Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Kej.18:1-10a; Kol.1:24-28; Luk. 10-38-42
WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, bagi kita orang Kristen cerita tentang dua tokoh biblis: Maria dan Marta cukup popular. Dua figur ini adalah representasi tipe manusia teristiewa perempuan kebanyakan orang di dunia ini. Dua sosok ini begitu popular sampai nama mereka sering kita jumpai pada nama wanita Kristen dewasa ini. Mengapa?
Nama kedua seperti ini untuk mengingatkan manusia di dunia ini tentang perangai manusia dewasa ini. Cerita Maria dan Marta ini cukup menarik, pada satu sisi apa yang dikerjakan Marta adalah gambaran sebagai wanita rumahan, suka sibuk dengan urusan makanan, minuman, kebutuhan fisik, dan urusan rumah tangga. Sedangkan pada sisi lain gambaran tipe seperti Maria menggambarkan seorang wanita karir yang gemar mendengar petuah, ceramah, ilmu pengetahuan, dan karena itu lebih memilih saat hening. Ia memilih saat teduh untuk duduk dekat kaki Yesus untuk mendengarkan Yesus. Penginjil menggambarkan dua tipe wanita yang cukup kontradiktif. Marta sibuk sekali “melayani” (ay 40). Sebaliknya Maria duduk dekat kaki Yesus dan terus mendengarkan perkataan-Nya (ay 39).
Apa yang dilakukan oleh Marta tentu suatu hal yang penting sebagai tuan rumah yang baik. Ia menunjukkan hospitalitas/keramahtamaan sebagai tuan rumah. Tetapi tentu saja hal itu bukan sesuatu yang mendesak untuk diprioritaskan. Apalagi jika dilakukan dengan sungut-sungut, protes, kuatir dan menyalahkan orang lain, bahkan Tuhan pun ikut dipersalahkan:” “Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.”. (ay.39- 40). Tuhan Yesus menegur Marta : “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara.” (ay 41), tetapi hanya satu saja yang perlu.” Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.
Dengan jawaban sedemikian bukan berarti Yesus mengecilkan atau bahkan meremehkan pekerjaan Marta. Yesus hanya mau menyadarkan Marta bahwa sesibuk-sibuknya anda dengan urusan duniawi, jangan lupa Tuhan. Bahkan Tuhan harus terlebih dahulu diprioritaskan sebelum melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang lain. Tuhan harus jadi nomor satu. Tuhan harus jadi prioritas. Bukan yang lainnya. Bila Tuhan sudah menjadi prioritas dalam hidup kita maka pekerjaan-pekerjaan ikutannya bahkan seluruh hidup kita menjadi terberkati. Ketika kita sudah diberkati, maka sesuatu hal yang tidak mungkin bagi kita, akan menjadi mungkin bagi Allah, hal mana dicontohkan dalam perjumpaan Abraham dengan tiga orang tetamunya, yang dilukiskan dalam bacaan pertama. “Ketika Abraham mengangkat mukanya, ia melihat tiga orang berdiri di depannya. Sesudah dilihatnya mereka, ia berlari dari pintu kemahnya menyongsong mereka, lalu sujudlah ia sampai ke tanah, serta berkata: “Tuanku, jika aku telah mendapat kasih tuanku, janganlah kiranya lampaui hambamuini.
Biarlah oleh Marta tentu suatu hal yang penting sebagai tuan rumah yang baik. Ia menunjukkan hospitalitas/keramahtamaan sebagai tuan rumah. Tetapi tentu saja hal itu bukan sesuatu yang mendesak untuk diprioritaskan. Apalagi jika dilakukan dengan sungut-sungut, protes, kuatir dan menyalahkan orang lain, bahkan Tuhan pun ikut dipersalahkan:” “Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.”. (ay.39- 40). Tuhan Yesus menegur Marta : “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara.” (ay 41), tetapi hanya satu saja yang perlu.” Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.
Dengan jawaban sedemikian bukan berarti Yesus mengecilkan atau bahkan meremehkan pekerjaan Marta. Yesus hanya mau menyadarkan Marta bahwa sesibuk-sibuknya anda dengan urusan duniawi, jangan lupa Tuhan. Bahkan Tuhan harus terlebih dahulu diprioritaskan sebelum melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang lain. Tuhan harus jadi nomor satu. Tuhan harus jadi prioritas. Bukan yang lainnya. Bila Tuhan sudah menjadi prioritas dalam hidup kita maka pekerjaan-pekerjaan ikutannya bahkan seluruh hidup kita menjadi terberkati. Ketika kita sudah diberkati, maka sesuatu hal yang tidak mungkin bagi kita, akan menjadi mungkin bagi Allah, hal mana dicontohkan dalam perjumpaan Abraham dengan tiga orang tetamunya, yang dilukiskan dalam bacaan pertama. “Ketika Abraham mengangkat mukanya, ia melihat tiga orang berdiri di depannya. Sesudah dilihatnya mereka, ia berlari dari pintu kemahnya menyongsong mereka, lalu sujudlah ia sampai ke tanah, serta berkata: “Tuanku, jika aku telah mendapat kasih tuanku, janganlah kiranya lampaui hambamuini.
