Kotbah Minggu Biasa XXX Minggu Missi Sedunia (Yer. 31:7-9; Ibr. 5:1-6; Mrk. 10:46-52.)
Oleh Germanus S. Atawuwur
Alumnus STFK Ledalero
WARTA-NUSANTARA.COM-Pada Minggu Biasa XXX hari ini, Gereja Katolik Universal merayakannya sebagai Hari Minggu Misi Sedunia. Perayaan ini dirayakan setiap hari Minggu kedua terakhir di bulan Oktober. Tahun ini jatuh pada hari Minggu 24 Oktober 2021. Minggu Misi ini dicetuskan oleh Paus Pius XI pada tahun 1926. Hari Minggu Misi Sedunia adalah sebuah hari yang dikhususkan untuk mendoakan, menganimasi, mengedukasi dan mewartakan karya misi Gereja yang dirayakan secara bersama-sama oleh Gereja Katolik sedunia.
Hari Minggu Misi Sedunia ini disetujui Paus Pius XI tatkala ia memberikan persetujuannya pada permintaan Serikat Kepausan untuk Pengembangan Iman, agar diadakan hari khusus untuk mendoakan dan mewartakan karya-karya misi.
Perayaan ini dirayakan sebagai momentum untuk upaya penyadaran terus menerus akan gerak karya misi “keluar,” yakni berdialog dengan kehidupan, kemiskinan, aneka budaya, pluralitas keagamaan dan pelestarian keutuhan ciptaan.
Di tengah pandemi covid 19 yang masih berada pada level II, kita semua tentunya menyadari bahwa “kita berada dalam perahu yang sama, kita semua rapuh dan tak tahu arah, tetapi pada waktu yang sama penting dan perlu, kita semua dipanggil untuk mendayung bersama, kita masing-masing perlu saling menghibur. Menjalin sinergi dengan siapapun, terutama yang berkehendak baik untuk ikut menanggulangi wabah yang kian menyurut dan dampak-dampak pandemi covid 19 dengan senantiasa tekun dalam doa serta menjalankan protokol kesehatan : memakai masker; cuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak. Protokol kesehatan ini dapat menjadi wujud gerak bermisi di masa pandemi ini, dalam rangka membela kehidupan yang menjadi hadiah teragung Allah bagi manusia.
Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih, berkenaan dengan Hari Minggu Misi yang ke-95 ini kita merenungkan tema secara universal:” Kami tidak mungkin untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan dengar” (Kis. 4:20). Tema ini relevan dengan injil yang baru saja kita dengar, yang mengisahkan tentang Bartimeus, anak Timeus yang disembuhkan Yesus di Yerikho. Bartimeus adalah pengemis buta yang kesehariannya duduk di pinggir jalan, untuk menantikan belas-kasih orang yang melintas di jalan itu. Hari itu, seperti biasanya, dia duduk mengemis di pinggir jalan. Dia mendengar rombongan yang lewat. Kata hatinya, rombongan itu adalah Yesus dan murid-murid-Nya yang sedang diikuti oleh banyak orang. Ia pun berteriak:” “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Karena dia seorang pengemis buta, maka ia malah dihardik oleh orang banyak agar diam. Jangan berteriak. Orang banyak anggap dia bukan siapa-siapa, dia cuma orang “pinggiran” maka dia harus tetap tak berdaya.Dia harus diam. Tidak boleh teriak. Namun Yesus malah meminta orang banyak memanggil dia. : “Panggillah dia!” Orang banyak itu pun memanggil orang buta itu dan berkata kepadanya: “Kuatkan hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau.” Saat itu juga, Bartimeus menanggalkan jubahnya, ia segera berdiri dan pergi mendapatkan Yesus. Yesus bertanya kepadanya:” Apa yang kau kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” Jawab orang buta itu: “Rabuni, supaya aku dapat melihat!” Lalu kata Yesus kepadanya: “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!” Pada saat itu juga melihatlah ia, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya.
Yesus menunjukkan misinya yang jelas. Berkeliling sambil berbuat baik. Mewartakan firman Allah, sambil memberi makan kepada yang lapar, menyembuhkan orang dari berbagai penyakit dan bahkan membangkitkan orang mati. Hari ini, Yesus menegaskan misi-Nya di depan orang banyak dengan menyembuhkan Bartimeus si pengemis buta. Bartimeus yang mulanya dianggap remeh banyak orang, dia yang sedari awal tidak diperhitungkan, bahkan dia dianggap hanya sebagai “no body”- bukan siapa-siapa,” hari ini, Yesus mengangkat martabat kemanuisaan Bartimeus dalam sebuah dialog nan humanis. Dialog itu berbuah manis. Bartimeus dapat melihat dan ia langsung mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Yesus telah menjadikan Bartimeus yang dianggap sebagai no body, menjadi some body, menjadi seseorang yang bermartabat sama dengan yang lainnya. Ia bahkan menjadikan Bartimeus sebagai teman dalam perjalanan misi-Nya.
Peristiwa penyembuhan Bartimeus adalah sebuah model pemenuhan misi Yesus sebagaimana dinubuatkan oleh nabi Yeremia dalam bacaan I tadi:” Sebab beginilah firman TUHAN: Bersorak-sorailah bagi Yakub dengan sukacita, bersukarialah tentang pemimpin bangsa-bangsa! Kabarkanlah, pujilah dan katakanlah: TUHAN telah menyelamatkan umat-Nya, yakni sisa-sisa Israel! Sesungguhnya, Aku akan membawa mereka dari tanah utara dan akan mengumpulkan mereka dari ujung bumi; di antara mereka ada orang buta dan lumpuh, ada perempuan yang mengandung bersama-sama dengan perhimpunan yang melahirkan; dalam kumpulan besar mereka akan kembali ke mari! Dengan menangis mereka akan datang, dengan hiburan Aku akan membawa mereka; Aku akan memimpin mereka ke sungai-sungai, di jalan yang rata, di mana mereka tidak akan tersandung; sebab Aku telah menjadi bapa Israel.”
Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih, di tengah pandemi yang sedang melandai namun masih meninggalkan krisis dalam berbagai dimensi kehidupan kita semua menyadari bahwa kita dipanggil untuk bermisi. Misi kita adalah bergerak keluar untuk membela kehidupan. Misi kita adalah pilihan untuk berpihak pada mereka yang menderita karena kehilangan lapangan pekerjaan. Misi kita adalah penyelamatan ekologi. Misi kita adalah terus mewartakan tentang protokol kesehatan: mencuci tangan pakai sabun dengan air yang mengalir, selalu pakai masker bila keluar rumah dan hendaknya menghindari kerumunan.
Akhirnya, tema Hari Misi Sedunia tahun ini – “Kami tidak mungkin untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan kami dengar” (Kis. 4:20) – merupakan panggilan kepada kita masing-masing untuk “memiliki” dan membawa kepada orang lain apa yang kita kandung dalam hati kita. Misi selalu menjadi tanda resmi Gereja, karena Gereja ada untuk mengevangelisasi. Untuk itu saya mengajak saudara-saudara agar khusus pada minggu misi ini, marilah kita menanggalkan “jubah” manusia lama kita dan menjadi Bartimeus baru. Kita belajar daripadanya bahwa di balik penderitaan yang dialaminya, ia mampu melihat, mengalami, menyelami serta memaknai penderitaan itu sebagai sebuah perjalanan hidup penuh arti. Bersama dia, kita menemani Yesus dalam misi lanjutannya, yakni berkeliling sambil berbuat baik seraya mengulangi doa permohonan Bartimeus:” Semoga aku dapat melihat.”