Catatan Kornelis Kedaman
LEMBATA : WARTA-NUSANTARA.COM-Pagi tadi saya kembali mengelilingi kaki Gunung Ile Lewotolok (Ile Ape), Kabupaten Lembata dengan mengendarai sepeda motor. Sebelumnya, pada Senin (21/2) kemarin. Sebuah perjalanan yang sungguh menarik meski melelahkan. Namun bertekad terjun ke lapangan memantau kondisi jalan yang melintasi lokasi bencana banjir bandang setahun silam yang menggemparkan dunia.
Betapa tidak. Bencana itu memakan korban jiwa manusia, harta benda dan kerusakan lingkungan hidup yang menggugah hati Presiden Joko Widodo mengunjungi korban bencana Ileape, Lembata. Perjalanan ini mungkin sangat boleh jadi mengungkap fakta untuk disikapi pelbagai pihak.
Mulanya dari desa saya, Kolontobo, Kecamatan Ile Ape lalu melintasi jalan raya Trans Ile Ape ke arah timur, memasuki Desa Watodiri, lalu Desa Jontona di Kecamatan Ile Ape Timur.
Gerimis terus menerpa. Untungnya saya mengenakkan mantel hujan. Perjalanan mulai kesulitan di kali mati yang di lewati jalan raya di Desa Jontona. Kali mati itu bekas aliran material dari Gunung Ile Lewotolok pada bencana banjir bandang tahun lalu yang sempat dikunjungi Presiden Joko Widodo. Sepertinya, kali ini tidak bisa dilewati menggunakan mobil. Batu-batu berserakan di kali ini. Sialnya, saya tidak bawa hp untuk foto. Ya karena memang tidak punya tujuan foto-foto.
Dari Sabtu (19/2) sampai hari ini Rabu (23/2), matahari tidak menampakkan dirinya. Mendung terus saja menutupi langit.
Setelah mampir di desa Lamatokan, Kecamatan Ile Ape Timur, saya melanjutkan perjalanan ke arah barat. Seekor bangkai kambing terhempas banjir tergeletak begitu saja di kali mati di desa Lamaau, Ile Ape Timur.
Perjalanan terus berlanjut. Di Desa Aulesa (Ebak), dari jalan raya, ombak pantai selatan berdebur-debur. Seorang bertelanjang dada bersama anaknya, entah sedang apa tetapi sedang berada di bibir pantai. Jarak jalan raya dan tepi pantai barangkali tak sampai 10-15 meter.
Setelah melewati Desa Aulesa, perjalanan cukup menegangkan. Jalan raya berlubang, bahu kiri jalan raya berjurang. Di bawah jurang itu, ombak tak pernah berhenti berdebur. Sedangkan bagian kanan, dihimpit bebukitan. Beberapa batu besar dililit akar pohon berdiri kokoh.
Baru saja melewati jembatan di Desa Waimatan, batu berukuran dos sarimie nampaknya baru saja tergelinding dari atas bukit ke badan jalan raya. Lalu, di depannya, ada batu berukuran lebih kecil. Begitu lagi. Beberapa kali.
Di laut beberapa nelayan tampak mengarungi ombak di pantai selatan Ile Ape dan Ile Ape Timur. Sedangkan BMKG propinsi NTT sudah mengeluarkan peringatan dini cuaca wilayah yang berpotensi hujan ringan hingga lebat disertai petir dan angin kencang berdurasi singkat, juga wilayah yang berpotensi angin kencang dari tanggal 22-24 Februari. Lembata termasuk di dalamnya.
Lalu, Pemda Lembata? Diam saja? Barangkali masih konsentrasi festival Sare Dame yang menuai pro kontra itu. Kali mati di beberapa desa bekas banjir bandang kembali meluapkan material seperti batu-batu dan pohon meskipun tidak sebanyak badai seroja tahun kemarin.
Warga sendiri beraktivitas seperti biasa. Seolah trauma 4 April 2021 kemarin sudah berlalu. Barangkali mereka tetap mendiami kampungnya karena proyek relokasi perumahan belum selesai.
Melewati Desa Amakaka, perasaan saya sudah sedikit legah meskipun bayangan terhadap seorang adik perempuan yang baru dikuburkan beberapa hari lalu. Adik itu dipulangkan dari tanah rantau. Nasib naas menimpa dirinya, sebatang pohon tumbang dan menidis tubuhnya hingga ajal pun menjemputnya. Semoga semuanya baik saja.