
Buruh migran dan keluarganya yang telah tinggal selama beberapa generasi
memiliki kontribusi yang tak tergantikan terhadap ekonomi Sabah. Melalui darah dan
keringat mereka lah 1,5 juta hektar perkebunan sawit di Sabah dapat terus
beroperasi. Di saat sulit seperti ini, seharusnya mereka mendapatkan bantuan,
perlindungan dan pelayanan kesehatan yang sama seperti halnya warga negara,
bukannya menjadi target penangkapan dan penahanan.
Untuk itu, kami mendesak otoritas Sabah agar segera:
- Menghentikan segala bentuk operasi penangkapan terhadap migran yang
tidak berdokumen, termasuk anak anak, perempuan dan orang tua; - Mempercepat dan memperluas pelaksanaan vaksinasi bagi migran tanpa
syarat administrasi dan dokumen keimigrasian; - Mempercepat dan menyederhanakan proses administrasi deportasi untuk
menghindari penahanan berkepanjangan sehingga pusat tahanan sementara
bagi para migran di Sabah tidak semakin penuh sesak; - Menyediakan layanan keimigrasian yang lebih mudah diakses, cepat, murah
dan aman bagi buruh migran; - Menjalankan program pengampunan bagi buruh migran tak berdokumen,
termasuk mengadopsi program kalibrasi federal (federal recalibration
programme); - Mengutamakan tanggung jawab penghormatan, pemenuhan dan
perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi buruh migran, termasuk hak
atas kesehatan, dibanding pendekatan represi.
***(WN-01)
Makassar, 30 Agustus 2021
Koalisi Buruh Migran Berdaulat, Indonesia
Borneo Komrad, Sabah, Malaysia
North-South Initiative, Malaysia