Rully Raki : Akademisi Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat (STPM) St. Ursula, Ende
ENDE : WARTA-NUSANTARA.COM-Masih segar dalam ingatan, kisah beberpa waktu yang lalu tentang jalan terjal, berbatu dan berlumpur mesti dilewati untuk mencapai desa-desa di wilayah perbukitan Kecamatan Nangapenda. Rata-rata medan yang amat sulit untuk dicapai. Bahkan ada yang sepeda motornya mesti digotong karena rantai mesin putus.
Begitulah kisah-kisah menarik yang didapatkan penulis dari sharing sejawat pendamping KKN Tematik: Pemenuhan Hak-Hak Sipil Anak, STPM St. Ursula Ende tahun 2021. Penulis sendiri mesti melewati dua kali dan tiga bukit serta daerah berlumpur untuk sampai di lokasi KKN. Pengalaman ini bisa dilihat sebagai petualangan.
Namun pertanyaan yang kemudian muncul adalah apa tujuan dari petualangan itu? Buat apa susah-susah naik turun bukit dan medan yang menantang hanya untuk kegiatan seperti ini? apakah yang dicari di desa-desa perbukitan yang terjal dan medan yang sulit itu?
Apabila dilihat sepintas, mungkin banyak yang akan menilai bahwa tidak ada banyak gunanya dari aktivitas naik dan turun bukit. Ada yang mungkin beranggapan, bahwa itu hanya untuk mendapatkan nilai bagi mahasiswa. Atau itu sekedar jalan-jalan bagi mahasiswa atau pun pendamping.
Kiranya bukan begitu konstuksi paradigma berpikir dalam KKN ataupun KKN Tematik. Berkaitan dengan KKN ini, Mendikbud, Nadiem Makarim sudah menengaskan bahwa KKN bertujuan untuk menguatkan empati, kesetiakawanan sosial, sekaligus kemampuan untuk memahami dan memberikan solusi atas berbagai permasalahan di masyarakat (kemendigbud.go.id, 29/10/20).
Sepaham dengan arahan di atas, sebuah terobosan dibuat STPM berdasarkan tawaran inovasi dari Dinas Dukcapil Ende. Bahwa melihat kenyataan sulitnya anak-anak dalam mengakses berbagai fasilitas dan kesempatan pendidikan dan layanan kesehatan negara, maka kegiatan KKN untuk pemenuhan Hak Sipil Anak diperlukan.
Sejalan dengan tujuan di atas, maka turut bergabung di dalamnya yayasan FREN dan Child Fund International. Muara dari kegiatan ini adalah untuk mencapai daerah layak anak. Dalam konteks ini Ende dicita-citakan untuk bisa jadi Kabupaten layak anak.
Adanya kolaborasi seperti ini kemudian membuat ide dan inovasi yang direncanakan oleh pemerintah akhirnya bisa diterjamahkan jadi program pendekatan akademik yang manfaatnya bukan saja untuk pemerintah, tetapi untuk mahasiswa dan terutama untuk masyarakat. Maka apresiasi pantas diberikan kepada pemerintah daerah untuk langkah ini. Pemerintah sudah mulai bisa menggerakan dan menggandeng banyak pihak untuk bekerja bagi kepentingan bersama.
.Melihat kegiatan KKN Tematik ini, maka ini sebenarnya bisa merupakan bentuk empati dan kesetiaankawanan terhadap anak-anak di daerah terpencil yang sulit mendapatkan haknya sebagai warga negara. Selain itu, tidakan ini juga menjadi solusi atas permasalahan yang dialami oleh anak-anak. Di sini, pesan dari Kemendikbud tentang KKN, bisa terealisasi.
Di pihak lain, sadar atau itu tdak, KKN Tematik ini menjadi salah satu cara untuk membumikan ilmu pengetahuan. Mengutip Sir Francis Bacon (1597), βknowlegde is power,β pengetahuan adalah kekuatan. Ilmu pengetahuan tidak boleh tinggal tetap di dalam ruang-ruang kelas. Ilmu pengetahuan tidak boleh hanya berbuah di dalam teks-teks dan buku-buku yang mudah dilupakan karena kalah bersaing dengan dengan pesona aplikasi digital yang sedang trending seperti Tik-Tok, Instragram atau Youtobe.
Ilmu pengetahuan yang diterapkan pada program KKN bisa menjadi salah satu cara mencongkel keluar pengetahuan agar keluar dari gua-gua teori-teorinya. Dengan begitu, ia bisa diaplikasikan dan berguna bagi masyarakat agar menjadi lebih kuat dan berdaya.
Selain itu, pentingnya kegiatan ini pun karena, dari sini kaum akademisi bisa menajamkan prepektif sekaligus bisa menilai sungguhkan ilmu yang diajarkan benar-benar relevan dan berguna di tengah di masyarakat. Di sini, KKN sebagai cara yang tepat dan jitu untuk membantu masyarakat di tengah zaman yang terus berubah akibat pengaruh globalisasi dan pekembangan industri 4.0 ini.
Lebih jauh, melihat dinamika yang terjadi di sekitar proses KKN Tematik ini, maka kondisi ini telah menciptakan mekanisme sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Hal ini disebabkan oleh kondisi, di mana inisiatif dan inovasi pemerintah akhirnya bisa merambat dan diterjemahkan menjadi ide KKN Tematik yang melibatkan pihak Kampus dan membantu pekerjaan LSM.
