Maxi Wolor terakhir menulis buku, “Nyawa Terancam Di Jalan Lurus”, Judul ini saya pilih untuk menegaskan bahwa profesi Jurnalis sangat mulia tapi penuh tantangan termasuk ancaman fisik. Nyawa saya pun terancam meski belum sampai pada kekerasan nyata. Mengapa Wartawan diancam? Bukankah kontrol yang dilakukan untuk meluruskan yang bengkok dan menyadarkan yang keliru?
Maxi Wolor, seorang Jurnalis senior dan mantan Anggota DPRD Lembata asal Kampung Lewokuma, kini Desa Bour (Riangdua), Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata itu telah tiada. Ia meninggal dunia di RS St Damian Lewoleba, Kamis, 27/1/2022 setelah sempat dirawat semalam rabu malam. Ia pergi untuk selama-lamanya menghadap Tuhan Yang Maha Kuasa, Pemilik Kehidupan.
Pria kelahiran Lewokuma 11 Oktober 1956 silam itu usai menamatkan SMEA Lewoleba melanglang buana ke Kota Ujung Pandang, kini Makassar , Sulawesi Selatan. Sembari menimba pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tri Dharma Nusantara, Maxi Wolor terjun ke dunia Jurnalistik. Menjadi Wartawan di pelbagai media cetak. Mulanya bekerja sebagai Wartawan Harian Pedoman Rakyat, Harian Surya, Harian Pos Kupang dan Harian Bisnis Indonesia sejak 1978-1912 di Makassar, Surabaya, Ambon, Kupang dan Palu. Di Pos Kupang sebagai Redaktur Flobamora, Surya sebagai News Editor (Penyunting) dan di Bisnis Indoensia edisi Kawasan Timur sebagai editor dan pengelola Portal Bisnis-kti.com Pernah menjabat sebagai Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu (2000-2012.
Bersama tim menulis buku antara lain : Siap Menang-KPU Sulsel di Antara Dua Kekuatan Pilgub 2007 (2008), Indonesia Dalam Perspektif Daerah Menuju Pemerintahan Yang Bersih (2009), Arifin Junaidi Birokrat Tahan Banting (2011), Mata Air Peradaban -Memorial Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo (2012). Selain tim, Maxi Wolor juga menulis Buku karya sendiri : Obyek Wisata Sulawesi Tengah (2003), 5 Tahun Otonomi Kabupaten Lembata (2006), Daily Notesof A jurnalist-Catatan Harian Seorang Wartawan (2012, Leluhur dan Tanah Ulayat Suku Lamawolor di Lewokuma Lembata dan buku terakhir adalah , Nyawa Terancam di Jalan Lurus, (Mei 2019), merupakan buku kelima yang ia tulis.
“Sebagai sebuah profesi, menjadi Wartawan atau Jurnalis banyak suka dukanya. Di satu sisi mendapat pujian, di sisi lain mendapat ancaman. Saya pernah berhadapan dengan pria berparang ditangan siap bacok. Di lain waktu seorang pria meneror melalui telepon. “Ada bom di rumahmu”. Syukurlah, Tuhan Mahakuasa kehidupan ada ditanganNya.
Selama 36 tahun ia mengembara sebagai “Kuli Tinta” di Kawasan Timur Indonesia sembari menimba ilmu di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tri Dharma Nusantara dan sukses meraih gelar Sarjana Ekonomi (SE) di Kota Makassar. Namun Maxi Wolor kemudian menyahuti suara panggilan tanah Leluhur Lewokuma, Lewotana Lembata untuk mengabdi kampung halaman menjadi Anggota DPRD Kabupaten Lembata pengganti antar waktu lewat pintu Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) periode 2014-2019. Ia mengganti posisi Bediona Philipus karena tersandung sebuah kasus pidana. Ia telah mengabdi untuk Lewotana Lembata meski hanya dalam kurun waktu delapan bulan.
Ternyata rencana Tuhan lain dan tak terduga sebelumnya. Wim Wolor keponakan almahrum menuturkan, pihak keluarga juga kaget atas berita duka ini karena ia tidak menderita sakit. Bahkan ia belakangan ini masih sempat menulis buku yang tentunya belum rampung. Namun, pada Rabu (26/1/2022) malam, ia tiba-tiba tak bisa bicara dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Santo Damian Lewoleba. Sayangnya, setelah dirawat, ia menghembuskan nafas terakhir pada Kamis pagi sekitar pukul 08.30. Jasad almarhum sudah dibawa kembali ke kampung halamannya di Riangdua, Desa Bour, Kecamatan Nubatukan untuk disemayamkan dan direncanakan dimakamkan pada Jumat (28/1/2022).
Maxi Wolor, Sang Jurnalis Senior dan mantan Anggota DPRD Lembata itu telah tiada. Ia dipanggil Tuhan Sang Pemilik Kehidupan. Ziarah kehidupannya pun berakhir dengan Karya buku terakhirnya dengan judul yang menantang, “Nyawa Terancam Di Jalan Lurus, Memoar Jurnalis Maxi Wolor”, dan tetap terkenang sepanjang masa. Selamat Jalan ke Rumah Allah di Surga. (Karolus Kia Burin-Warta Nusantara)