Pandangan Mikhael Rajamuda Bataona, Pengamat Komunikasi Politik Fisip Unwira Kupang
KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM – “Saya kira dua kubu ini perlu menentukan titik temu. Karena, pertikaian antara kubu Jefri Riwu Kore (Jeriko) dan kubu Leonardus Lelo yang terus berlanjut akan merusak citra partai sekaligus juga citra para elit di partai ini. Saya kira selama beberapa pekan ini citra Partai Demokrat dan para elitnya sendiri sudah mulai memburuk di mata publik.” Hal ini disampaikan Pengamat Komunikasi Politik, FISIP Unwira Kupang, Mikhael Radjamuda Bataona, Sabtu 5 Februari 2022.
Menurut Mikhael, kondisi tersebut terjadi karena, ruang publik kita terutama ruang publik virtual sudah menjadi semacam pengadilan maya tapi nyata bagi para elit politik.
Ketika sebuah kasus terjadi, netizen akan ramai-ramai bereaksi dengan segala macam argumentasi mereka termasuk mengecam praktek-praktek politik yang menurut mereka jauh dari adab berpolitik yg baik.
Sehingga jangan sampai persoalan ini oleh publik dilihat sebagai bukti bahwa Elit Partai Politik kurang dewasa dan rasional.
Jika dibaca secara kritis, kisruh Partai Demokrat NTT ini merupakan gabungan atau konvergensi dua bentuk konflik yang akhirnya meletup. Pertama, adalah
konflik horisontal yang bisa saja dicampur dengan semacam sentimen primordial, masalah jabatan di semua DPC, keterwakilan kelompok, atau juga masalah keterbukaan dalam manajemen partai yang tidak diantisipasi dengan baik sehingga berujung pada kisruh ini.
Kedua, adalah konflik vertikal antara elit di daerah dengan elit Partai Demokrat di Jakarta, yang tidak bisa lagi dibungkus, dimanage atau diatur untuk tidak nampak ke publik.
“Puncaknya adalah dari konvergensi dua konflik inilah yang membuat estafet kepemimpinan di partai demokrat NTT ini menjadi medium sekaligus pemicu kisruh besar ini. Artinya, publik sudah bisa membacanya demikian bahwa selama ini partai ini tidak baik-baik saja,” kata Mikhael.
Dikatakan, partai ini tentu mempunyai persoalan internal yang bak api dalam sekam dan akhirnya kini meletup ke publik.
Padahal, salah satu fungsi utama partai politik adalah mendukung konsolidasi demokrasi dengan paling pertama adalah menjalankan demokrasi itu di internal partai secara konsisten. Terutama dengan debat, diskusi, dan musyawarah untuk memutuskan segala sesuatu demi menjamin hak setiap anggota dan menjaga soliditas partai.
Tapi dengan kisruh seperti itu maka jelas akan sangat mempengaruhi relasi-relasi kekuasaan bahkan relasi sosial di internal Partai Demokrat.
Jadi menurut saya, kisruh Partai Demokrat NTT yang dipicu oleh konvergensi dua jenis konflik ini jelas sangat merugikan partai itu sendiri.
Dengan adanya demonstrasi yang berujung kisruh, jelas sudah menurunkan citra partai ini sekaligus juga menurunkan citra para elitnya.
Artinya, kisruh ini sangat berdampak secara sosiologis maupun psikologis. Persepsi publik tentu buruk terhadap aksi-aksi yang tidak menggunakan nalar dan debat atau diskusi.
Publik akan menaruh respek pada elit yang lebih rasional dan menggunakan nalar dalam menyelesaikan konflik kekuasaan semacam ini.
Sebab, bagi publik, partai politik harusnya adalah alat perjuangan atau medium perjuangan para elit. Bukan tujuan perjuangan mereka. Tujuan mereka adalahah kesejahteraan rakyat.
Jadi, menduduki jabatan di partai itu memang penting agar bisa digunakan untuk merebut kekuasaan yang bertujuan mulai untuk pengabdian kepada rakyat. Tapi bukan menjadikan partai sebagai tujuan.
Partai hanyalah alat untuk mencapai tujuan, sehingga, ketika partai direduksi menjadi tujuan sekaligus posisi menunjukan kekuasaan semata demi mempertahankan dan melanggengkan kekuasaan maka publik akan miris melihatnya.
Publik akan memaknainya sebagai sesuatu yang tidak elok sekaligus berbahaya. Selain itu, perlu dipahami bahwa konflik ini bisa meruntuhkan psikologi kader Partai Demokrat sendiri.
Bisa melemahkan soliditas mereka. Sehingga menurut saya, sebaiknya dua kubu ini menggunakan saluran-saluran komunikasi yang tersedia untuk menemukan konsensus politik. Bahwa ada kalah dan menang dalam perebutan posisi puncak di partai dengan sedikit konflik adalah hal lumrah.
Tapi konflik yang melebar dan tidak bisa ditemukan titik temu dan solusi itu justru berbahaya bagi soliditas partai.
Publik tentu akan melihat kasus ini dengan segala kritik dan evaluasi bahwa sistem rekruitmen kader, dan pola kaderisasi anggota partai politik yang kurang berkualitas adalah akar kisruh parpol semacam ini. Jadi harus menjadi perhatian serius bagi semua partai politik di Indonesia termasuk Partai Demokrat NTT. (Pos-Kupang.Com/WN-01))