Dan, langkah-langkah yang telah dibuat di atas yang kemudian terangkum dalam kegiatan KKN Tematik menjadi langkah-langkah kecil untuk membantu proyek pembangunan masyarakat. Memang tidak begitu besar, namun kegiatan ini sudah bisa menjadi tindakan multitude dan menjadi jadi proyek-proyek perintis pembangunan.
Dikatakan seperti itu, karena, di atas kegiatan ini nantinya, akan ada banyak persyaratan dasar, seperti Akta Kelahiran, Kartu Indentitas Anak atau NIK yang kemudian bisa diurus. Ini selanjutnya bisa menjadi syarat untuk langkah maju yang bisa diambil ke depan, baik untuk pendidikan, kesehatan, ataupun bantuan sosial pada anak-anak.
Berlandaskan beberapa hal tentang KKN Tematik di atas, kiranya ada beberapa hal yang bisa jadi pertimbangan ke dapan dalam kaitan dengan hal ini. Pertama, hendaknya semua pihak, khususnya negara, bisa memperbanyak kegiatan-kegiatan yang melibatkan pihak-pihak baik dari lembaga akademik maupun LSM.
Alasannya adalah dengan kegiatan-kegiatan seperti ini, selain negara secara tidak lansung membantu proses pendidikan untuk membentuk sumberdaya yang teruji pada para mahasiswa, tetapi juga Kampus bisa mengukur kualitas dan kemampuan mahasiswa di lapangan sehingga tidak diragukan jika sudah menyelesaikan pendidikannya di Perguruan Tinggi nantinya.
Selain itu, program KKN tematik juga bisa membuat para mahasiswa untuk benar-benar mempunyai target yang bisa dicapai dalam progam KKN. Hal ini penting sehingga KKN mahasiswa bisa jadi lebih berkualitas. KKN tidak hanya sekedar menjadi kegiatan kunjungan desa dan pulang dengan membawa laporan asal jadi. Sebaliknya KKN menjadi kegiatan yang di dalamnya ada target yang mesti dicapai oleh mahasiswa.
Kedua, melalui KKN Tematik, Lembaga Akademik dalam hal ini kampus pun bisa menilai dan mengevaluasi diri, apakah ilmu yang diajarkan, visi, misi dan tujuan kampus sudah sungguh relevan dengan kondisi masyarakat. Atau juga di pihak lain, Kampus perlu lebih cermat membuat adaptasi dan inovasi sehingga bisa menjadi lembaga yang kontekstual dan berguna masyarakat di mana lembaga akademik itu tumbuh. Ini amat penting sebab lembaga akademik yang sehat ialah lembaga akademik yang peka, kritis dan selalu aktual di tengah masyarakat.
Ketiga, negara dalam hal ini pemerintah hendaknya terus mendukung kegiatan-kegiatan KKN Tematik ke dapan. Jika dimungkinkan pun diharapkan setiap instansi pemerintah mempunyai program inovatif. Di dalam progam itu diharapkan pemerintah bisa terus melibatkan stakeholder lain, seperti lembaga akademik ataupun LSM.
Seringkali untuk kegiatan seperti ini, dalih yang cukup mempersulit ialah katersediaan dana. Dalam situasi seperti ini, pola pikir yang mesti diubah ialah bukan terutama karena ada dananya, tetapi tujuan apa yang hendak dicapai dan apa kegunaannya bagi masyarakat.
Pertimbanga-pertimbangan ini pasti akan menjadi pembukan jalan bagi ketersediaan dana, meskipun kadang cukup sulit, dari berbagai pihak, baik itu dari pihak donor atau dari pemerinah sendiri yang cukup peka bagi pembangunan masyarakat, khusunya orang-orang yang membutuhkan. Di sini, kita tetap optimis dan percaya, jika ada kemauan, pasti ada jalan.
Keempat, dengan kegiatan KKN Tematik ini, LSM sungguh mampu menunjukan kapabilitasnya sebagai lembaga yang bergerak untuk memberdayakan masyarakat. Meskipun juga mendapatkan bantuan dalam banyak bentuk dari pihak-pihak lain, bantuan maupun usaha dari pihak-pihak lain itu sekaligus mengeskpresikan dan mengaktualisasikan gerakan masyarakat di suatu daerah, yang dalam konteks ini masyarakat Kabupaten Ende, yang memberdayakan diri untuk menciptakan Kabupaten yang layak anak. Sebab, pemberdayaan tidak bisa berdiri sendiri. Perlu ada partisipasi berbagai pihak sebagai dukungan dari berbagai sektor untuk mencapai sebuah masyarakat yang berdaya (Jim Iffe, 2008).
Akhirnya, mengutip kata-kata Mahatma Gandhi (1920), βthe future depends on what we do in the present,β masa depan bergantung pada apa yang kita buat sekarang. Maka dengan kegiatan ini, sebagai bangsa, kita sebenarnya ada dalam langkah merintis pembangunan basis untuk masyarakat ke depannya. Itu demikian, karena anak-anak adalah aset bagai masa depan bangsa.
Apabila aset ini digarap dengan baik diatur dengan baik pendidikan dan kesehatan, maka paling kurang negara dan bangsa sudah punya modal, meskipun kecil untuk pembangunan ke depan. Dengan begitu, petualangan naik turun bukit dan daerah berlumpur pun cadas bukan sekedar petualangan biasa. Ini bisa jadi petualangan dan jalan-jalan biasa, tetapi benar jadi petualangan hidup dan petualangan intelek untuk merintis pembangunan masyarakat.
WN-Orbyn