Oleh : Alberto Rangkolino Gatur
Mahasiswa Fakultas Filsafat, Universitas Katholik Widya Mandira Kupang
PENDAHULUAN
WARTA-NUSANTARA.COM-Segala apa saja ada arti sejauh sesuatu itu ada: sesuatu ada atau tidak ada, kalau tidak ada maka tidak ada arti dan tidak ada guna untuk memikirkannya. Hal-hal seperti, besar, makan, manusia tertawa, dasarnya adalah ada. Jika ada ditiadakan, maka segala yang lain tidak terjadi atau tidak ada. Besar tidak lain adalah sesuatu yang “besar”. Demikian pula makan, kita tidak bisa mengenal makan sebagai makan, makan dalam dirinya sendiri, selain pada sesuatu yang ada yang melakukan kegiatan makan. Jadi singkatnya ada itu memberikan eksistensi kepada apa saja, memberi keberadaan kepada yang lain.[1] Dalam metafisika dasar, prinsip ada merupakan dasar dalam realitas, mengenal atau berpikir. Dari sini dapat dilihat bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini berdasar pada suatu ada yang menjadikannya. Yang dimaksud disini ialah mengenai realitas dunia dan apa yang terjadi di dalammnya. Segala kejadian dalam dunia bermula dari sesuatu yang melakukannya. Bumi merupakan wujud dari kegiatan pencipta, begitu pula dengan kursi atau meja merupakan actus atau wujud nyata dari kegiatan potensi manusia. Keberadaan manusia merupakan realitas duniayang mengakibatkan kejadian dalam potensi manusia itu sendiri. Jadi yang terjadi di dalam realitas di dunia, alam semesta, merupakan suatu kejadian yang tidak secara kebetulan, melainkan atas suatu daya aktif dari akal budi dan kehendak yang terpola dalam suatu rancangan atau tatanan teratur yang nyata terjadi, sehingga wujudnya dapat disebut sebagai benda atau dengan kata lain materi yang memiliki massa. Suatu materi memiliki massa oleh karena pengaruh dari sesuatu yang disebut energi. Kosmologi (cosmology) atau kerap kali disebut Philosophy Of Nature (Filsafat Alam Semesta) berasal dari bahasa Yunani, kosmos dan logos.Kosmos artinya “susunan atau keteraturan”; dan logos artinya “keadaan kacau balau”.[1]Sebelum abad ke-6 SM, para filsuf pra-sokratik di Yunani berusaha menyatakan gagasan-gagasan dasar filosofis awal terbentuknya alam semesta. Seperti Thales (624-546 SM) dengan gagasan “air” adalah prinsip dasar atau awal segala sesuatu; Anaximandros (611- 546 SM) menyatakan prinsip “yang tidak terbatas” atau to apeiron, sebagai asas dari segala sesuatu; sementara Anaximenes (585-525 SM) mengembalikan prinsip dasar segala sesuatu pada anasir alam, yakni “udara”.
Gagasan-gagasan dasar yang diungkapkan oleh para filsuf pra-sokratik tersebut nyatanya belum memuat suatu kebenaran yang mutlak, absolut menganai dasar dari alam semesta. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa belum ada pengetahuan tentang keteraturan yang jelas, pasti yang terjadi pada alam semesta karena dasar pemikiran yang beragam, yang masih dalam keadaan “kacau balau”, belum menemukan identitas dasar yang asli dari alam semesta. Namun lebih dari itu, kosmologi sebenarnya memuat berbagai pemikiran atau unsur-unsur ilmu yang membahas soal hal-hal terdalam atau metafisik dari alam semesta, yang ada dalam bagian-bagian dunia dipandang dari segi keilmuan, seperti kosmogoni sebagai mitos, ruang dan waktu, dinamika kosmos, materi dan energi, dsb. Semua hal itu merupakan suatu pengenalan yang sifatnya mendalam mengenai unsur-unsur yang terlibat dalam kejadian alam semesta. Selanjutnya dalam pembahasan, konsep materi dan energi juga pandangan tentang Jiwa dari teolog besar Gereja Katolik, St. Thomas Aquinas akan menjadi titik utama dalam ruang pengetahuan kosmologi ini.
