Rilis dari Gerady Tukan, Dosen Pendamping Lapangan Mahasiswa KKN Unwira Kupang yang diterima Warta Nusantara.
NAGEKEO : WARTA-NUSANTARA.COM-Mahasiswa UNIKA Widya Mandira (UNWIRA) Kupang yang sedang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Tematik-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKNT-PPM) di Desa Lewangera, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo, terlibat dalam proses produksi minyak kemiri bermerek produk Tarika, Sabtu 19 Februari 2022.
Industri minyak kemiri Tarika di Dusun Kolowoso, yang dijalankan oleh Kelompok Tani Wanita di Desa Lewangera di kawasan pegunungan Keo Tengah (650 dpl) tersebut, melakukan produksi minyak kemiri menggunakan mesin pemeras daging biji kemiri, sejak atahun 2019. Minyak kemiri hasil produksi dengan nama produk Tarika, merupakan akronim dari gabungan nama Dusun Tariapo dan Kolowoso.
Operator Mesin Produksi, Yohanes Asan Goajawa dan Arnoldus Ame menjelaskan bahwa upaya melakukan olahan biji kemiri menjadi minyak kemiri yang dilakukan tersebut, merupakan salah satu alternatif penjualan hasil bumi kemiri di wilayahnya. Ibu-ibu yang tergabung dalam Kelompok Tani Wanita (Sinta Tarika) dan menjalankan usaha tersebut yakni Bertiana Mau, Matilde Wuda, Anastasia Kopi, Primaria Reneldis Amdo, Walburga Wea, Marta Fa, Martina Kewa, Maria Beatrikx Mbena. Kelompok Sinta Tarika ini memperoleh dukungan hibah dari desa Lewangera berupa mesin pemeras daging biji kemiri tersebut untuk memproduksi minyak kemiri.
Mahasiswa UNWIRA peserta KKNT-PPM yang terlibat dalam proses produksi minyak kemiri Tarika, pada Sabtu 19 Februari 2022, mengikuti proses produksi sejak awal. Stef, Ani, Jelo, Oci, Nelson, Venan, Mone, Caar, Iren dan Jou, mengikuti proses produksi yakni pengukusan daging biji kemiri, pemerasan menggunakan mesin berbahan bakar bensin, dan proses penyaringan minyak hasil perasan. Pengamatan dan diskusi yang dilakukan pula bersama ibu-ibu kelompok usaha ini di rumah produksi Tarika, yakni pembukuan proses produksi dan pembukuan pemasaran produk.
Beberapa informasi penting yang diperoleh dari aktivitas industri rumahan yang sedang diandalkan oleh desa Lewangera sebagai salah satu penopang BUMDES ini yaitu: tiap 1 Kg daging kemiri dapat menghasilkan sekitar 400 mL minyak kemiri. Intensitas produksi masih bergantung pada pesanan dari pelanggan. Rata-rata pelanggan memesan 50 botol minyak kapasitas 100 mL, dengan harga jual Rp. 20.000 per botol. Proses produksi untuk pengolahan 10 kg daging kemiri, dapat memakan waktu sekitar 2 hari, sebab tahapan yang membutuhkan waktu lebih lama, sekitar 24 jam, yaitu penyaringan minyak untuk menghasilkan minyak yang jernih. Hal itu terjadi karena minyak hasil perasan awal, merupakan minyak yang keruh.
Selain itu, tahap penggilingan daging biji kemiri pun membutuhkan waktu yang cukup lama dan membutuhkan bahan bakar bensin yang cukup banyak. Bahan baku biji kemiri dibeli dari warga setempat dengan harga Rp 20.000 per Kg. Penjualan minyak kemiri hasil produksi masih bersifat terbatas, yakni dipasarkan di keluarga-keluarga, dan juga disalurkan melalui satu apotik di kota Mbay.
Mengamati proses produksi yang membutuhkan waktu yang tergolong lama pada tahap penggilingan daging biji kemiri dan penyaringan minyak hasil perasan, maka Stef dan kawan-kawan, dalam dampingan Dosen Pembimbing, Gerady Tukan, membuat satu inovasi sederhana di tahapan penggilingan daging biji kemiri yakni memilah daging biji kemiri atas komponen yang masih bulat utuh dan yang telah pecah atau kepingan-kepingan. Dibuat perbandingan waktu terhadap penggilingan daging biji kemiri yang telah dipilah tersebut.
Diperoleh kondisi bahwa daging biji kemiri yang telah dipecah atau dihancurkan, membutuhkan waktu yang lebih cepat dari penggilingan daging biji kemiri yang masih bulat atau campuran. Selisih waktu rata-rata 15 menit. Selisih waktu tersebut tentu berpengaruh pada volume bahan bakar bensin yang digunakan pada mesin pemeras. Inovasi memilah daging biji kemiri sebelum masuk ke dalam bak penggilingan, diterima baik oleh kelompok produksi, sehingga anggota kelompok produksi terlibat dalam proses memilah daging biji kemiri sebelum dimasukkan ke dalam bak penggilingan.
Inovasi lain yang dilakukan yakni merancang alat pemutar (sentrifus) untuk mempercepat peroses penjernihan minyak kemiri hasil perasan. Rancangan alat ini masih bersifat diskusi dan dihasilkan konsep untuk modifikasi mesin, sehingga diperoleh bagian lain dari proses produksi yakni penjernihan minyak hasil perasan. “Yah, kalau mesin atau alat penjernih itu bisa dibuat cepat maka pasti bisa lebih membuat kami semangat produksi karena tahap penjernihan yang kami lakukan selama ini melalui penyaringan menggunakan kertas tissue yang berlapis-lapis, membutuhkan waktu sangat lama untuk hasilkan minyak yang jernih. Itu bisa membosankan serta sering menimbulkan kejenuhan serta menimbulkan rasa malas bekerja”. Ungkap Arnoldus Ame, yang diamini Yohanes Asan dan ibu Bertiana Mau. Ketua kelompok KKNT-PPM UNWIRA di desa Lewangera, Stef Pau serta kawan-kawan pun berjanji akan memperbaiki label produk dan brand agar bisa lebih menarik, dan juga membuka toko online untuk pemasaran Tarika**. (*/WN-01)