ENDE, WARTA-NUSANTARA.COM–Suasana mencekam, dan berbahaya terus dialami warga dari ke tiga desa di wilayah selatan Kecamatan Ndona, Kabupaten Ende. Suasana demilkian diketahui, ketika warga hendak berangkat menuju kota, lantaran ketiadaan akses jalan sebagaimana pantauan Warta Nusantara, Rabu, 22/9/2021.
Sejak pagi warga sudah berada di pantai pada desanya masing-masing. Beberapa warga dengan sigap berdiri di pinggir pantai yang terbentuk dari batu dan karang, guna membantu warga lainnya menaiki sampan kecil yang kemudian menuju ke perahu motor. (21/09/2021).
Fasilitas pendukung transportasi laut seadanya sangat membahayakan nyawa karena tidak jarang, beberapa warga harus terjatuh dan basah, apabila gelombang tidak bersahabat. Sesekali gelombang laut menerjang dengan ganas, membuat barang bawaan seperti komoditi harus basah. Beberapa wanita terlihat pucat dan gemetar, namun tetap melangkah menuju sampan dengan bantuan beberapa pemuda.
Menurut salah seorang warga dari Kekasewa, ketika pasang surut warga terpaksa memanjat dinding karang sedalam kurang lebih 1 meter dan bergelantungan agar bisa mencapai sampan kecil.
“Hari ini, sukur tidak terlalu gelombang aji (ade.red) kalau tidak sengsara sekali, dan ini juga tidak pasang surut. Kalau pasang surut, itu kami harus gantung di karang, itu bisa 1 meter lebih, licin, kalau salah- salah bisa jatuh, dan luka” Kisah warga itu, sambil menenteng tikar di pikulannya.
Situasi ini terus dihadapi meskipun jarak dari 3 desa tersebut ke Ibukota Kabupaten cukup dekat.
Setibanya di kota Ende, perahu motor yang ditumpangi tersebut, harus bersandar pada pelabuhan kayu yang dibangun oleh pemerintah daerah, tepatnya di pantai Bita Kelurahan Mautapaga, Kecamatan Ende Timur.
Namun, miris hadirnya pelabuhan kayu yang diharapkan mempermudah warga mencapai daratan tersebut, malah membuat warga terpaksa bergelantungan kembali pada tiang penyangga dermaga ketika hendak turun.
Hal ini terjadi, lantaran bantalan papan dari kayu yang membentuk anak tangga dan biasa digunakan warga sebagai pijakan untuk berdiri menanti sampan kecil, terlepas dari dermaga.
Tiang penyangga dimaksud biasanya digunakan untuk mengikat tali penahan perahu dan jangkar, yang kemudian digantung pula beberapa ban bekas untuk menghindari benturan dengan perahu maupun sampan.
“Kami harus gantung di tiang itu, dan injak ban yang licin, salah- salah kami jatuh ke laut,
karena tangga itu sudah tidak ada, dulu juga pernah ada orang jatuh, ada juga kemiri dan kopra yang jatuh di situ, jadi tidak bisa jual, bagaimana kalau yang sakit, anak- anak, ibu hamil yang di situ” Ungkap salah seorang pemuda dari desa Nila yang tidak mau disebutkan namanya.
Salah seorang warga Wolokota berinisial (FDK), kemudian menduga hilangnya kayu-kayu tersebut, dicuri oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Karenanya mereka berharap diperlukan penjagaan dari pihak yang berwenang terhadap fasilitas dermaga serta diperlukan tindakan lebih lanjut dari Dinas perhubungan serta pihak kepolisian, terhadap hilangnya kayu- kayu tersebut.
“Tidak tau kenapa sampai hilang, mungkin dicuri apalagi itu kayu bagus, karena tidak mungkin dia terlepas sendirinya, kan ada baut pengaman yang dikancing kuat, ini harus ada penjagaan, kalau tidak kami dari selatan sengsara sekali, ini perlu diperiksa polisi, biar jangan terulang lagi, kalaupun dia jatuh itu pasti kayunya dapat kita lihat dari atas, saat air laut jernih. Tolonglah, Dinas perhubungan, dan kepolisian cek juga tempat ini” Ungkapnya.
Orbyn Nggala