Ket Foto : Nadra Eko Nugroho, Dosen Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jogjakarta
LEMBATA : WARTA-NUSANTARA.COM-Bertempat di Lembata Indah Hotel, 19 hingga 20 Mei berlangsung Latihan Mengintegrasikan Sumberdaya dan Pendanaan Institusi Dalam Aksi Adaptasi dan Mitigasi Pengurangan Risiko Bencana dan Ketahanan Iklim. Latihan ini diprakaarsai oleh Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS) dihadiri perwakilan pemerintah desa di tiga desa, utusan instansi terkait di Pemda Kabupaten Lembata serta Forum Pengurangan Risiko Bencana (F-PRB) Kabupaten Lembata.
Direktur YPPE Melky Koli Baran di awal Latihan ini mengatakan, latihan ini merupakan salah satu kegiatan YPPS dalam program Indonesian Climate and Disaster Resilience Community (ICDRC). YPPS telah melakukan tracking budget di Flores Timur untuk mencek kegiatan-kegiatan kabupaten dan pendanaannya terkait adaptasi dan mtigasi iklim melalui capacitybilding, pembanngunan infrastruktur, pengembangan tekhnologi dan Tata Kelola. Dari budget Tracking terhadap APBD Kabupaten Flores Timur Tahun 2022 ini di sana tersebar kegiatan-kegiatan terkait iklim yang meliputi capacity building, tata Kelola, infrastruktur dan tekhnologi. “Diharapkan perencanaan anggaran ini lahir dari argumentasi logis tentang upaya pemerintah daerah dalam berkontribusi pada adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim”, katanya.
Untuk hal inilah, YPPS memandang penting menyelenggarakan Latihan berdurasi dua hari masing-masing di kabupaten Lembata dan kabupaten Flores Timur secara terpisah. Kabupaten Lembata berlangsung dari tanggal 19 hingga 20 Mei 2022 dan di Flores Timur tanggal 23 dan 24 Mei 2022. Latihan yang berlangsung secara terpisah di dua kabupaten ini menghadirkan narasumber tunggal dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta, yakni Nandra Eko Nugroho.
Dalam pengantar diskusi hari pertama, Nandra Eko Nugroho memperkenalkan aksi-aksi sederhana terkait adaptasi dan mitigasi Perubahan Iklim. Menurutnya, adaptasi dan mitigasi bisa dilakukan mulai dari skala desa dan juga rumah tangga. Sebab yang termasuk dalam kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim adalah hal-hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Intisasinya bahwa, hal-hal sederhana ini jika dilakukan rutin dan menjadi kebiasaan hidup, telah berkontribusi pada perubahan iklim.
Ia memberi contoh, jika mandi dan menggayung air langsung dari bak, dan mengubahnya dengan menggunakan ember sebagai wadah untuk mandi, itulah bagian dari upaya penghematan penggunaan air di tengah krisis air sebagai dampak perubahan iklim. Ia menambahkan, banyak hal bisa dilakukan di tiap rumah tangga, desa dan kabupaten untuk mitigasi dan adaptasi ancaman global perubahan iklim. Menanam pohon adalah Tindakan- tindakan sederhana mengurangi dampak global perubahaniklim, termasuk menanam pohon di sekitar daerah resapan air di setiap mata air.
Tanam air merupakan salah satu program mitigasi dan adaptasi iklim yang bisa dilakukan oleh semua orang. Misalnya membangun cekungan-cekungan sederhana tempat menampung dan meresapkan air ke dalam tanah. Dari segi energy, ia memperlihatkan contoh-contoh penggunaan energy yang mendukung perbaikan iklim. Seperti membangun biogas dan penggunaan energy matahari.
Menurut Melky Koli Baran, Direktur YPPS, sangat banyak rumah tangga di kota Lewoleba yang memiliki sumur air. Air yang diambil dari setiap sumur itu berasal dari persediaan air yang diduga berada dalam cekungan air di Kawasan kota Lewoleba. Air dalam cekungan ini bersu7mber dari resapan air hujan dalam kurun waktu yang Panjang. Masa lalu Kawasan kota Lewoleba adalah daerah berawa. Menurutnya, jika penggunaan air tanah di kota Lewoleba tidak diimbangi oleh resapan air hujan ke dalam tanah yang cukup, bukan tidak mungkin suatu waktu terjadi kekurangan air pada sumur-sumur keluarga itu. Itulah salah satu contoh krisis air tanah akibat perubahan iklim.
Melky kasih saran agar pada musim hujan, setiap rumah tangga menghubungkan talang air hujan rumahnya ke dalam sumur yang ada di halaman rumahnya. Dengan demikian, maka air hujan tertanam ke dalam cekungan air di kota Lewoleba melalui sumur-sumur itu, ketimbang menimbulkan banjir dan terbuang ke laut. Sebab, demikian kata dia, pembangunan dan pertumbuhan kota dengan berbagai infrastruktur berbeton akan menghalangi resapan air hujan ke dalam tanah. Itulah masalah iklim yang ditimbulkan oleh pembangunan. Beberapa pendekatan yang bisa dilakukan dalam pembangunan yang berkontribusi pada upaya-upaya mitigasi dan adaptasi iklim.
Disebutkannya, pendekatan lanskap yang mengintegrasikan perspektif pembangunann dari sisi ekosistem daratan, pesisir dan laut.
Pendekatan kedua adalah memperkuat dan menyelaraskan upaya tradisional maupun upaya inovatif dalam memitigasi dan beradaptasi dengan perubahan iklim. Hal ketiga sebagai pendekatan mitigasi dan adaptasi iklim di Indonesia adalah menjadikan perubahan iklim sebagai aspek pertimbangan dalam setiap perencanaan pembangunan. Hal inilah yang sedang disasar dalam Latihan ini, agar pemerintah desa dan sector-sektor lain di kabupaten mempertimbangkan perencanaan pembangunan sebagai pendekatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Pendekatan terakhir adalah, Indonesia akan meningkatkan kualitas manajemen sumber daya alam demi memastikan ketahanan pangan, air dan energi. Di hari pertama, ketika mendengar harapan dan juga pandangan peserta terhadap Latihan ini,
umumnya krisis air bersih dan lahan di Lembata mengemuka sebagai harapan perbaikan
lingkungan ke depan.*** (AK/WN-01)