PEMBAHASAN
A). Materi dan Energi
Dunia benda terdiri atas materi dan energi. Tubuh organisme dibangun oleh materi dan hidupnya bergantung pada energi. Tanah, air, udara, tumbuhan, dan hewan, atau pendeknya semua makhluk yang hidup dan tidak hidup tersusun atas materi.[1]
Pengertian Materi didefinisikan sebagai sesuatu yang mempunyai massa yang menempati ruang. Udara tersusun atas gas-gas yang tidak dapat dilihat, tetapi dapat dibuktikan keberadaannya. Dengan mengibaskan sehelai kertas, kita dapat merasakan adanya angin. Angin
adalah udara yang bergerak. Walau udara amat ringan, tetapi dapat dibuktikan bahwa udara memiliki massa. Ikatkan seutas tali tepat pada tengah-tengah sebatang kayu. Pada kedua ujung kayu itu masing-masing gantungkanlah sebuah balon yang sudah ditiup dan yang belum ditiup pada ujung yang lain. Apa yang terlihat? Dari percobaan itu dapat disimpulkan bahwa udara memiliki massa dan menempati ruang.[1] Jadi materi merupakan wujud benda yang dapat diukur massanya di dalam ruang. Sesuatu yang menempati ruang baik benda hidup atau mati dapat disebut materi sejauh ia memiliki massa. Massa menunjukan sifat dari materi itu sendiri, ada jumlah dari materi yang dapat diketahui oleh karena massa yang telah diukur. Dalam materi ada unsur-unsur yang membentuk terjadinya suatu wujud materi seperti partikel terkecil zat yang disebut molekul. Sementara itu seorang filsuf Atomis, Demokritos (460-370 SM) dalam ajaran tentang proses pengenalan dan tentang manusia, ia menggunakan suatu hipotesis bahwa seluruh realitas terdiri atau tercipta dari gugusan unsur-unsur terkecil yang tidak dapat dibagi lagi. Unsur terkecil penyusun
realitas itu di berinama “atom” (“a”= tidak; dan “tomos” = terbagi) .[1]
Energi merupakan suatu kemampuan untuk melakukan kerja atau kegiatan.[2] Energi lebih dilihat sebagai suatu sumber daya untuk menggerakan kemampuan suatu benda menjadi aktif. Sumber daya pada energi diperoleh melalui adanya pengaruh dari energi lain pada materi luar. Misalnya di saat pagi matahari menggeluarkan sinar yang terasa hangat dan diwaktu menjelang siang sampai pada siang terasa panas. Energi dari cahaya matahari ini kemudian dapat diubah menjadi energi listrik. Hal ini disebut sebagai daya potensial dari suatu energi dalam materi.
B). Pandangan Jiwa menurut St. Thomas Aquinas
Perkembangan pengetahuan filsafat dari waktu ke waktu nyatanya sangat luar biasa. Di abad-abad awal, tema-tema filsafat lebih berbicara mengenai kosmosentrisme, seputar pengetahuan dasar dari permulaan alam semesta. Bergerak menuju abad pertengahan, filsafat tidak lagi diperhadapkan dengan persoalan-persoalan kosmos, tetapi mendapat tantangan dari ilmu pengetahuan yang berkembang maju. Hal ini kemudian membuat seorang imam Dominikan, sekaligus filsuf dan teolog terbesar abad pertengahan, St. Thomas Aquinas menciptakan pemikiran-pemikiran luar biasa untuk mempertahankan keaslian ajaran teologi Gereja berpasangan dengan filsafat sebagai daya formulasi. Pada bahasan teori filsafat tentang makhluk murni menekankan pada hakikat dan eksistensi para malaikat, sementara pada filsafat Jiwa, hal yang ditekankan adalah hakikat dan eksistensi manusia. Menurut teori ini,
manusia adalah makhluk yang berdiri sendiri dan tersusun atas bentuk dan materi. Manusia memiliki jiwa atau roh dengan tubuh/jasad sebagai bentuknya. Menurut Thomas Aquinas, jiwa dan jasad tidak dapat dipisahkan, mereka saling berhubungan. Jiwa bukanlah hal yang berdiri sebagai individu melainkan merupakan daya gerak yang memberikan wujud kepada tubuh sebagai materi. Sehingga, manusia memiliki dua hal yang menyatu sebagai pembentuk diri, yaitu pembentuk jassmani dan rohani mereka. Jiwalah yang menjadi kekuatan rohani manusia, yang menyatu dalam jasad manusia dan memiliki lima daya/kekuatan sebagai berikut: Daya jiwa vegetatif, yaitu hal yang berkaitan dengan penggantian zat dan pembiakan
- Daya jiwa yang sensitif, yaitu yang berkaitan dengan keinginan. Jiwa mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi arah keinginan manusia.
- Daya jiwa yang menggerakkan. Jasad para makluk, termasuk manusia dapat tergerak untuk hal-hal tertentu karena pengaruh jiwa.
