Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
1 Raj. 19:16b.19-21; Gal. 5:1.13-18; Luk. 9:51-62
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih,
WARTA-NUSANTARA.COM-Bacaan-bacaan yang baru saja kita dengar, berbicara tentang panggilan. Maka minggu biasa XIII adalah minggu biasa yang terasa minggu panggilan. Terminologi panggil mengandung sekurang-kurangnya dua subyek. Subyek pertama, orang yang berinisiatif memanggil dan subyek yang kedua adalah orang yang bersedia, orang yang rela mendengarkan panggilan itu. Dalam konteks hari ini, yang berinisiatif memanggil adalah Elisa dan Yesus. Orang yang dipanggil Elia dalam bacaan pertama adalah Elisa. Sedangkan dalam bacaan injil orang-orang yang dipanggil Yesus adalah “orang-orang tanpa nama”, – manusia anonym -.
Ketika membaca kisa panggilan Elisa dan manusia tanpa nama itu, saya teringat kata-kata Jhon Stott, seorang rohaniwan. Ia mengatakan :” Mengikuti Yesus berarti membiarkan Yesus mengarahkan agenda hidup kita. Mengikuti Kristus bukanlah perbuatan yang bisa dilakukan setengah-setengah, tapi menekankan kesungguhan hati dalam mengikuti Dia atau menuntut komitmen kesetiaan dan kesungguhan hati.”
Dalam bacaan I, kita mendengar tuntunan Tuhan kepada nabi Elia, bagaimana nabi Elia memanggil Elisa:” “Tuhan berkata kepada Nabi Elia, Elisa Bin Safat dari Abed-Mehola, harus kauurapi menjadi nabi menggantikan engkau.” Maka pergilah nabi Elia menemui Elisa yang ternyata sedang membajak. Elia lewat dan melempari jubahnya kepada Elisa. Elisa tahu makna pelemparan jubah Elia kepadanya. Ia akan menggantikan Elia untuk menjadi nabi Israel. Karena itu, kepada nabi Elia, ia meminta “keringanan”. Ia meminta “kelonggaran”. Ia minta dispensasi, ” Perkenankan aku mencium ayah dan ibuku dahulu, lalu aku akan mengikuti engkau.” Elia mengizinkannya dengan catatan:” Baiklah, pulanglah dahulu, dan ingatlah apa yang telah kuperbuat kepadamu.”
Panggilan Elisa untuk menggantikan nabi Elia terdengar mirip dengan panggilan Yesus dan reaksi orang-orang tanpa nama yang dipanggil Yesus dalam bacaan injil. Tatkala Yesus berinisiatif memanggil seseorang itu, “Mari, ikutilah Aku” tetapi orang itu justru berkata:” Izinkan aku terlebih dahulu menguburkan bapaku. Terhadap orang itu, Yesus menjawab:” Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah kerajaan Allah di mana-mana.”
Sedangkan orang yang lain lagi datang kepada Yesus dan menegaskan keinginnya untuk mengikuti Yesus tetapi dengan syarat. Syaratnya adalah, Yesus harus mengizinkan dia untuk berpamitan terlebih dahulu dengan keluarganya. Terhadap orang itu, Yesus berkata:” Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.” Ketika Yesus menjawab orang pertama yang meminta untuk menguburkan bapanya, terkesan Yesus seolah mencabut hak berduka dari orang yang hendak mengikuti-Nya. Yesus seolah-olah terkesan tidak peduli terhadap keluarga. Maka, izin menguburkan ayahnya saja dan izin untuk berpamitan dengan keluarga yang menjadi alasan orang berikutnya, tidak diizinkan Yesus. Pertanyaannya, apakah memang demikian, bahwa Yesus tidak peduli dengan keluarga? Yesus bukan masa bodoh dengan keluarga. Tetapi terhadap dua alasan di atas injil Lukas mempunyai maksud bahwa mengikuti Yesus berarti harus rela, bahkan harus berani meninggalkan segala-galanya. Tidak boleh menoleh lagi ke belakang. Mengikuti Yesus harus secara ikhlas, tidak boleh setengah-setengah. Harus utuh-paripurna. Mengikuti dengan segenap jiwa dan raga.
Tatkala sudah ada keputusan bulat untuk mengikuti Yesus, aku akan mengikuti Engkau ke mana saja Engkau pergi, Yesus kemudian sejak awal mengingatkan bahwa serigala mempunya liang, dan burung mempunyai sarang tetapi Anak Manusia tidak memiliki tempat untuk meletakan kepala-Nya. Maksud dari awasan Yesus ini ialah bahwa mengikuti Yesus bukan berarti akan selalu berada pada titik nyaman. Mengiringi Yesus bukan berarti selalu ada pada zona aman dan sukkses. Sebaliknya, mengikuti Yesus berarti siap “memanggul salib”. Maka mengikuti Yesus tidak selalu enak dan mulus, tidak selalu lancar dan sukses terus-menerus; tetapi terkadang melewati onak dan duri. Sering harus menyusuri jalan liku berkelok dan terjal menantang. Bahwa pengikut Yesus siap dibenci, difitnah, diolok dan diejek. Bahkan pada akhirnya, nyawa bakal jadi taruhannya.
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih,
Hendaklah kita semua sadari bahwa undangan Yesus, Mari ikutilah Aku, tidak boleh dimengerti secara sempit bahwa panggilan ini hanya ditujukan khusus kepada orang-orang yang membahtikan diri sebagai imam, biarawan dan biarawati, tetapi panggilan itu ditujukan kepada kita semua, kepada kita yang telah dibaptis dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Itulah alasan, mengapa orang-orang yang diundang Yesus ini tidak disebutkan namanya.
Panggilan itu memiliki tujuan. Tujuan panggilan Yesus adalah mewartakan Kerajaan Allah. Konkretisasinya adalah mengasihi sesama sebagaimana nasehat Paulus:” Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Jadi, tujuan terluhur dari panggilan mengikuti Yesus, adalah jawaban kita semua untuk bersedia mewartakan Kerajaan Allah dalam perwujudannya adalah mengasihi sesama manusia seperti mengasihi dirinya sendiri. Bila tujuan ini telah tercapai maka apa yang dinasehatkan Paulus hari ini tercapai:” Memang, kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk hidup dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain karena kasih. Hiduplah oleh Rohm aka kamu tidak akan menuruti keinginan daging, sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh.Sebaliknya, kamu membiarkan diri dibimbing oleh Roh maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat.”
Karena itu, kepada kita semua, Anda dan saya, kata-kata Paulus terakhir ini hendaklah menjadi inspirasi dan kekuatan kita, dalam menjalankan kemuridan kita, dalam melaksanakan tugas perutusan kita:” Saudara-saudara, Kristus telah memerdekakan kita, supaya kita benar-benar merdeka. Karena itu, berdirilah teguh dan jangan kamu mau tunduk lagi di bawah kuk perhambaan.”
Saudara-saudaraku, kita telah dipanggil untuk merdeka. Karena itu kita harus singkir-lenyapkan segala alasan agar dengan bebas merdeka mewartakan Kerajaan Allah. Kita telah dipanggil untuk merdeka, karena itu kita pun menanggalkan sikap ke-aku-an kita, menghilangkan perhitungan dan intrik tertentu agar kita secara bebas merdeka mencintai sesama, seperti kita mencintai diri sendiri. ***