Im. 19:1-2.17-18; 1 Kor. 3:16-23; Mat.5:38-48
Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih,
Hari ini kita mendengar bacaan-bacaan suci tentang kekudusan dan jalan menuju hidup yang kudus. Bahwa panggilan kekudusan yang paling pertama sudah dimulai sejak kisah penciptaan manusia Adam dan Hawa. Penulis kitab kejadian meluksikan bahwa manusia itu diciptakan menurut citra Allah, menurut gambar dan rupa Allah. Artinya bahwa, manusia yang diciptakan oleh Tuhan yang Maha Kudus itu, memanggil manusia Adam dan Hawa untuk menjadi kudus pula. Namun kita tahu, kekudusan manusia pertama itu akhirnya lenyap tatkala kisah penggodaan mereka di Taman Eden. Di Taman penuh kebahagiaan itu, mereka justru jatuh ke dalam dosa, menjauh dari kekudusan Allah.
Namun demikian, panggilan kekudusan terus-menerus disampaikan oleh Allah melalui para nabi dan rasul sebagaimana kita dengar dalam bacaan-bacaan suci pada hari ini. Dalam bacaan I kita mendengar firman Tuhan melalui Musa untuk memperingati bangsa Israel bahwa mereka adalah kudus.“ Kuduslah kamu , sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus.” Selanjutnya Musa mengatakan:” Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegor sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia. Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
Sedangkan bacaan II, Paulus mengingatkan jemaat di Korintus bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu “ Karena tubuh manusia adalah bait Allah, maka Paulus memberikan beberapa cara kepada jemaatnya untuk tetap merawat dan memelihara kekudusan itu. Pertama, janganlah ada orang yang menipu dirinya sendiri. Kedua, janganlah ada orang yang memegahkan dirinya atas manusia. Jangan angkuh. Jadilah manusia yang rendah hati, yang mengandalkan rahmat dan kasih kerahiman Allah. Karena itu, bersandarlah selalu pada Allah dan letakan kepercayaanmu di atas Telapak Tangan Kekudusan-Nya.
Selanjutnya, untuk mencapai kekudusan, Markus mengajarkan jalan menuju kekudusan. “Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi kejahatan dengan kebaikan. Jalan lain menuju kekudusan, adalah dengan berbuat baik. Perbuatan baik yang secara gamblang disebutkan oleh Markus adalah apabila ada orang yang mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. Selanjutnya ia masih menasehati:” Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu.” Dan yang paling terakhir, adalah:” Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Allah.
Saudara-saudaraku yang terkasih,
Tentang panggilan kekudusan, tentang jalan menuju hidup yang kudus, juga menjadi perhatian Paus Fransiskus. Beliau merumuskan hal itu dalam Surat Apostoliknya yang berjudul:” Gaudete et Exultate (Bersukacitalah dan Bergembiralah) tentang Panggilan Kekudusan Di Dunia Dewasa Ini. Kita dipanggil kepada kekudusan, berpartisipasi dalam kekudusan Allah yang adalah Kudus. Untuk memenuhi panggilan kekudusan ini, Sri Paus berkata:” Kita tidak perlu menjadi uskup, imam, atau anggota ordo religius untuk menjadi suci. Setiap orang dipanggil untuk menjadi orang suci -sebagaimana dikatakan Konsili Vatikan II- entah sebagai seorang ibu atau ayah, seorang siswa atau seorang pengacara, seorang guru atau petugas kebersihan. Siapapun dia tanpa kecuali, dipanggil kepada kekudusan, diundang untuk mengambil bagian dalam kekudusan Allah.
Untuk mengambil bagian dalam kekudusan Allah, menurut Paus asal Argentina ini, mengatakan bahwa, kekudusan tumbuh melalui isyarat-isyarat kecil. Seorang ibu yang memilih untuk tidak menyebarkan gosip tentang orang lain, ia sedang mencapai kekudusan. Seorang anak yang duduk dengan penuh kesabaran dan cinta untuk mendengarkan nasihat tentang harapan dan impiannya meskipun ia lelah, ia sedang mencapai kekudusannya. Seseorang yang sudah lama mendendami saudaranya, pada akhirnya memilih berjabatan tangan, ia itu pula sedang menggapai kekudusannya. Selanjutnya Paus Fransiskus juga mengingatkan bahwa kehidupan kita sehari-hari dapat memimpin kita kepada kekudusan. Karena itu kita mustinya menjalani hidup kita dalam cinta” dan “memberi kesaksian” tentang Tuhan dalam semua yang kita lakukan. Paus melanjutkan bahwa kekudusan adalah perjumpaan antara kelemahan dan kekuatan rahmat Allah. Karena itu beliau mengajak seluruh umat manusia, teristimewa orang-orang katolik:”Jangan takut pada kekudusan.”
Jangan takut pada kekudusan terimplisit mengandung makna bahwa kita adalah manusia rapuh-lemah. Kita, ibarat bejana tanah liat. Mudah pecah, gampang retak, dalam dendam kesumat, irihati dan benci. Terkadang, hancur berantakan dalam keangkuhan, egoisme, tipu muslihat dan manipulasi untuk mendapat keuntungan pribadi atau kroninya.Tetapi kita musti tetap sadar bahwa kita semua adalah Citra Allah. Kita semua adalah Gambar dan Rupa Allah. Maka dalam keadaan apapun kita, kita senantiasa diundang Tuhan untuk berjalan kembali kepada kekudusan-Nya. Panggilan kekudusan itu dialamatkan juga kepada diri kita masing-masing:” (menyebut nama sendiri)”Jadilah Kudus sebab Tuhanmu Kudus Adanya.”
Karena itu saya mengajak kita semua tanpa kecuali, mari kita, -anda dan saya- dari hari lepas hari, bersandar pada Allah, sambil kita menaruh seluruh hidup dan kehidupan kita pada Telapak Tangan Sang Maha Kudus, agar DIA senantiasa menarik kita kepada kekudusan-Nya, karena kita adalah Bait Allah. ***