- Daya jiwa untuk berfikir. Dengan adanya jiwa, manusia terdorong untuk berfikir, menentukan tata cara melakukan dan mewujudkan perubahan.
- Daya jiwa untuk mengenal. Proses identifikasi yang dilakukan manusia terhadap hal yang ada dan terjadi di sekeliling mereka dipengaruhi oleh jiwa dan kekuatannya. Dengan jiwa pula manusia dapat mengenal Tuhan.[1]
C). Jiwa Sebagai Energi Yang Membangun Materi Materi ialah sesuatu yang berwujud dan berada dalam ukuran massa yang sesuai dengan bendanya yang menempati suatu ruang. Materi selalu menempati ruang karena disitulah aktivitas gerak, potensialnya terjadi.
Tanpa ruang materi berada dalam kehampaan, yang tidak terwujud.
Dalam status potensial, sifat materi yang memiliki massa dan berat tidak terlepas dari energi atau daya yang mengaktualisasikannya. Artinya bahwa ada hubungan yang terjadi antara materi dan energi, seperti yang di jelaskan oleh St. Thomas Aquinas, “pertautan antara jiwa dan tubuh manusia harus dilihat sebagai hubungan antara bentuk atau aktus (jiwa) dan materi atau potensi (tubuh).”[1] Jiwa merupakan energi (actus), sumber daya yang memberikan bentuk kepada materi. Dalam energi terdapat kesanggupan-kesanggupan yang actual untuk menggerakan kemampuan-kemampuan dalam status potensial materi. Jika udara menempati sebuah karet balon yang kempes, maka disitu terjadi proses aktualisasi massa balon. Secara jelas terdapat energi yang terkandung di dalam udara sendiri yang kemudian mampu membentuk wujud potensial balon berkembang menjadi besar. Udara tersalurkan lewat energi yang aktif sehingga mampu memberi energi baru pada balon yang membesar untuk bergerak fleksibel pada ruang semesta. Jadi jiwa sebenarnya merupakan aktivitas energi pertama yang berada dalam dirinya untuk mengaktualisasi potensi badan, jasad sebagai badan yang
hidup, bergerak yang kemudian disebut manusia yang actual. Jiwa membangun, membentuk kemampuan-kemampuan aktif dalam diri manusia sebagai materi, karena jiwa merupakan energi aktif yang memberi massa, berat atau memberi status actus kepada badan atau materi yang sifatnya potensial.
PENUTUP
Ruang, kosmos, ataupun massa merupakan suatu realitas tercipta dari sang pengada. Dalam sang pengada merupakan actus yang murni, tidak dapat menjadi suatu materi potensial. Energi merupakan actus yang memberi bentuk kepada materi untuk melampaui batas potensialnya mencapai massa tertentu, serta meggerakan materi. Karena energi merupakan daya yang memampukan materi untuk bergerak, menjadi suatu bentuk terpola atau teratur seturut kandungan molekul atau zat partikel yang ada di dalam materi. ***
DAFTAR PUSTAKA Tjahjadi L. Petrus Simon, Petualangan Intelektual (Konfrontasi Dengan Para Filsuf Dari Zaman Yunani
Hingga Zaman Modern), Yogyakarta: Kanisius, 2004
Jegalus Nobertus, Metafisika Dasar (Materi Kuliah Tatap Muka Pada Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang), 2013
Siswanto Joko, Orientasi Kosmologi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005
Prabaningrum Pujianingtyas Dwi, TOKOH FILSAFAT BARAT PADA ABAD PERTENGAHAN Thomas Aquinas (Biografi dan Pemikirannya), https://repository.dinus.ac.id/docs/ajar/thomas-aquinas1_ed_(1).pdf, diakses pada 26 Juni 2022, pukul 14: 08
Setiawan Aries, Modul Ilmu Alamiah Dasar (SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI IGI 2020), https://stie-igi.ac.id, uploads 2020/04, diakses pada 26 Juni 2022, pukul 14: 16
[1] Simon Petrus L. Tjahjadi, Op.cit, Hal. 143
[1] https://repository.dinus.ac.id/docs/ajar/thomas-aquinas1_ed_(1).pdf
[1] Simon Petrus L. Tjahjadi, Petualangan Intelektual, Hal. 29
[2] Aries Setiawan, Op.cit, Hal. 9
[1] Aries Setiawan, loc.cit.
[1] Aries Setiawan, Modul Ilmu Alamiah Dasar (Materi dan Energi), Hal. 2
[1] Joko Siswanto, Orientasi Kosmologi, Hal. 1
[1] Nobertus Jegalus, Metafisika Dasar, Hal. 19