Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
WARTA -NUSANTARA.COM-Why. 11:19a;12:1-6a, 10 ab; 1 Kor.15:20-26; Luk. 1:39-56 Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, Gereja Katolik mengajarkan sebagai dogma bahwa Bunda Maria, ibu Yesus Kristus, “setelah menyelesaikan perjalanan hidup duniawinya, diangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan surga. Hal ini berarti Maria dibawa ke surga dalam satu tubuh dan jiwa yang lengkap. Hari pesta perayaan yang menghargai perjalanan Maria ke surga dirayakan sebagai Kekhidmatan Pengangkatan Sang Perawan Suci Maria ke surga oleh umat Katolik
Roma. Doktrin tentang Maria Diangkat Ke Surga ditetapkan oleh Paus Pius XII pada tanggal 1 November 1950 melalui Konstitusi Apostolik Munificentissimus Deus, yang artinya Tuhan Yang Sangat Murah Hati. Konsep Maria diangkat ke surga juga diajarkan oleh Gereja Ortodoks Timur dan gereja-gereja Oriental dan Ortodoks Koptik. Gereja Denominasi menyebutnya dengan nama Tidurnya Sang Theotokos. Saudara-saudariku yang terkasih, berkenaan dengan Hari Raya ini, pada hari ini Gereja menyuguhkan kepada kita bacaan-bacaan yang berkaitan dengan Santa Perawan Maria. Dalam bacaan I kita dengar kesaksian Yohanes dalam Kitab Wahyu tentang tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah
mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya. Penglihatan Yohanes ini diyakini sebagai figur suci Perawan Maria, yang begitu diangkat ke surga dengan jiwa raganya, dia kemudian dimahkotai sebagai seorang Ratu dengan mahkota di kepalanya.
Maria adalah satu-satunya manusia yang sungguh mendapatkan sebuah keistimewaan dari Allah yang tidak dapat terjadi lagi dalam diri manusia di dunia ini, kecuali Tuhan sendiri berkehendak lain. Tuhan menganugerahkan sendiri kemurahan hati-Nya kepada Maria bukan tanpa alasan, bukan tanpa dasar. Bahwa kerjasama antara kebaikan dan kemurahan hati Allah dengan iman Maria menjadikan Maria menjadi satu-satunya manusia yang istimewa di muka bumi dan juga di dalam surga.
Pasca menyatakan fiatnya, Aku Ini Hamba Tuhan, Terjadilah Padaku Menurut Perkataanmu, Maria tidak tinggal diam. Dia mewartakan sukacita kebaikan Tuhan dengan mengunjungi Elisabeth saudaranya. Dalam perjumpaan suci antara dua perempuan bersahaja ini, Maria yang demikian rendah hati itu, menyatakan dengan penuh iman kepada Elisabeth saudarinya apa yang telah dialaminya secara spiritual bersama dengan Allah.
“Jiwaku memuliakan Allah, dan rohku bersukacita di dalam Allah, Juru Selamatku. Sebab, Allah telah memperhatikan hamba-Nya yang hina ini. Mulai sekarang dan seterusnya, seluruh generasi akan menyebutku berbahagia. Karena Ia Yang Mahakuasa telah melakukan hal-hal yang besar kepadaku.” Kutipan
singkat itu adalah Doa Pujian Maria kepada Allah yang dikenal dengan nama Magnificat Maria. Doa pujian Maria ini mendapatkan pemenuhannya secara sempurna pada peristiwa yang kita rayakan ini: Maria Diangkat Ke Surga, atau dikenal juga Maria Assumpta. Pemenuhan yang sempurna itu adalah bahwa Maria Diangkat dengan Jiwa Raganya Ke Surga dan Dimuliakan oleh Tuhan dengan memahkotainya menjadi Ratu Surgawi dan Duniawi sebagaimana penglihatan Yohanes dalam bacaan I. Pengangkatan dan Pemahkotaan Maria, adalah bukti yang tak terbantahkan akan kepenuhan pernyataan Maria:” Allah telah memperhatikan hamba-Nya yang hina ini.” Maria, entah ketika dia dipilih menjadi Ibu Tuhan dan dalam seluruh ziarahnya hidupnya, terlebih-lebih tatkala ia mengikuti dari dekat
Jalan Salib Putranya, ia tetap yakin bahwa ini menjadi cara Allah untuk tetap dan terus memperhatikannya sebagai Hamba yang hina. Dan atas segalanya yang telah dijalankan secara tuntas-paripurna itu, pantaslah Maria menjadi manusia istimewa yang patut mendapat kemurahan hati Allah, dengan mengangkatnya ke surga dengan jiwa dan raganya dan memahkotainya sebagai Ratu. Dan atas kemurahan Tuhan itulah, kita juga dengan penuh sukacita merayakan pesta iman ini.
Bapa, ibu, saudara, saudari, kita telah menyebutkan beberapa keunggulan Maria, yang menjadikannya manusia istimewa di hadapan Allah. Kita tentu tidak seperti Bunda Maria. Namun sekurang-kurangnya kita patut meneladani keunggulan manusiawinya. Apalagi karena kita telah berani menyebut diri sebagai putra-putri Maria, maka perayaan ini, tidak boleh dirayakan sebagai rutinitas belaka. Namun kita musti menarik hal-hal yang berguna dalam figur suci ini. Dengan demikian, perayaan ini menjadi lebih bermakna dan lebih terkesan karena kita telah memiliki komitmen untuk meneladani kebajikan-kebajikan Maria. Dengan meneladani dan mempraktekan kebajikan-kebajikan Maria di dalam hidup dan kehidupan kita maka kita telah memiliki jati diri sebagai putra-putri Maria. Bila kita telah memiliki jati diri sebagai putra-putri Maria, maka Maria menjadi model dan patron hidup kita. Bila demikian, maka bila hari ini kita mendengar keunggulan Maria yang menyerahkan dirinya secara utuh melalui fiatnya kepada kehendak Bapa, maka kita pun harus menyerahkan seluruh hidup kita kepada Allah, agar Dia merancang seluruh kehidupan kita atas perkenaan-Nya.
Bila hari ini kita mendengar kesabaran Maria yang menyimpan semua perkara dan merenungkan di dalam hatinya, maka kita pun patut demikian. Kita tidak boleh menguar-uar kehebatan diri kita tetapi sebaliknya, kita pun tidak boleh merasa seolah-olah wajib menggosipkan kejelakan orang lain; bila kita hari ini mendengar tentang keuletan Maria yang berjalan kaki menyusuri lembah dan ngarai untuk menjumpai saudarinya Elisabeth, kita pun mustinya ulet dalam ziarah hidup kita; Dan pada akhirnya, bila hari ini kita telah mendengar ketabahan Maria dalam mengikuti perjalanan salib putranya maka kita pun tidak cepat mengeluh dan gampang menyerah bila kita mengalami penderitaan di dalam hidup kita. Bila semua ini berhasil kita miliki dan menghayati di dalam hidup, bukankah tidak mungkin Allah juga akan memperhatikan kita hamba-Nya yang hina ini dan dengan demikian Allah pulalah yang bakal mengangkat kita, sebagai Hamba-Nya yang hina ini? ***