Gubernur Viktor Sudah Ijin Presiden
KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat, mengaku telah meminta izin kepada Presiden Joko Widodo untuk memukul bupati yang tidak mampu menurunkan angka stunting. Hal itu disampaikan Viktor dalam acara sosialiasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia (RAN Pasti) yang digelar di Hotel Aston Kupang, Jumat (4/3/2022). Viktor mengaku meminta izin kepada Jokowi saat Jokowi berkunjung ke wilayah Pulau Sumba beberapa waktu lalu.
“Waktu Pak Presiden datang ke Sumba, beliau bilang, 14 persen nasional untuk stunting di tahun 2024. Saya minta izin, kalau umpama sudah tidak bisa tidak diajar lagi saya pukul. Pak Presiden jawabnya begini, perlu itu. Jadi buat para bupati mohon maaf jadi kalau stunting tidak turun-turun saya pukul,” kata dia.
“Jadi saya minta izin presiden dulu sebelum saya pukul,” sambung Viktor. Selain itu, Viktor juga menginginkan agar Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dikurangi bagi kabupaten yang masih tinggi angka stunting. Viktor juga merasa malu karena NTT dikenal dengan kemiskinan dan angka stuntingnya yang tinggi. Viktor pun mengajak semua pihak untuk bekerja maksimal dalam pengentasan kemiskinan dan menurunkan angka stunting.
“Mulai hari ini, saya perintahkan kepada semua jajaran saya dan kepada seluruh kepala daerah se-NTT untuk menggunakan data akurat yang dimiliki Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam memetakan keluarga yang memiliki anak stunting dan keluarga yang berpotensi stunting,” kata dia. Baca juga: Berdamai dengan Tokoh Adat Sumba Timur, Gubernur NTT Minta Maaf “Data tentang keluarga yang by name by address milik BKKBN sangat memudahkan kita untuk melakukan intervensi kepada keluarga yang berpotensi stunting,” sambung Viktor.
Menurut Viktor, tidak ada cara lain untuk menurunkan angka stunting selain berkolaborasi dengan semua kalangan di NTT. Viktor tidak ingin ada kepala daerah yang hanya duduk di kantor saja. Menurutnya, kepala daerah harus turun langsung ke desa-desa untuk memonitor langsung soal stunting di daerahnya masing-masing.
Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, menyebutkan, persoalan stunting di NTT bisa ditangani bersama antara pusat dengan daerah, antara BKKBN selaku ketua pelaksana percepatan penurunan stunting nasional dengan sejumlah kementerian dan lembaga bersama jajaran pemerintahan daerah.
Hasto menyebut, dana untuk perurunan angka stunting telah tersedia dari pusat dan bisa dibagi ke semua kabupaten dan kota yang ada di NTT.
“Dukungan dan komitmen tegas dari Gubernur NTT ini menunjukkan bahwa percepatan penurunan stunting di NTT pada khususnya dan Indonesia pada umumnya sudah on the track. BKKBN memiliki 4.298 Tim Pendamping Keluarga (TPK) di NTT yang jika disetarakan berjumlah 12.894 orang. Apalagi jika TPK dikolaborasikan dengan 75 perguruan tinggi yang ada di NTT dengan program kampus merdeka, maka akan menghasilkan pola kerjasama yang dahsyat untuk ikhtiar kita mempercepat penurunan stunting di NTT,” jelas Hasto.
Berdasar Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, masih ada 15 kabupaten di NTT berstatus merah. Penyematan status merah tersebut berdasarkan prevalensi kasus stunting yang masih di atas 30 persen.
Ke-15 kabupaten tersebut adalah Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata dan Malaka.
Bahkan, Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara memiliki prevalensi di atas 46 persen.
Sementara sisanya, tujuh kabupaten dan kota berstatus kuning dengan prevalensi 20 hingga 30 persen. Yakni Kabupaten Ngada, Sumba Timur, Negekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang serta Flores Timur.
Bahkan tiga daerah seperti Kabupaten Ngada, Sumba Timur dan Ngekeo mendekati status merah.
Tidak ada satupun daerah di NTT yang berstatus hijau yakni berpravelensi stunting antara 10 hingga 20 persen. Apalagi berstatus biru untuk prevalensi stunting di bawah 10 persen. (Kps.Com/WN-01)