Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, saudara, saudari terkasih,
Peristiwa pembaptisan Tuhan yang kita peringati hari ini menjadi lebih jelas bila dibaca dengan latar belakang hidup umat Perjanjian Lama sebagaimana kita dengar dalam nubuat nabi Yesaya. Bahwa umat Perjanjian Lama, dalam hal ini bangsa Israel. tatkala itu mereka sedang berada di pembuangan Babilon. Mereka tidak lagi menjadi bangsa merdeka. Mereka dijajah dan ditindas oleh bangsa Babilon. Mereka dihina dan diejek-ejek, hingga mereka mengalami keterpurukan yang amat sangat.Mereka merasa benar-benar ditinggalkan Tuhan. Mereka merasa tak berdaya. Karena itu mereka duduk di tepi-tepi sungai Babilon untuk meratapi nasib mereka sebagaimana dilukiskan oleh Kitab Mazmur 137:” Di tepi sungai-sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita mengingat Sion. Pada pohon-pohon gandarusa di tempat itu kita menggantungkan kecapi kita. Sebab di sanalah orang-orang yang menawan kita meminta kepada kita memperdengarkan nyanyian, dan orang-orang yang menyiksa kita meminta nyanyian sukacita: “Nyanyikanlah bagi kami nyanyian dari Sion!” Bagaimanakah kita menyanyikan nyanyian TUHAN di negeri asing?”
Mengingat Sion, membuat mereka menangis. Bagaimana mungkin mereka dapat menyanyikan lagu sukacita dalam kehidupan yang penuh penderitaan? Dalam penderitaan Israel yang pedih itu, datanglah nubuat nabi Yesaya:” Hiburkanlah- hiburkanlah umat-Ku.Tenangkanlah hati Yerusalem dan serukanlah kepadanya, bahwa perhambaannya sudah berakhir, bahwa kesalahannya telah diampuni, sebab ia telah menerima hukuman dari tangan TUHAN dua kali lipat karena segala dosanya.”
Nubuat Yesaya tidak berhenti di sini saja. Ia kemudian meneruskan nubuatnya:” Hai Sion, pembawa kabar baik, naiklah ke atas gunung yang tinggi! Hai Yerusalem, pembawa kabar baik, nyaringkanlah suaramu kuat-kuat, nyaringkanlah suaramu, jangan takut! Katakanlah kepada kota-kota Yehuda: “Lihat, itu Allahmu! Lihat, itu Tuhan ALLAH, Ia datang dengan kekuatan dan dengan tangan-Nya Ia berkuasa. Lihat, mereka yang menjadi upah jerih payah-Nya ada bersama-sama Dia, dan mereka yang diperoleh-Nya berjalan di hadapan-Nya.”
Sepintas, tatkala kita mendengarkan nubuat itu, kita sangka Tuhan akan datang untuk menyelamatkan mereka sebagai seorang pahlawan yang gagah perkasa, yang bertempur habis-habisan, hingga titik darah terakhir untuk membebaskan dan menyelamatkan Israel dari penindasan bangsa Babilon.
Dia yang datang menjumpai Israel “seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanan ternak-Nya dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya dengan hati-hati.”
Dia yang datang sebagai gembala itu kemudian dilengkapi oleh Nabi Daud tentang Gembala yang Baik, yang dilukiskan oleh Mazmur 23 sebagai berikut:” TUHAN adalah gembalaku takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku, Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku, gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.”
Bangsa Israelpun berziarah masuk Sion dengan sukacita, karena menaruh sepenuhnya nasib mereka pada Tuhan Sang Gembala Baik. Tatkala mereka mengalami Tuhan sebagai Gembala yang baik, mereka membangun tekad:” Aku akan diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa.” Diam dalam Rumah Tuhan sepanjang masa, adalah masuk dalam rancangan dan keselamatan Allah dan tinggal di dalam rahmat keselamatan-Nya hingga selama-lamanya.
Saudara-saudaraku, gambaran tentang keselamatan yang dilukiskan oleh Yesaya yang semula ditujukan hanya kepada Israel, akhirnya menjadi keselamatan universal sebagaimana yang dilukiskan Titus:” Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini. Tetapi ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada manusia, pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang sudah dilimpahkan-Nya kepada kita oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita, supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita.”
Keselamatan yang kita terima bukan saja karena perbuatan baik yang kita lakukan tetapi juga karena rahmat Tuhan melalui Roh Kudus dalam ke-Esa-an-Nya dengan Yesus Kristus Juru selamat kita. Gambaran bahwa kita semua diselamatkan oleh Yesus terwakilkan dalam kata-kata injil Lukas:” Seluruh orang banyak itu telah dibaptis. Dan ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis, barulah Yesus muncul untuk dibaptis. Yesus dibaptis kemudian tidak bermaksud bahwa pembaptisan Yesus tidak penting. Pembaptisan Yesus paling terakhir hendak menonjolkan bahwa pembaptisan Yesus beda dengan pembaptisan seluruh orang yang sudah dibaptis Yohanes terlebih dahulu. Seluruh orang yang dibaptis itu mewakili kita semua untuk memandang, menyaksikan dan menaruh kepercayaan penuh bahwa Yesus yang datang untuk dibaptis itu adalah Juruselamat kita. Karena yang dibaptis itu adalah Juruselamat, Pusat dan Sumber Keselamatan seluruh umat manusia maka tatkala dibaptis kejadian ajaib istimewa pun mewarnai pembatisan itu,” terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah suara dari langit: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan. “
Saudara-saudara yang terkasih, apa pesan untuk kita pada peristiwa pembaptisan Tuhan hari ini? Bahwa sekalipun kita sudah percaya pada Yesus sebagai Juruselamat melalui Pembaptisan Trinitaris, namun sebagai manusia yang berdaging lemah, kita pun sering jatuh ke dalam noda dosa. Bila sudah jatuh ke dalam dosa, kita harus segera sadar dan berbalik, agar kita tidak mengalami “pembuangan” sebagaimana yang dialami umat Israel di Babilon. Kita tidak boleh terlalu lama dan dalam jatuh ke dalam dosa hingga kita benar-benar terpuruk. Kita harus segera bangkit menyongsong Yesus yang kapan dan di mana saja, Ia datang untuk menjumpai kita. Maka kita pun harus segera menyongsong-Nya:” Lihatlah Tuhan Datang!”