Yes.50:5-9a; Yak.2:14-18; Mrk. 8:27-35
Oleh : Germanus S. Atawuwur
Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero
WARTA-NUSANTARA.COM-Bapak, ibu, saudara, saudari yang terkasih,
Pada minggu biasa yang ke-24 ini, kita mendengar warta tentang pertanyaan Yesus kepada para murid-Nya tentang sejauh mana orang banyak dan seberapa dalam para murid-Nya mengenal Dia. Di tengah jalan ke kampung-kampung di sekitar Kaisarea menuju Kota Yerusalem, Yesus berhenti. Kemudian Ia bertanya kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: “Kata orang, siapakah Aku ini?” Jawab mereka: “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan: seorang dari para nabi.” Ia bertanya kepada mereka: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Maka jawab Petrus: “Engkau adalah Mesias!”
Dua kelompok pengikuti Kristus ini menjawab pertanyaan Yesus dengan jawaban yang berbeda. Kelompok pertama yang terdiri dari banyak orang itu bahkan memiliki keragaman jawaban atas pertanyaan itu. Terhadap pertanyaan itu, para murid menyampaikan kepada Yesus, bahwa ada yang mengatakan bahwa Yesus adalah Yohanes Pembaptis, ada yang lain nengatakan Engkau adalah Elia, dan ada yang mengatakan bahwa Engkau adalah seorang dari para nabi.” Terhadap jawaban orang-orang ini, kita menarik kesimpulan bahwa mereka tidak mengenal Yesus secara baik. Bahkan kelompok ketiga dari orang banyak itu tidak dapat menyebut salah satu pun nabi yang mereka kenal. Maka sebenarnya kelompok ini adalah kelompok yang sejatinya tidak mengenal Yesus.
Lalu, bagaimana dengan para murid Yesus sendiri? Terhadap pertanyaan yang sama, Petrus atas nama para murid mengatakan dengan tegas bahwa:” Engkau adalah Mesias.” Pasca jawaban Petrus, Yesus malah melarang mereka dengan keras untuk mendiamkan identitas diri-Nya sendiri.
Pertanyaan kita, mengapa Yesus justru melarang para murid-Nya untuk mewartakan kepada orang banyak bahwa Dia adalah Mesias? Pertanyaan ini dijawab dengan terlebih dahulu menjelaskan pemahaman orang Yahudi terhadap Yesus Mesias dan latar belakang kisah ini ditampilkan. Bahwa pertanyaan Yesus tentang siapakah Dia adalah pertanyaan yang diarahkan Yesus ketika mereka dalam perjalanan menuju Yerusalem. Yerusalem adalah saksi bisu, Yesus diarak-muliakan sebagai Raja orang Yahudi namun kemudian sekaligus menjadi saksi kekejaman orang yang sama yang berteriak untuk menyesah Yesus:” Tangkap, tangkaplah Dia!! Salibkan, Salibkanlah Dia!! Sebab Dia bukan raja orang Yahudi! Orang-orang Yahudi berharap bahwa Yesus sang Mesias yang telah diurapi menjadi Raja, Nabi dan Imam itu akan menyelamatkan bangsa Yahudi dengan menaklukkan penjajahan Romawi dan menetapkan kerajaannya di dunia (bdk Kis.1:6; Yes. 9:1-7). Jadi bagi orang Yahudi di zaman Yesus, Yesus sang Mesias akan menyelamatkan mereka dari musuh jasmani mereka, yakni penjajah Romawi. Karena itu bagi mereka, Yesus Mesias yang disongsong di depan Gerbang kota Yerusalem adalah Raja sekaligus Panglima Perang, yang diharapkan untuk membela mereka dalam pertempuran melawan penjajahan Romawi. Harapan mereka itu berbanding terbalik tentang konsep kemesiasan secara ilahi, yakni Yesus adalah “Raja Rohani” yang melawan dosa-dosa manusia yang sedang membelenggu mereka. Karena itulah maka Yesus melarang dengan keras agar para murid tidak boleh mengatakan kepada siapapun tentang Dia.