Biarlah diambil air sedikit, basuhlah kakimu dan duduklah beristirahat di bawah pohon ini; biarlah kuambil sepotong roti,supaya tuan-tuan segar kembali; kemudian bolehlah tuan-tuan meneruskan perjalanannya; sebab tuan-tuan telah datang ke tempat hambamu ini.” Jawab mereka: “Perbuatlah seperti yang kaukatakan itu.” Lalu Abraham segera pergi ke kemah mendapatkan Sara serta berkata: “Segeralah! Ambil tiga sukat tepung yang terbaik! Remaslah itu dan buatlah roti o bundar!” Lalu berlarilah Abraham kepada lembu sapinya, ia mengambil seekor anak lembu p yang empuk dan baik dagingnya dan memberikannya kepada seorang bujangnya, lalu orang ini segera mengolahnya. Kemudian diambilnya dadih dan susu r serta anak lembu yang telah diolah itu, lalu dihidangkannya di depan orang-orang itu; dan ia berdiri di dekat mereka di bawah pohon itu, sedang mereka makan. “
Abraham dalam kisah ini telah berhasil menjadi figur penyeimbang dalam hidupnya. Yang paling pertama dia lakukan tatkala tetamunya bergegas ke kemahnya adalah ia berlari dari pintu kemahnya menyongsong mereka, lalu sujudlah ia sampai ke tanah. Abraham tidak saja sujud ke tanah, tetapi dia juga menyatakan ungkapan hatinya:”Tuanku, jika aku telah mendapat kasihtuanku, janganlah kiranya lampaui hambam ini.”
Yang kedua, setelah ia berlari menyongsong para tetamu dan kemudian bersujud ke tanah buat menghormati tetamunya, hal berikut yang dia lakukan adalah menunjukan hospitalitas/keramahtamaannya sebagai tuan rumah. Sebagai tuan rumah yang baik, ia menjamu tetamunya dengan susu dan daging.
Dampak dari dua hal yang dia lakukan dengan sepenuh hatinya adalah berkat. Ia diberkati melalui kata-kata seorang tetamunya:” Pada waktu yang telah ditetapkan itu, tahun depan, Aku akan kembali mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara mempunyai seorang anak laki-laki.” Anak laki-laki yang kemudian diberi nama Ishak, adalah tanda berkat Allah bagi Abraham yang telah memprioritas kehadiran-Nya dengan terlebih dahulu sujud menyembah DIA dan kemudian, dengan sukacita melayani DIA yang hadir sebagai tamu di dalam kemahnya. Saudara-saudaraku, kisah Abraham dalam perikope ini menunjukkan kepada kita bagaimana seharusnya menata hidup melalui prioritas kegiatan harian kita. Kita semua adalah manusia pekerja, yang sibuk baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Begitu sibuknya kita dengan urusan duniawi, akhirnya kita lupa akan prioritas kegiatan yang mestinya mendahulukan kegiatan kita yang lain. Abraham sudah memberikan contoh yang benar: terlebih dahulu berlari menyongsong dan sujud menyembah Tuhan. Setelah itu baru melaksanakan kegiatan lainnya. Maka kata-kata Yesus kepada Marta bahwa hanya satu saja yang perlu, tidak berarti yang lain tidak penting atau tidak perlu. Keduanya penting. Keduanya perlu. Karena keduanya penting maka perlu kebijaksanaan manusia untuk menerapkan skala prioritas. Bagaimana pun juga, prioritas pertama yang harus kita lakukan adalah mendahulukan Tuhan, berlari dan sujud menyembah Tuhan atau dalam bahasa Injil Lukas duduk di dekat kaki Yesus untuk mendengarkan Firman-Nya. Karena Firman Tuhan menjadi pelita bagi kaki dan terang bagi langkah kita. Olehnya, setelah kita berlari dan sujud menyembah Allah dengan mendengarkan Firman-Nya_itu, Firman itu kemudian menjadi penuntun dan pedoman hidup kita dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan kita selanjutnya.
Mengakhiri kotbah pagi ini, secara khusus saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada siapa saja, yang telah mengikuti Perayaan Ekaristi setiap pagi, karena dia telah mencontohi apa yang sudah dilakukan oleh Abraham. Ia meniru keteladanan Maria yang duduk di dekat kaki Yesus, dan karena itu maka Ia telah memilih bagian yang terbaik yang tidak dapat diambil daripadanya. Sementara itu, kepada kita semua yang tidak menyempatkan diri ke gereja setiap pagi, tirulah apa yang dicontohkan oleh Abraham dan Maria tatkala ada di rumah. Karena Rumahmu adalah juga Gerejamu. Maka, prioritaskan Tuhan sebagai Dia yang telah hadir di tengah-tengah kita, yang memampukan kita untuk memiliki prioritas hidup yang benar. karena hanya satu saja yang perlu. ***