Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Yes. 52:13-53:12; Ibr. 4:14-16-5:7-9; Yoh. 18:1-19:42
Bapa, ibu, saudara-saudariku yang terkasih,
WARTA-NUSANTARA.COM-Hari ini, kita kembali Mengenang Sengsara Tuhan. Untuk mengenang dan menghormati Yesus yang bergantung di Kayu Salib, kita umat katolik memiliki tradisi suci yakni Mencium atau Mengecup Salib. Tradisi suci ini dimulai pada abad keempat di Yeruslaem, kemudian berkembang ke seluruh dunia hingga sekarang. Tradisi ini oleh orang-orang tertentu dianggap sebagai penyembahan berhala. Yang jelas, ini bukan perbuatan menyembah berhala. Karena yang dihormati bukan salib itu, melainkan Tubuh Kristus yang tergantung di atas kayu salib itu. Tradisi ini memiliki pendasaran biblis,” Aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui aa-apa di antara kamu selain dari Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan” (1 Kor. 2:2). Itulah sebabnya maka mengapa salib di gereja katolik menyertakan Corpus/tubuh Kristus yang disebut juga sebagai Crucifix, yang berarti seseorang yang disalibkan.
Mencium atau mengecup salib ini adalah bentuk kekaguman sekaligus sebagai penghormatan umat katolik terhadap Yesus yang adalah Tuhan itu telah berkenan “mengambil jalan” penderitaan, hingga akhirnya wafat di kayu salib. Tanpa peristiwa wafat di salib tidak mungkin ada kebangkitan Kristus. Tanpa Jumat Agung tidak mungkin ada Minggu Paskah. Karena peristiwa wafat di kayu salib adalah pintu masuk menuju kebangkitan.
Jalan sengsara dan wafat Yesus telah secara lengkap dinarasikan kembali dalam Nyanyian Passio, – Kisah Sengsara Tuhan kita Yesus – yang bersumber dari injil Yohanes. Yohanes secara lengkap menulis adegan demi adegan yang dijalani Yesus. Adegan lepas adegan yang penuh dengan penderitaan ini menggambarkan bahwa Yesus adalah Hamba Allah yang menderita, atau dikenal dengan sebutan Ebed Yahwe.
Lukisan tentang Yesus Hamba yang menderita ini telah kita dengar dalam bacaan nabi Yesaya:” Rupanya begitu buruk, tidak seperti manusia lagi, dan tampaknya tidak seperti anak manusia lagi. Ia dhina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan, dan biasa menderita kesakitan Ia sangat dihina sehingga semua orang menutup mukanya terhadap dia, dan bagi kita dia pun tidak masuk hitungan. Ia tidak tampan, dan semarakpun tidak ada padanya, sehingga kita tidak tertarik untuk memandang dia; dan rupanya pun tidak menarik, sehingga kita tidak terangsang untuk menginginkannya.
Yesus Hamba Yahwe itu, rela menjalani perjalanan salib penuh penderitaan ini, oleh penyakit kita yang ditanggungnya dan kesengsaraan kita yang sedang dipikulnya. Sesungguhnya dia ditikam karena pemberontakan kita, dia diremukan oleh karena kejahatan kita; derita yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpahkan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Sekalipun ia tidak berbuat kekerasan, dan tipu tidak ada dalam mulutnya, tetapi Tuhan berkehendak meremukan dia dengan kesakitan, dan apabila ia menyerahkan dirinya sebagai kurban silih, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak Tuhan akan terlaksana karena dia. Sebab Tuhan berfirman, Hamba-Ku sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh hikmatnya, dan kejahatan mereka dipikul.” Hamba Allah yang menderita itu dilukiskan dalam Surat Ibrani bahwa Ia telah belajar menjadi taat, dan menjadi pokok keselamatan abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya.
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih,
hari ini dalam keheningan nan khidmat, kita mendengar lantunan sendu suara imam sebanyak tiga kali. Imam mengulangi kata-kata ini:” Lihatlah Kayu Salib, Di sini tergantung Kristus Penyelamatan Dunia.” Dan dengan hormat mendalam, kita menjawab:” Marilah Kita Sembah.” Kemudian, kita pun berbaris rapih, maju dengan kepala tertunduk lalu dengan hormat mencium salib Yesus. (Namun sayang, di saat covid-19 masih terus menghantui dunia ini, Salib Kristus itu tidak lagi dikecup; kita hanya menundukkan kepala di depan salib suci itu sambil berdoa di dalam hati kecil:” Dengan Salib Suci-Mu, Engkau telah menebus Dunia. Dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus saya. Terimakasih Yesusku}.”
Untuk mencium atau mengecup salib, kita harus punya kesadaran penuh. Kesadaran itu harus berlandaskan iman yang kokoh. Bahwa Yesus yang sedang tergantung di kayu salib adalah penghormatan kita atas kehendak Allah sebagaimana dikatakan nabi Yesaya:” Tuhan berkehendak meremukan dia dengan kesakitan.” Mencium salib juga adalah bentuk penghormatan kita atas keberanian Yesus untuk menyerahkan diri-Nya sebagai kurban silih melalui jalan penderitaan ini. Mencium Salib adalah bentuk hormat kita pada ketaatan Yesus, yang menjadi pokok keselamatan abadi bagi semua orang.
keadilan dan kebenaran tidak mudah, karena harus berhadapan dengan kekuasaan dan sistem yang korup, tidak adil dan penuh manipulatif. Mau jadi orang benar dan orang lurus, siap untuk dicelah, dihujat dan ditolak dalam kelompok orang-orang salah, tetapi selalu merasa diri benar.
Pada akhirnya, mencium Salib Yesus ini bagi kita pribadi, adalah mengamini makna kekinian cium salib sebagaimana saya gambarkan di atas, tetapi serentak itu pula kita mengingatkan diri sendiri bahwa janganlah kita, Anda dan saya merasa malu untuk mengakui salib. Hendaknya Tanda Salib menjadi meterai diri yang dibuat tanpa rasa malu pada dahi kita dan pada segala sesuatu: atas roti yang kita makan, atas cawan yang kita minum, saat kita datang, dan saat kita pergi; sebelum kita tidur, saat kita bangun; ketika kita sedang di jalan dan ketika kita sedang sendiri. Sebab pada Salib Suci itu, Ia ditinggikan, disanjung dan dimuliakan! ***