Karena konsep mereka yang salah itulah maka Yesus diterima sebagai “Raja orang Yahudi” di Gerbang Kota Yerusalem dengan cara yang luar biasa istimewa: membentangkan pakaian di jalan, dengan dedauan palma di tangan, mereka mengelu-elukan Dia sambil bersorak: “Hosana Putra Daud.” Tetapi kemudian mereka baru sadar bahwa gambaran Yesus sebagai Mesias untuk menjadi Raja Orang Yahudi itu jauh meleset. Kemudian teriakan mereka seketika itu juga berubah:” Tangkap Dia. Salibkan, salibkan Dia! Dia bukan Raja orang Yahudi.
Perlakukan sedemikian keji-kejam ini, sudah sejak zaman nabi Yesaya dinubuatkan dalam bacaan I:” Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi. Tetapi Tuhan ALLAH menolong aku.”
Itulah makna sesungguhnya dari identitas Yesus sebagai Mesias. Bahwa untuk menyelamatkan manusia dari dosa, Ia harus melalui jalan salib dan penderitaan. Bahwa pengurapan yang menjadikan Yesus sebagai Mesias itu mengandung makna bahwa Dia mempunyai panggilan istimewa dari Allah, yakni menyelamatkan manusia dari penjajahan dosa dengan melewati jalan salib. Makna ke-mesias-an Yesus inilah berbanding terbalik dengan harapan orang Yahudi. Inilah alasan utama mengapa Yesus melarang murid-murid-Nya untuk mewartakan kepada orang Yahudi bahwa Dia adalah Mesias.
Saudara-saudaraku, petanyaan Yesus 2020 tahun silam masih tetap aktual dan relevan. Pada gilirannya, hari ini Yesus akhirnya bertanya kepada kita:” Siapakah Yesus?” Siapakah Yesus, menurut kita, Anda dan saya? Jawaban kita atas pertanyaan itu, tidak sekedar kita mengulangi kata-kata Petrus. Tidak usah kita gegabah seperti Petrus yang langsung menjawabnya secara spontan tetapi kurang mengakar. Terbukti, ketika Yesus ditangkap dan diadili, Petrus menyangkal gurunya:” Aku tidak kenal Orang itu!”
Tetapi jawaban kita harus keluar dalam kedalaman iman secara personal kepada Yesus. Jawaban yang berangkat dari iman akan Yesus Sang Mesias, yang telah turut campur tangan dalam hidup Anda dan saya, baik dalam suka maupun duka, dalam pahit dan manis, dalam sukses dan gagalnya. Yesus hadir dalam setiap romantika dan dinamika hidup kita (bandingkan kotbah minggu lalu). Untuk itu, silahkan masuk dalam kebeningan dan keheningan hati. Berdiamlah sejenak di hadapan Tuhan. Biarkan Roh Kudus bekerja.
Kemudian jawablah pertanyaan Yesus:” Siapakah Yesus menurut Anda sendiri?
Iman itu sekuat jawaban Anda. Siapa Yesus menurut kata hati Anda, itulah sebenarnya iman Anda yang autentik. Dalam imanmu yang autentik itulah menuntut perbuatan nyata. Iman harus dibarengi perbuatan. Tidak boleh no action talk only sebagaimana nasehat Rasul Yakobus:” Iman tanpa perbuatan adalah mati.” Maka dari itu, kita harus terus bertumbuh untuk mengimani Yesus dalam perkataan dan perbuatan, sebagaimana ajakan Uskup KWI pada BKSN minggu II, “Yesus Menjadi Sahabat bagi Orang Yang Kehilangan.”
Iman dibarengi perbuatan itu, telah ditunjukkan oleh dokter-dokter kristen yang rela bertaruh nyawa dalam masa pandemi corona virus ini. Mereka telah menjadi pahlawan kemanusiaan. Dan pada masa pandemi yang masih terus berkepanjangan ini, tidak sedikit orang yang mendermakan sebagian kecil hartanya untuk memberikan bantuan tanpa pamrih, bagi orang-orang yang sungguh-sungguh membutuhkan pertolongan, sentuhan perhatian dan kasih sayang.
Pertanyaannya, apakah Anda dan saya ada juga di antara orang-orang yang sedang mendermakan waktunya dan mendarmakan dirinya dengan turut mendoakan orang-orang yang kehilangan harapan dan pekerjaannya? ***