JAKARTA : WARTA-NUSANTARA.COM-Aloysius Mado, putra asal Kabupaten Lembata, Provinsi NTT, akhirnya sukses meraih gelar Doktor Ilmu Politik di Universitas Nasional (UNAS) Jakrata, pada Kamis, 14 Juli 2022 lalu. Ia mempertahankan Disertasinya berjudul, “Konflik Gerakan mantan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Pasca Penandatangan MoU Helsinki Studi Kasus : Pilkada Aceh 2017”. dihadapan Promotor, Prof. Dr. Eko Sugiyanto, M.si dan Ko-Promotor, Dr. Erna Ermawati Chotim, M.si.

Aloysius Mado dalam percakapan dengan dengan Warta Nusantara, Sabtu, 23/7/2022, menggambarkan Abtraksi Disertasinya sebagai berikut. Pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki telah ditandatangani suatu Nota Kesepahaman (MoU) antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang sepakat untuk menciptakan perdamaian di Aceh. Pasca damai tersebut, Aceh telah mengalami tiga kali Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). dan dari ketiga kali Pilkada tersebut, Jabatan Gubernur Aceh dipegang oleh Gubernur yang latar belakang mantan GAM, namun situasi Acaeh belum sepenuhnya lepas dari konflik, baik konflik vertikal maupun horisontal yang masih melibatkan mantan GAM.
“Adapun judul penelitian ini , tentang Konflik Mantan GAM Pasca MoU Helsinki; Studi Kasus : Pilkada Aceh 2017″. Tujuan dari penelitian ini adalah, dapat menjelaskan intensitas konflik mantan GAM periode 2017, resistensi konflik mantan GAM pasca penandatanganan MoU Helsinki periode 2017, Pola Konflik serta dampak konflik mantan GAM terhadap situasi politik, ekonomi dan sosial”, ungkap Aloysius Mado.

Sedangkan teori yang digunakan dalam penelitian ini, lanjut Aloysius Mado, adalah Teori Rafl Dahrendorf, untuk menganalisis konfilik yang terjadi. Teori Ralf Dahrendorf sangat relevan digunakan terkait dengan konflik Pilkada 2017, karena teori ini membahas tentang konflik otoritas, kekuasaan dan kewenangan, sebagai realitas konstelasi kekuasaan di daerah basis GAM (Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Pidie dan Pidie Jaya). Realitas ini berjarak dengan realitas sosial dan ekonomi masyarakat sehingga konflik yang terjadi tidak menggangu aktivitas masyarakat secara masif.
“Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa; Konflik di Aceh adalah konflik otoritas, dan peristiwa konflik hanya terjadi saat pelaksanaan Pilkada saja, setelah itu situasi Aceh berjalan normal kembali dan latar belakang konflik yaitu adanya keinginan mantan GAM untuk merebut kekuasaan politik dan ekonomi”, tandas Aloysius Mado, putra asal Desa Lerek, Kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata dihadapan Promotor. (WN-01)